"Kamu jadi OB di kantorku?" sembur Farhan tidak lama setelah duduk di kursi makan. Di hadapannya tersaji sepiring nasi goreng petai dan ampela serta segelas air putih. Ada sepiring kecil berisi irisan timun, tomat, dan kol.
"Sejak kapan? Bagaimana kamu bisa diterima? Kantorku hanya bekerja sama dengan perusahaan outsourcing dan kamu tiba-tiba ada di sana?"
Eda belum membuka mulut. Ia menyibukkan diri dengan memotong seledri dan menaburkannya bersama bawang goreng di atas nasi.
Farhan hanya bisa menahan rasa ingin tahu sampai-sampai seperti menahan bisul yang nyaris pecah.
"Aku tidak suka petai." Farhan mengubah topik pembicaraan.
"Aku sengaja." Eda berujar santai. Ia mulai menyendokkan nasi ke mulut. "Kamu bisa menambahkan sambal. Jadi petainya tidak terlalu terasa."
"Aku tidak akan memakannya." Farhan mengambil irisan petai dan menyisihkannya dalam cawan kecil.
"Kapan kamu jadi OB?"
"Seminggu yang lalu."
"Aku tidak pernah melihatmu."
"Aku tahu pada tanggal 12 jam sebelas kamu makan di kantin dengan mahasiswi yang naksir kamu."
"Aku tahu kamu …."
"Stop! Kamu memata-matai aku!"
"Bukan memata-matai, tapi sebagai dosen di sana, kamu otomatis masuk radarku."
"Kamu keterlaluan!" Farhan berdiri lalu berdiri menghadap wastafel dengan kedua tangan bertumpu pada tepi meja dapur. Dadanya turun naik dan kepalanya sedikit tertunduk. Ia tidak suka siapa pun mengorek-ngorek hidupnya, termasuk Andromeda.
"Sori, Bro. Kebetulan aku melihatmu."
"Hargai privasiku."
"Oke, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud memata-matai kamu. Bukan kamu target operasiku."
Sekian detik berikutnya Farhan masih berdiri. Sementara Andromeda meneruskan makan.
Bara di hati Farhan perlahan padam setelah ia mengatur napas dan mencuci muka.
Keduanya masih makan dalam diam sampai piring masing-masing kosong. Farhan sibuk menyisihkan petai dan mengunyah makanan sementara Eda makan sambil mencorat-coret sketchbook.
Bara di hati Farhan perlahan padam seiring habisnya nasi dari piring. Farhan mengambil apron kemudian mencuci bekas makan mereka sementara Eda membereskan meja.
"Aku tidak suka dengan satu dua temanmu." Eda menyebut tiga nama dosen. "Mereka memperlakukan OB seperti Inggris memperlakukan tanah jajahannya."
Pembicaraan kembali bergulir. Ketegangan di antara keduanya sudah lumer.
Farhan tertawa. "Baru satu minggu. Bagaimana dengan aku yang sudah bertahun-tahun dengan mereka."
"Kamu bukan OB."
"Sama saja. Mereka berbuat begitu juga pada kami juniornya."
"Syukurlah. Aku tidak sendiri."
Farhan mencibir. "Berapa lama kamu jadi OB?"
"Sesuai kontrak. Enam bulan. Paling lama setahun."
"Gajimu sebagai polisi kurang?"
"Kamu tahu ini bukan soal gaji." Eda meletakkan sketchbook di depan Farhan. Diperlihatkannya gambar Wisnu dan Kalila.
"Kapan kamu dan Prof. Wisnu menangani kasus PLTA?"
"Kira-kira setahun lalu. Waktu itu, proyek itu masih dalam tahap perencanaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaradhana (Sudah Tamat di Karyakarsa dan KBM App)
عاطفيةJudul di KBM: Mendadak Ijab Sah Kalila memiliki impian sendiri tentang pernikahan yang akan dijalani dengan Haiyan, salah satu seniornya di klub teater. Lelaki itu berjanji akan datang melamar dalam jangka waktu satu tahun setelah tabungannya cukup...