Mendengar kabar Guren sudah sadar, keluarga Guren dan juga papa mama Ran berdatangan untuk menjenguk satu persatu. Di sinilah Ran akan menjadi babu untuk menuruti keinginan mereka.
Seperti : Ran pergi ambil ini, Ran ambil itu, Ran kau sudah mencuci pakaian Guren? Ran suruh suster mengantar makanan, cepat! Ran, Ran, Ran, dan seterusnya.
Hal itu berlangsung beberapa hari hingga tibalah saat giliran kekek yang berkunjung bersama cucu andalannya, Miztard.
“Hai Ran, kau tampak lelah,” sapa Miztard di saat Ran yang tidak menyadari keberadaan mereka tengah duduk mendongakkan kepala di langit-langit.
Ran langsung memperbaiki posisi. “Kakek, Kak Miztard, kalian juga datang.”
“Iya, kami baru sempat hari ini.”
“Oh begitu ya, kalian butuh apa? Aku akan-”
“Tidak usah repot-repot, Ran. Kami di sini cuman sebentar,” potong Miztard cepat, dia tidak ingin membuat Ran tambah lelah. Di lihat dari sisi mana pun siapa yang tidak akan menyadari bahwa gadis itu sudah sangat capek.
Kakek menghela napas berat, matanya melirik Ran kemudian berujar, “Ran kau pulanglah, biar Miztard yang di sini.”
Tawaran itu menggoda Ran, tapi dia takut Muti datang dan memarahi Ran karena tidak menjaga Guren.
“Tidak apa-apa, Kek. Aku di sini saja.”
Guren yang pura-pura tidur mendengar pembicaraan mereka, pria itu juga ingin Ran pulang karena dia merasa terganggu dengan keberadaan Ran.
Ini kesempatan untuk menjauhkan Ran darinya, Guren pun membuka mata. “Pulanglah,” katanya.
“Tapi-”
“Aku antarkan kau pulang, Ran. Ayo.” Miztard menarik Ran keluar, bahkan buku-buku Ran masih tertinggal di atas meja.
“Bukuku.”
“Lupakan soal itu, dua hari ini kau istirahat saja.”
Tinggallah Guren dan kakek di ruangan itu, awalnya mereka hanya diam-diaman, memang hubungan mereka tidak begitu baik.
Guren selalu membuat masalah, karena itu kakek sering memarahi dan mung hukum Guren. Karena itu di antara mereka saling menyimpan kesal satu sama lain.
“Kenapa?” tanya kekek tiba-tiba.
Guren yang tidak tahu maksud kakek, menyipitkan mata sebab tidak mengerti.
“Kenapa, apanya?”
Sorot mata kekek begitu tajam menyoroti Guren tidak ada rasa iba walaupun cucu nakalnya itu sedang sakit.
“Apa maksud tatapanmu, Kek?”
“Jujur saja, kau sering memukuli Ran, ‘kan?”
Guren mengepalkan tangan dari balik selimutnya, dia memiliki pendapat sendiri atas pertanyaan si pria tua. “Ran mengadu?”
“Aku hanya menebak, sepertinya benar, ya. Kau tidak akan berkata seperti ini jika kau tidak memukul Ran.”
Ternyata kakek mencari jawaban dari pertanyaannya yang ia lontarkan untuk Guren. Guren tidak bisa mengelak lagi sekarang.
“Setelah kau pulih nanti ceraikan Ran. Statusmu sebagai mantan suami sudah cukup untuk membela keluarga kita jika Ran mengancam.”
Guren terdiam, dia tidak memberi respons atas pernyataan kekek. Pria itu kembali memejamkan mata agar kekek berhenti bicara dengannya.
“Atau aku saja yang mengurus perceraian kalian sekarang?”
“Jangan ikut campur!” gertak Guren, dia terduduk tidak peduli dengan sakit yang ia rasakan akibat pergerakan itu.
Kekek tersenyum remeh. “Aku akan pergi.” Kakek pun beranjak dari duduknya.
“Ya, pergi sana,” usir Guren.
Namun kakek berhenti kemudian berbalik. “Aku pergi untuk mengurus perceraianmu.”
“Berhenti!” teriak Guren tidak terima.
Pria tua itu terus berjalan tidak peduli dengan teriakan Guren hingga dia sudah hilang di balik pintu.
“Kekek, kubilang berhenti! Jangan ikut campur urusanku.”
Selanjutnya Guren mencabut paksa infus, karena kakinya sulit bergerak, Guren pun sengaja menjatuhkan diri dan merayap untuk mengejar kakek.
“Kakek!”
Suara Guren begitu keras hingga kakek berhenti dan berbalik. “Astaga! Kenapa kau keluar?!” Alangkah terkejutnya kakek melihat Guren di depan pintu dengan posisi seperti buaya.
“Aku tidak akan memukul Ran lagi, aku janji kakek,” isak Guren memohon dengan kepala yang luruh dengan lantai.
Untuk sesaat kakek tercengang, cucunya yang paling keras kepala memohon sampai mengeluarkan air mata ini seperti sebuah keajaiban.
“Miztard bilang kau tidak memberikan Ran uang sepeser pun, dia jadi bekerja di indomaret karena itu, apa gunanya kau menjadi suaminya? Lebih baik cerai,” ungkit kekek.
“Selanjutnya aku akan berikan dia uang, jangan urus perceraianku,” lirih Guren tampak menyedihkan.
“Janji?”
“Janji.”
“Baiklah, aku tidak akan ke pengadilan sekarang, tapi bila kau main tangan juga tidak memberikan dia material maka aku pastikan kalian pisah.”
Guren setuju atas persyaratan kakek, entah apa yang salah dari pria keras kepala itu, yang jelas untuk saat ini Guren tidak ingin dengar kata cerai keluar dari mulut siapa pun.
Selanjutnya kakek meminta beberapa orang untuk memindahkan Guren kembali ke tempat awal.
Pukul 19.00, Ran bersiap untuk pergi ke indomaret, sudah lama dia tidak masuk kerja, entah dia akan di pecat atau apa nanti.
Saat Ran sampai, ternyata sudah ada gadis lain yang menjaga meja kasir, itu artinya bos sudah mengganti karyawan.
Kebetulan ada bos di sana, Ran langsung menghampiri pria berkumis tebal itu. “Bos,” panggil Ran.
“Oh, Ran. Ke mana saja kau selama ini?”
“I-itu aku-”
“Maaf Ran, tapi kami sudah mencari penggantimu. Aku akan berikan gajimu yang lalu.”
“Tidak bisakah aku bekerja lagi?” tatap Ran penuh harap, dia tidak tahu harus mencari uang di mana lagi dengan statusnya yang sibuk kuliah.
Bos menggeleng pelan, mata pria itu kemudian melirik Mona, pegawai barunya. “Ran kau memang mendatangkan banyak pelanggan pria ke sini, tapi alasan itu tidak cukup bagiku untuk memecat Mona dan menyambutmu kembali. Mona adalah gadis yang rajin dan amanah, bapaknya baru saja meninggal, sebagai anak sulung, Mona bekerja untuk membantu ibunya menafkahi keluarga.”
Hati Ran rasanya tercubit, dia kasihan dengan Mona, tapi bagaimana dengan nasib Ran selanjutnya?
Walaupun Ran punya keluarga yang lengkap serta suami, tetap saja Ran seperti seorang sebatang kara.
“Ran ini gajimu, terima kasih atas kerja kerasmu bersama kami.”
Dengan begini Ran resmi dipecat, tidak ada alasan lagi Ran untuk tetap di sini. Gadis itu pun melangkah keluar, ini memang salahnya, atau salah Guren yang sakit?
“Di mana lagi aku harus mencari kerja?” Alhasil Ran bingung sendiri, tidak banyak orang yang mau menerima pekerja paruh waktu di kota ini, menurut mereka itu merugikan.
Tidak bisa begini, aku harus cari kerja lain besok atau kelak aku mati kelaparan, belum lagi biaya sekolah.
Kepala Ran mumet sendiri, biaya semesternya belum di bayar, belum lagi tugas-tugas yang membutuhkan uang dalam pekerjaannya.
Oh Tuhan, apakah menyenangkan menonton kami yang kesusahan dari atas sana? Kau pasti menikmati kehidupan kami seperti sebuah drama.
Di saat sakit hati seperti ini Ran hanya bisa mengeluh pada tuhan, teman bicara yang tidak menjawab pertanyaan melalui kata.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Merebut Calon Suami Kaka
Romance"Jangan bermimpi Ran, aku tidak akan menikahimu," kata Guren yang malam ini dijebak oleh Ran untuk bermalam dengannya. Ran adalah gadis ceria, namun di mata semua orang Ran adalah sosok gadis jahat yang tega menjebak calon abang iparnya sendiri. Na...