24

4.7K 422 11
                                    

📍Jembatan

"Kenapa manggil ke sini, Jaem?"

Jaemin tak menjawab, membuat Haechan dengan penasaran menatap wajah tertunduk sang sahabat.

Haechan kaget saat melihat Jaemin yang menangis dalam diam tak bersuara.

"Jaem-"

"Jeno udah tahu, Chan. Dia udah tahu kalau gue pelacur yang dijual sama Ibu."

"Jeno juga tahu kalau gue sering ngelayani pelanggan di kamar almarhum Bokap gue."

"Dia ... Dia merasa bersalah karena beberapa kali gue minta tolong sama dia dan kadang gak keterima karena dia sibuk."

"Dia ... Dia natap gue dengan iba, Chan. Tatapan yang gue benci..."

"Di ... Dia bahkan sama Winter di salah satu hotel tempat gue nerima pelanggan."

"Tapi, dia juga yang tolong gue buat gak kerja waktu itu."

Haechan menganggukkan kepalanya tanda bahwa dia paham dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.

"Gue gak suka dikasihani, Chan..." lirih Jaemin.

"Jeno bilang, dia sayang sama gue dan mau lindungi gue dari Ibu. Tapi, gue gak terima karena itu cuma rasa iba doang buat gue," lanjutnya.

Haechan tak tahu harus merespon apa.

Sebenarnya, dia ingin curhat kepada Jaemin dan berkata kalau ternyata selama ini Mark menaruh perasaan secara diam-diam untuknya. Tapi, mungkin kali ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan hal itu.

Ada baiknya kalau dia diam dan mendengarkan keluh kesah sahabatnya itu.

"Gue sayang sama dia, Chan. Tapi, gue gak percaya kalau dia benar-benar tulus sayang sama gue setelah dia tahu kehidupan gue, Chan. Gue takut kalau dia sayang cuma gara-gara rasa kasihan," jelas Jaemin.

Haechan memeluk Jaemin dari samping.

"Gue mau mati aja, Chan..." lirihnya.

Haechan meninju kesal pundak Jaemin. Tak sakit, sih.

"Kalau lo mati, siapa yang temanin gue buat berontak sama dunia?!" tanya Haechan kesal.

"Lo lupa sama tujuan awal kita berdua? Kita mau berontak sama takdir, kan?" tanya Haechan hopeless.

"Takdir sialan ya? Sialan banget," ucap Jaemin sambil tertawa tanpa ekspresi.

Kedua pemuda itu terdiam.

"Apa yang mau lo bilang? Gak enak kalau cuma gue yang ngeluh, kan?" tanya Jaemin sambil terkekeh.

Haechan menatap Jaemin.

"Mark bilang, dia suka sama gue," jawab Haechan.

"Selamat karena perasaan lo udah dibales," ucap Jaemin.

Haechan menggeleng pelan.

"Gue sama kayak lo, Jaem. Ragu sama perasaan Mark setelah ngelihat apa yang udah dia lakuin," jujur Haechan.

"..."

"Dan satu lagi, ada nomor gak dikenal yang ngirim video CCTV pembicaraan kita di koridor Cakrawala waktu itu. Dia ngirim videonya ke Mark," tutur Haechan.

Jaemin kaget.

"Yang tentang perasaan kita?!"

Haechan mengangguk, membenarkan tebakan Jaemin.

Jaemin menggeleng pelan.

"Bahaya kalau video itu sampai kesebar di internet, Chan. Bahaya!" seru Jaemin.

Dua Cakra | MarkHyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang