26

396 44 8
                                    


Aku up lagi, yang minta cerita ini dilanjut semoga suka yah🌸



Happy reading






Awan kelabu bergelayut apik di atas langit yang mulai menghitam, mendung siap mencurahkan air hujan ke atas bumi, semilir angin mengibarkan bendera kuning yang tertancap di atas pagar, seolah-olah ikut merayakan duka yang dialami keluarga ini, kerabat dan tetangga mulai berdatangan.

Hyunsuk terpekur di dekat raga seseorang yang sudah terbujur kaku dengan balutan kain kafan, di benaknya, tidak pernah terbayangkan sama sekali bahwa ia akan kembali melihat seseorang yang ia sayangi terbalut kain putih ini, bahkan bayang-bayang kematian ayah masih melekat di ingatannya, ketika ayah juga terbujur kaku ditempat yang sama.

Tidak ada kata pamit, tidak ada pelukan perpisahan, semuanya terjadi begitu saja, seperti air hujan yang jatuh ke bumi, setelah bermenit-menit air mata kembali mengalir di pipinya. Namun, hyunsuk tersentak ketika tangan pak RT menyentuh pundaknya.

"Kita sholatkan dulu junkyu yuk nak!",

Ucapan pak RT kembali membawa hyunsuk pada kenyataan, bahwa tubuh di hadapannya benar-benar sudah tidak bernyawa, tertidur tenang bahkan ketika suasana rumah penuh tangis saudara-saudaranya.

"A'a...", Suara haruto yang bergetar membuat semua orang yang mendengarnya merasa iba, anak itu terus mengusap wajah pucat junkyu, mati-matian agar air matanya tidak jatuh mengenai raga kakaknya.

"A'a gak boleh pergi kak", lirih jaehyuk yang berada di pelukan Yoshi, anak itu menangis sejak tadi bahkan tubuhnya sudah lemas jika saja Yoshi tidak mendekapnya.

Yoshi hanya bisa mengangguk pelan, tangannya membelai rambut adiknya lembut, berusaha menyalurkan rasa tenang yang sebenarnya bahkan tidak ia dapatkan, matanya menatap lurus wajah junkyu yang tenang dalam tidurnya, berharap ada keajaiban ketika tiba-tiba kedua mata itu terbuka dengan senyuman lebar khas junkyu yang selalu ia perlihatkan setiap hari.

Disamping Yoshi, Doyoung terdiam, bahkan tidak menangis walau masih ada berkas air mata mengalir di pipinya, hanya menggenggam erat tangan kakaknya yang semakin dingin, menatap wajah junkyu yang ia pikir ini terakhir kali ia melihat wajahnya, tidak peduli di depannya junghwan yang begitu erat memeluk raga junkyu, menangis sejadinya, bahkan ketika Asahi dan yedam menarik nya, ia menggeleng dan tetap memeluk raga kakaknya.

"A'a biasanya mau cium Wawan kan, cium Wawan sekarang gak papa a, ayo bangun", lirih junghwan.

"Gak boleh gini yuk wan", yedam masih berusaha menarik Junghwan ke dalam pelukannya.

"Gak mau, abis ini kalau aku kangen a'a, aku harus gimana bang??", Anak itu menangis keras, mengundang Iba mata yang memandangnya.

Yedam dan Asahi terdiam, mereka juga tidak tau, bahkan mereka masih menyangkal bahwa ini hanyalah mimpi, raga dihadapannya hanyalah bayang-bayang, a'a masih ada bersama mereka, a'a ada di kamar mandi sambil main hp, lalu bang hyunsuk akan teriak kencang memarahinya, sambutan setiap pagi itu akan terus terjadi. Namun, nyatanya, sekarang mereka berdua duduk terpekur di hadapan raga yang sudah benar-benar tidak bernyawa, junkyu benar-benar meninggalkan mereka.

Ketika ruang tamu diisi oleh tangisan, jihoon dibelakang sibuk membereskan bekas pemandian terakhir junkyu, ia mencoba menyibukkan diri sendiri bagaimanapun caranya, sampai menyiapkan untuk pensholatan junkyu, dan batu nissan yang tertulis diatasanya nama adiknya itu.

"Mas ji", panggil mashiho, ia hanya khawatir melihat jihoon yang sejak tadi tidak berhenti beres-beres yang bahkan bisa dilakukan oleh orang lain.

Lelaki itu menangis hebat saat di rumah sakit, bahkan hampir tak sadarkan diri, tapi saat di rumah dia hanya diam seolah-oleh semuanya hanya ilusi semata, seolah junkyu tidak mati, dan hanya berlibur ke tempat yang jauh.

"Mas ji, jangan gini", ucap mashiho memegang tangan kakaknya, suaranya bergetar karna bagaimanapun ia juga masih belum menerima dengan takdir tuhan, mengapa setelah ayah, sekarang tuhan juga mengambil junkyu dari kehidupan mereka.

Jihoon terdiam, menatap wajah mashiho yang memerah dengan mata sedikit bengkak karna terlalu lama menangis.

Walaupun sesak mashiho menarik jihoon kepelukannnya, mengusap punggung rapuh itu agar lebih tenang, hingga akhirnya jihoon menangis sesenggukan, pertahanan nya runtuh hanya mengingat bagaimana senyum cerah junkyu kembali membayanginya.

"A'a ninggalin kita cio... a'a ninggalin kita",

Mashiho hanya menggeleng pelan "nggak, a'a akan selalu bersama kita sampai kapanpun mas, sampai kapanpun", ia mengusap air mata jihoon, dan kembali dipeluknya erat sang kakak.

Entah setelah ini bagaimana hidup yang akan mereka jalani, tapi untuk terakhir kalinya biarkan mereka melihat wajah junkyu yang tenang sebelum semaunya hilang dan terkubur di dasar tanah yang gelap.




Bersambung



Hayy, yang minta lanjut sini kumpul
Pendek dulu buat tes ombak, next aku up lagi lumayan panjang

Enjoy reading guys😘




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My homeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang