“Bohong,” tekan Guren, tidak mau mempercayai alasan Ran.
“....” untuk sesaat Ran diam. Hanya suara Guren yang menuduh Ran sebagai cewek murahan saja yang terdengar. Ah lelah, padahal beberapa hari ini hinaan itu sudah tidak terdengar, dan sekarang kembali dilontarkan.
“Memangnya apa urusanmu?” Ran menunduk tidak berani menatap. Kata-kata itu muncul bersama dengan air mata yang jatuh. Tangannya mencekam ujung rok, menahan gejolak sakit yang ia rasakan.
Sedangkan Guren berhenti menghina Ran. Benar kata Ran, memang apa urusan Guren dalam hidup Ran? Bukankah dia sendiri yang bilang untuk tidak ikut campur urusan masing-masing?
Sial. Pria itu memaki dirinya sendiri dalam benak. Hingga satu jam kemudian tidak ada lagi suara di antara mereka padahal mereka masih berada di posisi yang sama.
“Apa kakimu sudah merasa lebih baik?” tanya Guren tiba-tiba, memecahkan keheningan.
Ran mendongak dari tunduknya. Baru saja Guren membuktikan bahwa dia percaya, kan? Ran mengangguk sebagai jawaban kemudian kembali menunduk.
“Mau sampai kapan kau duduk di situ? Kamarilah.”
Kaki Ran bergerak begitu saja mengikuti perintah Guren. Sampai di hadapan Guren, pria itu menatap Ran lama membuat Ran memundurkan langkahnya sebab takut. Ingatan saat Guren memukulnya sampai pingsan masih berbekas di ingatan Ran.
“Kenapa mundur? Duduk di sini.” Guren menepuk bagian sebelah ranjangnya sebagai syarat.
“Di si-situ?” Ran memastikan. Itu ranjang Guren, terlalu aneh jika Ran duduk di situ sedangkan hubungan mereka saja buruk.
Tapi Guren menatapnya dengan artian bahwa dia tidak akan mengulangi perkataannya. Cepat, atau dia akan marah lagi!
Ran bergerak pelan naik ke atas ranjang, jantungnya berdetak kencang, dia duduk membeku seperti patung yang tidak bergerak saking kakunya Ran.
Berbeda dengan Guren yang santai bagai di pantai. Tidak, sebenarnya dia juga gugup tapi dia bisa menyembunyikan dengan sangat baik.
“A-aku harus apa di sini?”
Ran menoleh, langsung Ran menunduk untuk menghindari kontak mata. Guren kecewa Ran menghindarinya, tapi dia mencoba cuek. “Tidak ada. Kau tidur saja di situ,” ucapnya tidak meragu sama sekali.
“Hah?”
Reaksi Ran langsung dijawabnya. “Jangan salah paham, kau di sini hanya untuk membantuku bergerak. Mengerti?”
Ya, Guren yang tidak bisa bergerak bebas membutuhkan seseorang untuk membantunya. Seperti : Ke kamar mandi, makan, minum, mengambil sesuatu, dan lain-lain.
Semua itu bisa dijadikan alasan untuk menahan Ran di sisinya.
“Baiklah, apa kau sudah makan dan minum obat?”
Guren diam. Ran melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh malam lebih, seharusnya Guren sudah makan tapi mengingat ia baru pulang, pasti Guren belum makan. Ran turun hendak pergi ke dapur untuk melihat apa yang bisa dia sajikan.
Langkah Ran terhenti, dia ingat kulkas di rumah ini hanya pajangan kosong yang tidak digunakan dengan baik fungsinya. Sebelum keluar dari pintu kamar, Ran mengintip isi tasnya, setelah itu dia tampak lemas. Guren menyadari itu.
“Pakai kartuku,” saran Guren.
Ran berbalik dan pergi mengambil dompet Guren sesuai dengan instruksi pria itu, setelah dapat Ran menarik napas panjang melihat kartu Guren dengan nanar.
“Aku akan membeli kebutuhanmu saja,” tuturnya.
“Beli juga keperluanmu ... kau boleh menggunakannya sesuka hatimu,” cicit Guren setelah terjeda sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Merebut Calon Suami Kaka
Romance"Jangan bermimpi Ran, aku tidak akan menikahimu," kata Guren yang malam ini dijebak oleh Ran untuk bermalam dengannya. Ran adalah gadis ceria, namun di mata semua orang Ran adalah sosok gadis jahat yang tega menjebak calon abang iparnya sendiri. Na...