Bab 4. Pernikahan.

1.2K 31 0
                                    

Awan hitam yang sudah ada sejak pagi akhirnya meneteskan airnya, di bawah guyuran hujan Ran berjalan dengan tatapan kosong tidak tahu ke mana tujuan.

Dia yang rela mempermalukan diri demi melindungi keluarganya malah diusir dan dicaci maki dengan perkataan yang sangat menyakitkan. Perkataan Doni dan Salsa masih terngiang-ngiang di kepalanya. Tetesan hujan menyembunyikan air mata Ran, langit seakan mengerti bahwa gadis ini tidak ingin menunjukkan air matanya pada siapa pun.

“Sudah kuduga,” kata pria yang berada di dalam mobil hitam. Dia adalah Miztard, dari kejauhan dia melihat Ran yang berjalan sendiri membuat Miztard tertegun dengan ekspresi kelam Ran yang tidak pernah ia lihat.

Di saat Ran terus melangkah sosok pria berpayung hitam menghentikan langkahnya. Ran berbalik ketika merasakan bahunya tengah dipegang seseorang.

“Kak Miztard?” Seketika ekspresi yang tadinya kelam hilang digantikan dengan senyum khas Ran.

“Kenapa kau hujan-hujanan?”

“Aku suka hujan.” Ran berbalik ingin melanjutkan langkahnya, namun tangannya malah ditarik paksa oleh Miztard.

“Aku akan carikan kontrakan untukmu, sementara kau tinggallah di situ.”

Ran tertegun, ternyata Miztard tahu kalau dia diusir dari rumah. “Terima kasih.” Ran tersenyum lebar, tidak ada alasan untuk menolak tawaran Miztard.

Kini Ran dan Miztard dan Ran duduk di kursi kontrakan yang dibayar oleh Miztard, Ran masih dengan baju basahnya karena dia tidak membawa pakaian lain selain apa yang ia pakai.

“Aku akan suruh orang untuk membeli pakaian untukmu,” tawar Miztard.

“Tidak perlu, nanti aku suruh adikku saja untuk membawakan pakaianku.”

“Terlalu lama, kau bisa masuk angin.”

“Tidak apa-apa, masuk angin tidak membuatku mati.”

“Tapi-”

“Kak,” potong Ran sebelum Miztard menyangkalnya lagi.

“I-iya?”

“Kaka tidak jijik denganku?”

Ekspresi Ran datar, matanya menatap gelas yang sekarang ia pegang, hal itu malah terkesan memilukan bagi Miztard yang melihatnya.

“Kau diancam Arif, kan? Aku tahu itu, mana bisa aku menganggap gadis yang berkorban demi keluarganya menjijikkan.”

Ran tersentuh, ternyata Miztard mengetahui masalahnya sampai sejauh itu.

“Dari mana Kaka tahu?”

“Kalian berbicara di dekat mobilku waktu itu, kebetulan aku ada di dalamnya.”

“Mobil Kaka? Bukannya mobil Kaka berwarna silver, ya?”

“Mobilku rusak dibawa ke bengkel papanya Arif, aku membawa mobil lain. Makanya Arif tidak sadar kalau aku ada di dalam mobil itu.”

“Karena itu bukan mobil Kaka?”

“Iya, itu mobil mama.”

Ran mengangguk mengerti, entah suatu keberuntungan atau apa, tapi setidaknya dia mendapat pengertian walaupun hanya dari satu orang saja.

Sedangkan di tempat lain, Guren terus mengetuk pintu kamar Pasya. Gadis itu tidak mau membukakan pintu namun suara tangisnya terdengar begitu keras hingga membuat sumpah buruk untuk Ran.

“Pasya dengarkan aku.”

“Pergi!”

Guren sudah cukup lelah memanggil Pasya, sebelum ia kembali pulang setidaknya ada perkataan yang sedikit menenangkan Pasya.

Terpaksa Merebut Calon Suami KakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang