Ngetes dulu, besok aku up lagi👍 makasih makasih makasih yang masih mau baca, eh woyyy terhura banget di ghosting 2 bulan loh padahal🧎🏻♀️🧎🏻♀️
Happy reading
"Mba Hanni nginep aja gak sih?", Rengek Junghwan, anak itu masih gelayotan di tangan Hanni, mencegah perempuan itu untuk pulang.
Setelah acara berbeque dan konser dadakan itu selesai dan semuanya sudah dibereskan, Hanni berniat untuk pulang yang tentu saja diantar oleh Hyunsuk, tapi bagaimana melihat anak bungsu di keluarga ini sejak tadi merengek meminta nya untuk tidak pulang malah membuatnya bingung.
"Mba besok harus kerja dek, nanti mba main lagi deh kesini, yah!", Ujar Hanni mengelus surai Junghwan.
"Nikah aja gak sih biar mba Hanni tinggal disini", cerocos jihoon santai membuat Hanni dan hyunsuk terbelalak.
"Bang hyunsuk cepet nikahin mba hanii", rengek Junghwan.
"Cocot mu dek, dikira nikah cuma asal ijab qabul, terus kelar", ucap hyunsuk membuat bibir Junghwan cemberut.
"Nanti kalo bang hyunsuk nikah a'a bakal nyanyi, Panganten anyar, diuk ngarendeng, menang dangdan direnceng renceng", junkyu berjoget ria ala lagu Sunda yang ia nyanyikan.
"Aku aku aku, nanti kalo bang hyunsuk nikah kita nobar", ujar haruto dengan muka jenakanya
Jeongwoo mengernyitkan dahinya "nobar apa?", Tanyanya.
"Nobar malam pertamanya bang Hyunsuk sama mba Hanni", ceplos haruto polos dengan senyum sumringah nya memperlihatkan gigi-giginya yang rapih.
"GOBLOKKK", teriak semuanya serempak.
◍◍◍◍◍●●◍◍◍◍◍
Ditemaram nya jalanan kompleks matahari, sebuah mobil terparkir tepat di depan rumah ber cat hijau, kata Hanni hijau itu warna kesukaan mamah, katanya seger kalo diliat, apalagi dengan Tamanan di depan rumah yang lebih membuatnya terlihat asri, tanaman yang selalu disiram setiap pagi oleh mamah, dengan papah yang duduk di teras dengan secangkir kopi.
Tapi itu dulu sebelum wanita lajang itu datang ke tengah keluarganya, dan ketika papah mulai berani main tangan ke mamah bahkan tidak jarang dia dan arka juga akan menjadi sasarannya.
"Papah lu gak ada di rumah", tanya Hyunsuk, keduanya lama terdiam, Hanni juga belum berniat keluar dari mobil dan beranjak masuk ke dalam rumah.
Tau ketika banyak orang bilang, kemanapun dan sejauh apapun kakimu melangkah, rumah tetap tempat ternyaman untukmu pulang, untuk Hanni itu hanya omong kosong karena nyatanya rumahnya bukan tempat ia pulang, sebaliknya rumah menjadi tempat paling ia benci.
"Nggak ada kayaknya, gak tau dan gak peduli juga",
"Arka juga gak dirumah?", Tanya Hyunsuk lagi.
"Arka mah dimana aja asal tidur, tapi dia tetep ngabarin gw kok, gitu gitu dia penurut tau suk", jawab Hanni, membuat hyunsuk hanya manggut manggut pelan sambil tertawa.
"Eh btw makasih yah, udah ngajakin gw ke rumah, ketemu anak anak juga, tau gak sih hangat banget rasanya, kaya gw tuh berasa orang paling bahagia di dunia ini", ujar Hanni dengan senyuman yang membuat matanya menyipit.
Hyunsuk tertawa pelan "Lebay banget sih lu",
"Lebay lebay pala lu, lu gak tau aja momen kaya gini tuh pengen banget dirasain anak broken home, gw ngewakilin seluruh anak broken home di dunia nih, bahwa mereka rindu banget sama kehangatan keluarga", cerocos Hanni tidak terima hyunsuk bilang lebay padanya.
Hyunsuk hanya tertawa, dia juga paham banget rasanya, dia cuma pengen menggoda hanni.
"Tapi lu beruntung ya suk",
Hyunsuk menoleh menatap manik Hanni yang balik menatapnya "beruntung kenapa?",
"Beruntung udah gak punya orang tua", ucap Hanni sambil tertawa, tapi hyunsuk tau makna tawa itu bukan karena ia bahagia, namun tawa yang menyimpan perih yang bahkan kita tidak bisa lagi melampiaskannya pada tangisan.
"Kalo ngomong tuh yang bener, bersyukur orang tua lu masih ada", hardik hyunsuk.
"Ya buat apa orang tua masih ada juga malah bikin anaknya hancur lebur kaya gini", ujar Hanni pelan, matanya menatap kosong jalanan yang temaram.
"Setiap orang tuh punya luka masing-masing Han, tinggal bagaimana caranya mereka mengendalikan perasaan itu, mau kita sembunyikan atau terang-terangan dan membuat semua orang merasa iba dan kasian pada kita",
Hanni terdiam, menatap wajah hyunsuk yang terlihat semakin tampan ketika sedang serius.
"Yang lu liat mungkin keluarga gw yang sumringah, ceria bahkan mungkin kadang kelakuan mereka di luar kewajaran manusia", hyunsuk terkekeh pelan mengingat bagaimana kelakuan adik adiknya.
"Tapi lu gak liat sisi mereka yang lain, ditinggal oleh kedua orang tua, bahkan di usia kita yang masih sangat membutuhkan pegangan tangan mereka, membuat trauma yang berkepanjangan sampai sekarang, gw yang tau semuanya hann, gimana Junghwan selalu nyalahin dirinya atas kepergian bunda, jeongwoo yang selalu nangis tiap malem, bahkan Jihoon yang kesehariannya kita liat paling bahagia, diam diam dia selalu pergi ke kamar ayah, dan nangis sampai ia merasa tenang", hyunsuk terdiam mengingat bagaimana jihoon menangis di kamar ayah, sampai ia ketiduran "Kadang gw ngerasa buruk banget sebagai Abang",
kenapa jadi mellow anjir", hyunsuk tertawa sambil mengusap matanya yang berair, namun ia terbelalak ketika Hanni tiba-tiba membawanya ke pelukan hangat wanita itu.
"Pundak lu kuat banget yah, gak gampang jadi tulang punggung keluarga dengan serendetan trauma yang lu tahan sendiri, anak-anak bisa cerita ke lu kalau mereka sedang takut atau gelisah, tapi lu? Lu cerita kesiapa suk?", Tanya Hanni, ia bisa merasakan wajah hyunsuk yang semakin terbenam di pundak nya.
"Jadi untuk kali ini biarin gw jadi tempat lu bersandar, ceritain apapun yang lu pengen ceritain, kita sama sama anak pertama yang dipaksa untuk memikul semuanya sendiri", ucap Hanni, namun ia mengernyit ketika ia merasakan pundaknya basah.
"Wait lu nangis suk?", Tanya Hanni.
Dengan wajah masih terbenam di pundak Hanni hyunsuk mendumel "diem lu anjir, siapa suruh puitis banget", ucapnya dengan suara serak.
Hanni tergelak, tangannya terulur mengusap surau hyunsuk lembut.
"Makasih udah bertahan sampai hari ini",
BERSAMBUNG
Love you buat kalian ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
My home
RandomIni bukan tentang bagaimana rumah menjadi tempat mu pulang. Tetapi, bagaimana rumah menjadi tempat dimana mereka yang selalu ada untuk memahamimu, menjadi tempat ternyaman untukmu. lachimolala 2.4