06. Do You Love Me?

142 18 3
                                    

Samar-samar Luna mendapati dirinya menyaksikan pemakaman dua sosok tercinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Samar-samar Luna mendapati dirinya menyaksikan pemakaman dua sosok tercinta. Raungan putus asa seolah membuat isi bumi Tuhan ikut merasakan kehilangan. Kala peti itu tertutup rapat dengan gundukan tanah, kedua obsidiannya pun ikut terpejam hingga menyisakan kegelapan yang menyeret tubuh masuk ke dalam lubang hitam. Sebuah dimensi waktu seolah mencabik habis raga gadis itu, membuat tiap kepingan beterbangan sebelum menempatkan tubuh utuhnya di ruang cahaya yang terlampau terang, sangat terang sehingga apabila dia memaksa untuk membuka kelopak indahnya, maka kebutaan akan datang menyapa di detik pertama dia melakukan itu.

Mata bengkaknya perlahan mulai bergetar, menghasilkan garis halus yang menyajikan obsidian senada senja, membuat sinar kekuningan samar-samar berlabuh dalam retinanya. Luna mendesah pelan kala semua kenangan yang masuk dan menusuk memori ternyata hanya mimpi semata, maka ketika pandangan terlihat jelas, gadis itu menemukan jendela kamar yang diterobos oleh mentari pagi dan mengetuk-ngetuk kelopak indahnya.

Seolah semua itu belum cukup untuk mengisi lembaran hidup Luna, kini sepasang tangan yang melingkar di perut ikut andil dalam membuat jantungnya berhenti sebentar. "Malvian!" teriak gadis itu sampai burung di ranting pohon dekat jendela terperanjat dan memilih kembali mengepakkan sayap. Begitu pula dengan Malvian yang tubuhnya langsung terduduk di atas ranjang dengan mata memelotot dan kening saling bertautan.

Luna hari itu jelas enggan mau bertatap mata dengan Malvian –tidak setelah keduanya berbagi selimut yang sama sepanjang malam. Jika ditanya kenapa, dia sendiri tak menemukan jawaban. Hanya saja rasa gerogi diikuti pipi memanas selalu hadir ketika obsidiannya bersitatap dengan yang lebih tua, maka bangku panjang di depan lab dua kampus menjadi tempat gadis itu menghabiskan waktu untuk menghindari sang suami, meskipun sudah selesai dengan masalah proposal dan tidak ada alasan baginya bertahan di gedung jurusan.

"Pokoknya gue nanti malam males pulang. Masih kesal juga sama Malvian masalah di mobil waktu itu, malah anaknya peluk gue semalaman."

Dipa mulai jengah, muak mendengar omelan Luna yang sejak tadi tidak ada habisnya menceritakan kejadian semalam. Meskipun berulang kali ia menyuruh gadis itu untuk pulang lantaran tak ada keperluan apa pun di kampus, tetapi yang disuruh malah kian menancapkan pantat di bangku dan kembali menggeleng brutal.

"Lo tuh." Dipa memulai. Jemarinya menekan pelan kening yang tiba-tiba berdenyut pusing memikirkan masalah proposal, lalu sekarang beban pikirannya bertambah seiring Luna terus saja menggerutu di sebelah. "Itu, tuh, suami lo sendiri, kata gue juga apa, kalian aneh."

"Tapi, jantung gue berhenti sebentar pagi tadi, terus berdetak nggak karuan. Apakah itu normal?"

"Itu, mah, artinya lo hidup."

Mata rubah Luna sontak melebar, tubuhnya langsung menghadap Dipa yang duduk di bangku sebelah sambil memangku berkas dan laptop yang masih menyala. "Berhenti ngeselin, ah, Dip! Bukan karena gue jatuh cinta, kan?! Nggak mungkin juga gue jatuh cinta."

Mi Cherry Honey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang