Bab 19: Ada yang Merayu

117 14 0
                                    

Selamat Kamis optimis, Sahabat ♥️ Ketemu lagi dengan Farhan dan Kalila. Enjoy reading bab ini ya. Semoga suka. Makasih juga yang sudah berkenan ngasih bintang. Ditunggu komentarnya 😁

***

Setelah beberapa malam tidur terpisah, Kalila di kamar dan Farhan di ruang tengah, akhirnya Wisnu berhasil mengusir Farhan dan memaksanya tidur sekamar dengan putrinya. 

"Aku sudah sehat. Kalian terlalu berlebihan." Wisnu berdiri di depan pintu kamarnya dengan kedua tangan bersedekap. Bola matanya menatap galak Farhan dan Kalila. 

"Nanti kalau Papa butuh sesuatu, kami nggak denger." Kalila ngeyel.

"Papa bisa mengambil sendiri, Lila. Papa masih kuat mengelilingi rumah ini."

"Tapi …."

"Pokoknya kalian tidur di kamar atau Papa pergi?"

"Astagfirullah. Papa mau pergi ke mana?" Kalila berseru panik. Didekatinya Wisnu lalu memegang lengannya.

"Terserah Papa." Wisnu melengos. 

Farhan mendekati Wisnu. "Iya, Prof. Nanti saya tidur di kamar." Ia menggaruk kepala. Gugup.  

"Satu lagi." Tatap galak Wisnu tertuju pada Farhan. "Di kantor aku memang seniormu. Tapi di rumah ini kamu anakku. Jangan panggil prof di rumah."

Farhan meringis. "I-iya, Pa." 

"Bagus." Wisnu berbalik lalu masuk kamar dan menguncinya dari dalam meninggalkan Farhan dan Kalila yang saling pandang dengan canggung. 

"Nggak apa-apa, Bang. Tidur saja di kamar," ujar Kalila kemudian. Ia melakukannya semata-mata karena tidak ingin mengecewakan Wisnu. Haryo mengatakan, walaupun arsenik di dalam darah bisa dikurangi atau bahkan dibersihkan, tetapi sebagiannya sudah mengendap di jantung dan paru-paru Wisnu. Pria itu bisa mati kapan saja karena kerusakan dua organ vital dalam tubuhnya. Kalila tidak ingin mengecewakan Wisnu di hari-hari terakhirnya. 

"Aku perlu bawa kasur ke kamar?"

"Tidak usah. Kasur di kamar cukup untuk kita." Kalila berlalu dari hadapan Farhan dengan membawa hati yang penuh kecamuk. Tiba waktu baginya untuk berdamai dengan kenyataan karena ia memang tidak bisa mengingkari takdir. Farhan sudah menjadi suaminya. Suami yang diinginkan papanya. Suami yang disayangi sang papa. 

"Aku akan tidur di bawah kalau kamu tidak mau." Farhan duduk di tepi tempat tidur, di belakang Kalila. Perempuan itu sedang menghadap cermin, melepas satu per satu peniti di jilbabnya. 

"Tidak usah, Bang. Nanti Bang Farhan masuk angin." Kalila bertemu pandang dengan Farhan di cermin. Tidak ada yang kurang dari Farhan. Seharusnya ia bisa menerimanya tanpa syarat. Toh, ia tidak sedang menunggu siapa pun atau menjalani pernikahan kontrak seperti di novel-novel online. 

"Terima kasih." Farhan tersenyum meski nada bicaranya terdengar kaku. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, tetapi ia berharap dengan tidur satu kamar bisa mendekati dan meluluhkan hati Kalila. 

"Untuk apa?" Kalila berbalik. Satu peniti masih mengaitkan kain di bawah leher sehingga jilbabnya belum terlepas. 

"Karena aku boleh tidur di sini." Senyum di bibir Farhan kembali terbit. 

Kalila membalas senyum Farhan dengan canggung. Lalu, diambilnya kerudung kaus di gantungan baju dan pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Ia membaringkan tubuh di ranjang tanpa berkata apa pun lagi pada Farhan. Pria itu sedang duduk di atas ranjang dengan kaki selonjor dan laptop di atas pahanya. 

Sempat melihat jarum jam dinding sesaat, Kalila memiringkan tubuh, membelakangi Farhan, lalu memeluk gulingnya. Besok ia harus bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan dan bekal Farhan. Kalila berpikir, dengan mengerjakan tugas-tugasnya sebagai istri, lambat laun ia akan bisa menerima Farhan.

Asmaradhana (Sudah Tamat di Karyakarsa dan KBM App)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang