Semua sudah selesai, kasus itu diangkat besar-besaran oleh media. Ayah Malvian tentu saja menyelamatkan nama baik anaknya dengan mengatakan itu adalah kasus penculikan. Tak ada bukti konkrit yang menyatakan bahwa si putra tunggal adalah pelaku, sebab sang anak masih dalam kasta paling rendah, yaitu menerima perintah.
Penyebab mengapa permainan itu bisa beroperasi bertahun-tahun karena para petinggi negara dan orang dalam kepolisian juga ikut andil menikmatinya. Permainan yang berisi orang-orang sakit jiwa, mencari kesenangan dengan cara tidak wajar, memberikan misi-misi tak masuk akal, dan menutup kasusnya dengan sejumlah uang juga, dan yah, pada akhirnya uanglah yang berbicara.
Permainan itu juga yang menantang dan mengajari Malvian untuk menikmati seks dengan kasar. Namun, semua telah berakhir. Mereka tidak bisa menyembunyikannya lebih lama lagi. Semua petinggi dalam organisasi menjadi incaran media.
Luna yang kini sudah mengetahui tentang permainan itu langsung duduk di lantai, menyandarkan punggung pada dinding pucat di belakang, pandangan mengarah ke pintu yang menelan raga Malvian. Wajahnya berantakan, rambut juga sama kusutnya. Baju masih meninggalkan bekas kotor sebab sang empu tak punya tenaga untuk berias, yang terkasih masih berjuang untuk hidup di dalam sana.
Dia bersyukur karena semua telah usai, tetapi ribuan doa tetap tak henti dipanjatkan karena Malvian masih belum membuka mata. Kedua tangan yang kini tak lagi terikat singgah di rambutnya, meremat perlahan helai kemerahan sebagai upaya mengusir sedikit kegundahan.
"Pinjem mobil, Dip."
Perempuan itu kembali mengingat saat di mana dia melewati ketakutan dan keraguan paling besar dalam hidupnya. Kabur dari penjaga dan meloncati pagar sampai membuat kaki terkilir. Sang sahabat yang sudah menunggu sedikit jauh dari jangkauan orang rumah menjadi saksi betapa pucatnya Luna pada hari itu.
Sesaat setelah dia tiba di samping mobil Dipa, tangannya langsung membuka pintu kemudi dan menarik pelan pergelangan sang sahabat. "Pinjem mobil, Dip." Adalah apa yang dia pinta saat itu.
Dipa kebingungan. Wajahnya mengerut dengan permintaan yang belum jelas berakhirnya ke arah mana. "Gue anter."
"Gak." Luna menggeleng dengan garis kening mulai timbul. "Tolong. Kali ini aja." Dia memelas.
Akhirnya Dipa menurut, turun dan membuka pintu lebih lebar agar Luna bisa masuk. "Kaki lo sakit," ucapnya saat melihat perempuan itu berusaha melangkah. Lantas ditahanlah tubuh Luna dan menunjuk kursi belakang dengan dagu, bermaksud menawarkan si manis menjadi penumpang.
"Nggak, Dip. Lo harus ke kantor polisi. Hubungi Jehan untuk urus kasus penculikan."
Rahang Dipa seakan jatuh begitu mendengar ucapan lawan bicara. "Siapa yang diculik?" tanya gadis itu sambil meremat bahu Luna pelan.
"Gak ada waktu, Dip. Tolong! Gue udah ngirim alamat dan nomor Jehan ke lo. Hubungi dia dan datang ke kantor polisi, pergi ke alamat itu. Tolong, gue nggak bisa lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mi Cherry Honey ✔
RomantizmLuna tumbuh di lingkungan yang sama dengan Malvian. Sejak kecil, gadis itu selalu membawa serta nama sang sahabat dalam tiap lembar kehidupan. Keduanya kerap kali berbagi kisah dan berkeluh kesah sampai rasanya tidak ada rahasia di antara mereka. La...