...
Setelah berjalan kaki lumayan jauh akhirnya Nenek dan Jaemin menemukan tempat untuk bermalam, sebuah rumah singgah cukup besar dengan besi berkarat yang mengelilinginya. Rantai gembok pada pagarnya pun sudah rusak seperti di buka paksa, beberapa jendela rumah juga tampak di cokel. Jaemin buru-buru masuk melalui jendela saat nenek menahan jendela itu untuknya. Bayi mungil dalam dekapannya tampak mengigil kedinginan membuat Jaemin cemas sepanjang perjalanan, beruntung purnama membantu perjalan mereka.
"Jaemin lampunya tidak menyala, tapi nenek menemukan beberapa lilin di laci itu." Jelas nenek setelah menggeledah rumah kosong itu.
"Tidak apa nek, itu lebih dari cukup."
Sementara nenek mencari pemantik api, Jaemin menyiapkan alas tidur untuk si kecil. Dia menggeledah lemari pakaian dan hanya menemukan selimut dan beberapa pasang pakaian yang di tinggalkan. Beberapa pakaian itu ia tata rapi di lantai sebagai alas untuk tidur karena di rumah ini tidak ada ranjang ataupun alas tidur, dia menumpuk beberapa pakaian, setelah merasa cukup Jaemin menaruh Chenle dan Jisung berdampingan disana, terakhir ia menutup tubuh putranya dengan selimut. Ia berbaring disebelah Jisung, menepuk pelan pantat bayi itu yang bergerak resah, berbeda dengan adiknya yang tampak tertidur pulas.
"Sstthhh..."
"Mereka sudah tidur?" Tak lama nenek kembali dengan dua lilin yang menyala di tangannya. Di ikuti Jieun yang bermain-main dengan pemantik api dibelakangnya.
"Eum, nenek maaf aku tidak menyisakan alas tidur untuk Nenek dan Jieun Noona, i-itu hanya cukup untuk mereka berdua bagaimana ini?"
"Jangan khawatirkan nenek nak, Nenek dan Jieun bisa saja hidup kedinginan diluar sana. Tenang, yang penting cucu nenek tetap hangat didalam."
"T-tidak tidak! Tetaplah disini nek, hujan sepertinya akan turun. Nenek tidurlah disini. Ini masih cukup untuk kita semua." Jaemin buru buru menggeser tubuhnya mepet ke si kecil agar Nenek dan Jieun bisa berbaring di sebelahnya. Dan benar saja tak lama setelah itu hujan turun dengan deras, petir sesekali juga menyambar disertai angin kencang.
Api pada lilin sudah berusaha bertahan tapi pada akhirnya dikalahkan oleh angin yang berhembus kencang, Jisung menggeliat tak nyaman saat petir beberapa kali menyambar, pada akhirnya Jaemin membiarkan jisung menyusu. Ia menunggu lama tapi Jisung tak kunjung melepas putingnya, sesekali Jaemin menguap karena tidak tahan menahan kantuk.
Ia pikir tak apa membiarkannya seperti ini, tenaganya tak akan habiskan terhisap.
Jaemin tatap lekat putra sulungnya itu, wajah itu begitu mirip dengan Jeno. Mata, hidung, dagu... Semua yang Jeno miliki kenapa ada pada Jisung? Dia bukan putra Jeno kenapa harus Jisung yang memilikinya? Sedangkan Chenle tak mewarisi apapun.
Tidak adil.
Jaemin terlalu sibuk menatap Jisung sampai tak sadar ada satu bayi yang menatap benci padanya, mata mungilnya yang merah melotot tak suka. Ia benci saat perhatian ibunya diambil oleh saudaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Run [Nomin]
Fanfiction[JN x JM] [M] Mata itu akan bersinar saat berada di kegelapan, dan Jaemin akan tunduk tanpa bantahan.