Bab 8: Di Persimpangan

92 9 0
                                    

Selamat hari IdulAdha, Sahabat. Semoga cerita ini bisa menemani cuti bersama teman-teman semua ♥️

***

Kalila tidak merasa senang mendengar ucapan Haiyan. Ia justru kasihan dan tidak enak hati pada Gea yang masih berdiri tidak jauh di belakang Haiyan. Ia dan Gea selama ini berteman meski tidak cukup dekat. Sebagai sesama perempuan, Kalila bisa merasakan sakitnya dipermainkan. Sialnya, mereka jadi korban laki-laki yang sama.

Di samping Miranti, Gea menatap Haiyan dengan mulut terbuka dan bibir bergetar. Ada luka menganga pada manik hazel yang terlihat seperti dilapisi air bening. "Kamu tega banget ngomong gitu, Mas!"

Mata-mata manusia di halaman markas Semut Merah kini tertuju pada Haiyan, Gea, dan Kalila. Bahkan jika pohon dan bunga-bunga bisa bicara, mereka pasti sedang menggunjing naskah drama yang menjelma kisah nyata.

Tubuh Haiyan membeku. Pekikan Gea melemparnya dalam situasi sangat sulit. Ia memacu otak mencari jalan keluar dari persimpangan rasa, tetapi gagal. Simpul-simpul saraf di kepalanya mendadak mogok. Akhirnya, dia berbalik dan menatap Gea dengan wajah memucat.

"Aku ...." Sebelum kalimat tuntas keluar dari mulut Haiyan, Gea membalikkan badan lalu berlari menjauh. "Ge, tunggu!" Haiyan melirik Kalila dan gadis itu hanya melengos kemudian mendekati motornya. Pandangan Haiyan tertuju pada Miranti yang hanya mengedikkan bahu. "Shit!" Haiyan mengejar Gea sambil merutuki nasib kenapa harus bertemu Gea dan Kalila pada saat tidak tepat sehingga rencananya ambyar.

"Duh, kenapa jadi runyam gini, La?" Miranti mencegat Kalila. Gadis dengan rambut lurus sebahu itu merasa serba salah. Ia sama-sama dekat dengan Kalila dan Gea.

"Mending kamu cari Gea. Dia pasti sakit banget."

"Tapi, kamu ...." Miranti menggaruk kepala.

"Aku nggak apa-apa. Semua sudah selesai."

"La ...."

"Aku sudah putuskan nerima Bang Farhan." Kalila menghela napas, menutup kaca helm lalu memacu motor menjauhi Miranti. Satu per satu air matanya berjatuhan hingga maskernya basah. Keputusan menutup kisah dengan Haiyan ternyata sangat menyakitkan. Haiyan adalah lelaki pertama yang mengisi hati selain sang papa. Lalu, semua harapan sirna dan cintanya berakhir luka.

Gagal nongkrong di markas, Kalila memutuskan pulang ke rumah. Ia berendam cukup lama di kamar mandi. Belum puas, ia membiarkan badannya diguyur air dari shower hingga menggigil. Bibirnya bergetar dan ujung-ujung jarinya berkerut-kerut. Kalila berhenti ketika kepalanya mulai terasa berat.

Setelah berpakaian dan mengeringkan rambut, Kalila menyeduh teh chammomile dengan tambahan irisan lemon dan daun mint. Dihirupnya aroma mint yang segar lalu meneguk cairan hangat itu perlahan. Lagi-lagi air matanya tumpah. Ia tidak ingin menangisi Haiyan, tetapi juga tidak mampu menahan laju air mata.

Lelah menangis, Kalila meninggalkan cangkir yang masih terisi separuh kemudian membaringkan tubuh di ranjang, mengisi ruangan dengan sedu sedan sampai ia tertidur.

Kalila hanya bangun untuk salat Zuhur dan melanjutkan tidur sampai Asar tiba. Dengan malas ia bangun. Dibiarkannya kamar seperti kapal pecah. Buku-buku berserak di meja dan lantai. Draft skripsinya menumpuk di meja. Ia keluar kamar untuk salat Asar dan menyiapkan makan malam. Ditatanya hidangan di atas meja kemudian mengunci diri di kamar. Ia menempel kertas di daun pintu sebagai pemberitahuan kalau sedang lembur mengerjakan skripsi dan papanya akan maklum dengan tidak mengganggunya.

"La, aku ke rumah kamu, ya." Pesan Miranti masuk saat Kalila usai mendaras Al Quran dan azan Isya sayup terdengar. Entah pesan ke berapa, Kalila tidak menghitung karena Miranti bolak-balik mengirim pesan dan tak satu pun ia jawab.

Asmaradhana (Sudah Tamat di Karyakarsa dan KBM App)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang