Kehilangan

39 39 0
                                    

Setelah memberikan kabar kepada keluarga besar, Ibunda Rara mengunjungi rumah para tetangga dan memberitahu agar datang ke rumahnya di hari itu juga. Tak lupa sang Ibu, menghampiri marbot musholah. Ibu memberitahu kepada marbot langgar (musholah) agar mengumumkan kematian putrinya di musholah.

Selesai ke musholah, sang Ibu bergegas pulang ke rumah. Betapa terkejutnya sang Ibu, ketika melihat keluarga besarnya datang sekaligus para tetangganya yang lain. Bendera kuning dan putih sudah terpasang di depan rumah, Ibu beranjak masuk ke dalam kamar. Ternyata Ratu dan Rara sudah tidak ada di dalam kamar.

Sang Ibu keluar dari kamar putrinya, kemudian bertanya kepada salah satu warga yang sudah ada di dalam rumah. "Sampeyan lihat putriku, ndak?" tanya Ibu memastikan. Warga yang melihat langsung memberikan jawaban, "Tadi aku lihat jenazah putrimu uwes di gotong ke tempat pemandian jenazah untuk di mandikan." Rara sudah di bawa ke tempat khusus pemandian jenazah.

"Antarkan aku ke sana," pinta Ibunda Rara. Sang Ibu langsung bergegas menuju tempat pemandian di antarkan oleh salah satu warga yang mengetahui tempat pemandian tersebut. Di saat itu, Ratu turut memandikan jenazah Rara. Sang Ibu terkejut, ketika melihat jenazah putrinya tersenyum dan wangi aroma minyak wangi misk.

"Masyaa Allah ... Kematianne apik tenan," celetuk salah satu warga yang turut menyaksikan sekaligus memandikan jenazah Rara. Ibunda turut memandikan jenazah Rara. Sang Ibu menangis bahagia ketika melihat kondisi Rara yang sudah wafat. Ibu bergumam, "Suwargo menantimu, Nduk."

Selesai memandikan jenazah Rara, mereka langsung membungkus tubuh Rara dengan kain kafan sebanyak lima lembar kain. Setelah itu, jenazah Rara di bacakan yasin oleh para pelayat yang datang. Kemudian di bawa ke masjid yang terletak dekat dengan musholah untuk di solatkan.

Setelah di solatkan, jenazah Rara di masukkan ke dalam keranda. Kemudian di gotong ke tempat pemakaman umum, Ibunda Rara menangis tak henti-henti sampai merasa terpukul ketika kehilangan putri satu-satunya. Ratu turut kehilangan sahabat terbaiknya yang seringkali menolong dirinya, dia tidak bisa berkata apapun yang di ingat dalam pikirannya hanyalah wejangan dan pesan-pesan nasihat dari Rara.

Pembawa keranda tidak merasakan berat, bahkan mereka menggotongnya dengan sangat cepat berlari kecil. Setelah sampai di pemakaman, keranda di turunkan. Kemudian jenazah Rara di gotong lalu di turunkan ke tempat lubang kuburan yang sudah tersedia. Tali ikatan kepala di lepas oleh para penggotong jenazah, kemudian di arahkan ke kiblat. Lalu di posisikan dengan baik dan di tutup satu persatu oleh kayu-kayu kecil.

Kemudian di kuburkan, semua orang yang melayat langsung menaburkan bunga di atas kuburan sekaligus menyirami pakai air khusus untuk kuburan. Mereka mendoakan jenazah Rara yang di pimpin oleh Kyai dan Ustadz. Sang Ibunda Rara menangis histeris seakan-akan tidak menerima kehilangan sosok putrinya, keluarga besar yang berada di sana langsung menenangkan Ibunda Rara. "Istighfar sampeyan ... Ikhlaskan putrimu iku," ucap pesan Kyai.

Ratu yang melihat Ibunda Rara seperti itu, dia langsung menghampiri lalu memeluk sang Ibu. "Ikhlaskan, Buk. Tenang saja, aku akan selalu berbakti kepadamu senajan sampeyan bukan Ibu kandungku," ucap Ratu menenangkan. Ibunda Rara merespon dengan pelukan pula. Seraya berkata, "Maturnuwun, Nduk." Ratu mengusap air mata Ibunda Rara, lalu tersenyum menatap wajah sang Ibu.

Selesai berdoa, Ibunda Rara dan Ratu pulang dari pemakaman bersama para pelayat lainnya.

SUKMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang