Satu bulan terlewati. Semua berjalan kelewat damai sampai membuat Malvian menjadi was-was terhadap teror itu lagi. Sebagaimana air yang tenang akan lebih banyak memakan korban sebab penyelam tidak dalam posisi berhati-hati.
Lalu lalang mobil yang tersaji melalui jendela besar ruang pribadi Malvian di kantor menjadi tempat bagi si pemilik merenungkan semua kemungkinan yang terjadi. Mungkin sebab Luna sudah menurut sehingga hal-hal tragis mampu mereka hindari, atau bisa jadi Tuhan memberi waktu untuk keduanya beristirahat karena telah berhasil saat diuji.
Jauh pemikiran Malvian menembus kaca jendela, sehingga bunyi pintu terbuka mampu membuatnya tersentak pelan. Lelaki itu tidak lagi bertanya siapa yang berani masuk ke ruangan, sebab satu-satunya akses lain dari sidik jari hanya dimiliki oleh istinya seorang. Lantas dia balikkan badan untuk menangkap Luna yang menenteng makan siang dengan senyum lebar memamerkan gigi.
"An." Ceria sekali panggilan itu dilayangkan, lengkap dengan kedua tangan yang terangkat untuk menunjukkan bawaan. "Mam duluuu."
Sang empu nama balas tersenyum gemas. Tungkainya melangkah mendekati si pendatang dengan bibir yang masih merekah. "Banyak banget mamnya."
"Aku yang masak."
"Sama?"
Si manis lantas menyengir sebab tidak berhasil membohongi Malvian. "Sama Bu Nata," jawabnya sembari meletakkan makanan di atas meja dan mendaratkan pantat pada sofa. "Soalnya aku nggak kemana-mana, jadinya sekalian masak."
"Pinter banget, Lulu," pujinya dengan jemari mengacak pelan puncak mahkota sang istri.
Lantas hangat merona mampir di pipi dan telinga Luna, tetapi ditutupi dengan wajah galak yang menyalak pada Malvian. "Awas, ah! Rambut aku berantakan," omelnya seraya menepis tangan si tampan dan kembali merapikan surai.
Diperlakukan demikian justru membuat Malvian tertawa pelan. "Kamar mandi di belakang kalau kamu mau cuci muka," ucapnya sambil mengimitasi gesture tubuh Luna yang menyatu nyaman dengan sofa.
"Bisa nggak-"
"Jangan nyebelinnn," potong Malvian sebab sudah terlalu sering dimarahi seperti itu oleh sang istri, tetapi tingkahnya jelas membuat Luna semakin memasang wajah marah karena kesempatan bicara si manis telah diserobot oleh yang lebih tua.
"Ngeselin banget jadi makhluk." Perempuan itu menatapnya dengan kening saling bertaut. "Makan sendiri sana, mampus. Nggak bakal gue bawain lagi makan siang lo."
Malvian justru tergelak hebat sebab tidak menyangka galaknya Luna akan menjadi seperti ini, terlebih ketika kata lo-gue kembali meluncur di bibir tebal si manis yang bertanda bahwa dia benar-benar di ambang batas kesabaran. "Maaf, ya, Luna. Abisnya kamu seksi kalau marah-marah begini."
Lenyap sudah kesaltingan si manis, Kini kesalnya bukan lagi untuk menutupi merah di pipi, tetapi Malvian memang berbakat dalam memancing emosi. "Lo makan sendiri, ya, Bajingan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mi Cherry Honey ✔
RomanceLuna tumbuh di lingkungan yang sama dengan Malvian. Sejak kecil, gadis itu selalu membawa serta nama sang sahabat dalam tiap lembar kehidupan. Keduanya kerap kali berbagi kisah dan berkeluh kesah sampai rasanya tidak ada rahasia di antara mereka. La...