Ch. 17 : Pengunduran Diri

258 13 2
                                    

"Mam," panggil Samudera ketika dirinya telah duduk berhadapan dengan Ayana.

Di seberang sofa yang dibatasi oleh meja kayu berukir disana Ayana tengah menyeruput secangkir kopi.

"Kenapa?" Ayana mulai bertahap serius karena dilihatnya mata Samudera yang begitu tajam seperti ingin merobek pikiran Ayana.

"Indira kembali." Dua patah kata mampu membuat Ayana membeku seketika.

Dulu Indira sudah Ayana anggap sebagai anaknya sendiri. Sejak satu kejadian yang hanya Ayana dan suaminya ketahuilah dia menjadi tidak suka pada Indira.

"Kamu harus menjauhi Indira, Sam!" ucap Ayana dingin. Berbeda dengan Samudera, ia membantah dengan tegas. 

"Aku dan Indira sudah punya anak. Mama nggak bisa suruh aku menjauh dari dia." bantah nya, membuat Ayana shock.

"Apa!" Ayana bangkit tangan nya mengepal. "Dia bukan anakmu Sam! Jangan mau kamu dibodohi oleh perempuan licik itu!" 

Samudera menggertakan giginya. "Dua anak itu sangat mirip denganku Mam!"

Kepala Ayana semakin pening karena ucapan Samudera. Apa katanya, dua anak? 

"Masuk kamar mu, Sam. Mama gak akan ijinkan kamu ketemu Indira." Lalu Ayana melengos pergi dengan aura dingin nya melewati Samudera yang termangu.

"Aku bakal nikahin dia, Ma."

*******

Kalla kembali masuk bekerja seperti semula sebelum dekat dengan Samudera. Ia hanya akan duduk di depan layar laptop dan kembali bersikap dingin pada semua orang kantor. 

"Selamat pagi," sapa suara yang Kalla hindari. 

"Pagi Mba Indira, sepagi ini Pak Samudera belum datang. Silahkan duduk dulu di ruang tunggu." balas Kalla enggan menatap wanita licik itu.

Beberapa saat Kalla tak mendengar pergerakan Indira ia kira wanita itu menuruti perkataan nya, namun tak lama terdengar kekehan sinis. 

Mau tak mau Kalla menatap kearahnya. Dengan gaya sombong dan sok Indira berucap. "Lo pacaran sama Samudera, ya? Tapi maaf dia bakal balik ke pelukan gue lagi, di tambah dengan hadirnya si kembar."

Kalla menhelakan nafas. Dia tahu sangat, tanpa perlu di perjelas pun semua sudah terlihat cukup jelas.

"Mba Indira, kalau anda mengira saya adalah saingan anda, anda salah. Karena saya tidak level untuk bersaing dengan Mba Indira. Silahkan, ambil saja apa yang ingin Mba Indira inginkan. Permisi." 

Masih tetap dengan perilaku sopan, Kalla memilih untuk meninggalkan Indira. Sementara wajah Indira sudah memerah menaham emosi yang tersulut. 

"Eh ada Bu Kalla, nyeduh kopi buat bapak direktur lagi ya?" goda salah satu pegawai staff saat melihat Kalla masuk ke dapur kantor.

Dua orang staff itu terkekeh geli. Mereka kesenangan melihat sekertaris dan bos nya mulai dekat.

"Nggak kok, Rim. Aku buat untuk diri sendiri." Rima, yang tadi menyapa Kalla mendekat diikuti oleh satu teman staff nya.

"Eh, tau gak Bu?" ujar Rima, dia setengah berbisik.

Kalla segera menyiapkan telinga meskipun tubuhnya pura-pura terlihat sibuk menyeduk kopi.

"Tadi si indira-indira itu nyebelin banget. Dia sok-sokan jadi nyonya, OB yang lagi ngepel dia marahin." tutur Rima, diangguki oleh Dea rekan kerjanya.

Dahi Kalla berkerut, meskipun tubuhnya masih fokus pada teh. "Pasti OB nya buat salahkan makanya ditegur." 

Sweet Contract [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang