Santai Sejenak

39 44 4
                                    

Laras memberikan usulan kepada Sirna.

"Lebih baik esok hari saja kita menjenguk Liska ke rumahnya," usul Laras. Sirna bertanya, "Kenapa harus esok hari? Kamu bilang hari ini kita ke sana?" Laras memberikan penjelasan, "Waktuku sangat sibuk untuk hari ini karena ingin mengasah kembali kemampuan ilmuku agar benar-benar meningkat dan lagipula besok aku sudah melakukan puasa mutih terakhir." Sirna menjawab, "Yasudah ... Aku ikut saja denganmu."

Laras merangkul Sirna sembari mengatakan, "Kamu teman terbaik dalam hidupku." Sirna tersenyum malu mendengar perkataan Laras lalu menjawab, "Tidak usah seperti itu, Laras." Laras menatap senyum pada Sirna.

Laras dan Sirna saling bertukar pikiran dan membicarakan perihal strategi untuk menyelamatkan nyawa Liska, sekaligus merencanakan untuk menjenguk Liska ke rumahnya.

Laras sangat serius ketika mengobrol dengan Sirna, dari pagi hingga menjelang sore.

Ketika sudah hampir menjelang magrib, Sirna pamit pulang kepada Laras. "Ras? Sekarang sudah hampir malam dan aku harus cepat-cepat pulang sebelum Ibuku datang ke sini untuk menjemputku," pamit Sirna.

Laras mempersilakan Sirna pulang.

"Silakan, Sir. Kalau kamu mau pulang sekarang." jawab Laras memperbolehkan.

Sirna tersenyum lalu kembali mengatakan, "Yasudah ... Soalnya sekarang waktunya sangat singkat dan tidak bisa keburu."

Laras mempersilakan Sirna untuk pulang, Sirna langsung bergegas pulang ke rumahnya seorang diri.

Laras saat itu yang masih diteras ia langsung masuk ke dalam rumah, kemudian duduk bersantai di kursi area ruang tamu.

Laras melihat sang Ibu sudah menyiapkan makanan dimeja, serta Ipul yang sedang duduk dikursi ruang tamu sedang membaca koran.

Laras melihat jam yang berada disekitar ruang tamu.

"Ternyata sudah pukul enam sore, toh? Waktunya benar-benar sangat singkat," celetuk Laras mengeluh.

Ibu menyahut, "Kamu sudah berbuka puasa?"

Laras menjawab, "Baru saja Laras mau ambil nasi putih, Buk."

Ketika Laras hendak beranjak pergi ke dapur, tiba-tiba saja Ibu bertanya.

"Mau ke mana kamu?" tanyanya. Laras menyahut, "Ambil piring." Pandangan Ibu beralih ke meja dan Laras pun menatap Ibu yang sedang melihat ke meja.

"Astaga! Aku lupa ternyata sudah ada piring di meja," ucap Laras sembari menepuk jidatnya.

Laras mengambil piring yang sudah diatas meja, dan menyendok nasi yang sudah ada dalam wadah bakul.

Ia langsung menyantap nasi tanpa lauk hingga habis, sekaligus menengguk air putih sampai tak tersisa.

Selesai makan tiba-tiba saja Laras merasakan hawa yang aneh, tidak seperti biasanya ia mengalami hal itu.

Laras merasa bahwa kemampuan ilmunya sudah semakin meningkat dan sudah terisi penuh dengan energi yang diberikan oleh mbah Sarjan kepadanya.

"Rasa yang aku alami saat ini begitu berbeda ... Tidak seperti biasanya seperti ini," gumamnya.

Waktu semakin cepat Laras langsung beranjak masuk ke dalam kamar. Sebelum tidur ia mulai meditasi kembali untuk menjernihkan pikiran dan hatinya.

Laras melakukan meditasi selama satu jam, selama dalam bermeditasi ia sudah mampu mengendalikan sukmanya bahkan berhasil melihat raganya sendiri yang sedang berduduk sila ditemani oleh sosok ular besar dibelakangnya.

Setelah satu jam melakukan meditasi, Laras mendadak merasa lemas dan kantuk. Ia membuka matanya kembali dan menyelesaikan meditasi yang sedang dirinya lakukan.

Laras langsung membaringkan tubuhnya di kasur lalu tertidur pulas. Semua orang sudah beristirahat tertidur pulas pada malam itu termasuk Laras.

Keesokan harinya ketika menjelang pagi, Laras terbangun dan ia terdiam lamun sejenak untuk mengumpulkan energi yang ada di dalam dirinya.

"Sudah menjelang pagi saja," celetuk Laras.

Dirasa energinya sudah cukup membaik, Laras langsung bergegas mengambil handuk lalu pergi mandi.

Selesai mandi Laras beranjak masuk ke dalam kamarnya. Ia membuka lemari kemudian mengambil pakaian yang ingin ia pakai seperti biasa.

Di saat sudah rapih, Laras langsung bergegas membuka jendela kamar. Ia menghirup udara segar dan sejuk dipagi hari, dengan pemandangannkabut pagi terlihat jelas dari pandangannya melalui jendela.

"Adem dan sejuk udaranya," ujar Laras.

Seperti biasa Laras bergegas keluar dari kamar lalu duduk bersantai di kursi yang berada di ruang tamu. Laras melihat ke sekeliling ruangan yang ada di rumahnya.

Tak lama kemudian Ibunya keluar dari kamar lalu menghampiri Laras yang sedang bersantai di ruang tamu.

"Sekarang kamu masih menjalani puasa mutih tidak?" tanya sang Ibu.

Laras menjawab, "Masih, Buk. Sekarang aku sedang menjalani puasa mutih terakhir."

Ibu yang baru saja ingin menawarkan Laras untuk sarapan tiba-tiba saja tidak jadi.

"Baru saja Ibu ingin membuat sarapan untukmu hari ini ... Ibu tidak tahu kalau kamu masih menjalani puasa," ujar Ibu kepada putrinya.

Laras menatap sang Ibu dengan menebar senyuman seraya berkata, "Hari ini puasa terakhirku, Buk. Aku menjalani puasa mutih selama tiga hari saja."

Ibu melontarkan pertanyaan, "Kenapa kamu tidak berpuasa selama tujuh hari saja?" Laras menjawab, "Aku hanya kuat tiga hari." Ibu mengelus rambut Laras lalu berkata, "Tidak apa-apa asalkan niatmu baik."

Ipul keluar dari kamar dan menghampiri Ibunya yang sedang bersama sang Kakak.

Ipul duduk di kursi samping Laras.

"Ibu tidak membuatkan kami sarapan?" tanya Ipul memastikan. Laras celetuk, "Pikiranmu hanya makan saja." Ibu menyahut, "Laaraaass ... Sudah jangan mengejek adikmu lagi."

Ibu menjawab ucapan Ipul yang menanyakan sarapan. "Kamu mau sarapan apa?" tanya Ibu menawari.

Ipul menjawab, "Terserah Ibu saja ... Aku sudah sangat lapar." Ibu bergegas ke dapur dan meninggalkan mereka berdua di ruang tamu.

Laras seringkali menjahili adiknya, bahkan sering mengejeknya sampai Ipul geram kepada Laras.

"Bisa tidak kamu berhenti menjahiliku? Bisa berhenti tidak!" geram Ipul menggertak Laras.

Ipul melirik Laras dengan penuh emosi dan kesal yang dia tahan kepada Laras.

Laras terdiam membisu ketika ia mendengar adiknya menggertak dirinya.

"Aku baru kali ini melihat adikku sangat marah kepadaku," batin Laras bergumam.

Ipul yang mampu mendengar suara hati kakaknya itu tiba-tiba dia celetuk bicara. "Tidak usah kaget seperti itu ... Aku memang sudah sangat marah kepadamu!" kesalnya.

Laras heran ketika ia mengetahui jika adiknya turut mengetahui suara hatinya, muncul rasa penasaran pada dirinya kepada Ipul.

Laras memberikan pertanyaan, "Apakah kamu bisa mendengar suara hatiku?"

"Kamu sudah mengetahui hal itu sehingga aku tidak menjawab pertanyaan darimu lagi," ketus Ipul memberikan jawaban.

Laras mencubit pipi adiknya itu dengan geram.  "Rasakan cubitanku!" geram Laras. Saat Ipul hendak membalas cubitan sang kakak, tiba-tiba saja Ibu menghampiri mereka berdua dengan membawa satu piring nasi yang sudah tersedia lauk tempe goreng dan sambal pedas.

Ipul menikmati hidangan sarapan yang dibuat oleh Ibu, sehingga dia tidak membalas kejahilan Laras. Mereka bertiga duduk bersantai diruang tamu.

Ketika sedang bersantai tiba-tiba saja Laras teringat sosok Richard yang dahulu pernah menghampiri dirinya.

"Mengapa tiba-tiba saja aku baru teringat sosok Richard yang pernah menemuiku di sini? Akan tetapi aku tidak ingin berurusan lagi dengannya," gumam Laras kembali.

SUKMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang