Luna duduk dalam mobil, di samping Malvian, dengan mata sembab dan kening yang bengkak terkena benturan keras. Gadis itu mencebik ketika wajahnya bahkan tidak berani menoleh pada sang suami sebab kemurkaan tercetak jelas pada kerasnya rahang si tampan.
Jemari lentik yang masih bergetar kini terangkat guna menghapus jejak basah di pipi. Luna tatap pohon-pohon tinggi di pinggir jalan seraya mengingat kembali memori pagi tadi yang membuatnya berakhir di sini.
Nyonya Muda Isaac melihat mobil merah terparkir di garasi. Dia menimbang apakah pilihan yang bijak jika ia menggunakan itu untuk berangkat ke kampus menghadiri seminar proposal teman seangkatannya?
Malvian tidak mengangkat telpon. Sopir sedang mengambil cuti. Tidak ada yang bisa Luna lakukan selain mengambil kunci dan mengendarai mobil itu sendiri.
Perjalanan yang Luna tempuh tampak baik-baik saja, tetapi ketika mobilnya melewati pepohonan yang bahkan membuat jalanan sedikit gelap sebab sinar matahari terjebak di antara rindangnya dedaunan, dua sepeda motor dari arah berlawanan seolah hilang kendali dengan kecepatan tinggi melaju ke arah mobil si manis. Berulang kali kaki Luna menginjak rem untuk memperkecil benturan. Namun, nahasnya kendaaraan gadis itu mendadak tidak berfungsi dengan baik sehingga tak ada yang bisa dia lakukan selain membanting stir ke kiri dan menabrak pohon besar.
Kening Luna menghantam stir. Kap depan mobilnya hancur dan mengeluarkan asap. Gadis itu keluar dari sana untuk mencari bantuan, tetapi dua pengendara motor tadi hilang bak ditelan ruang waktu.
Tidak berlangsung lama kebingungan dan ketakutan bersarang dalam diri Luna sebab Malvian menelpon balik gadis itu sehingga si manis berakhir dijemput oleh suaminya.
"Luna?"
Lamunan gadis itu diinterupsi oleh panggilan Bu Nata yang sarat akan rasa khawatir. Ternyata mobil mereka kini sudah terparkir di dalam garasi. Malvian berdiri di samping Luna dengan wajah tanpa ekspresi dan membuka pintu untuk mempersilakan si manis keluar dari sana.
"Turun!" Dingin perintah itu dilayangkan Malvian sehingga Luna tidak mengambil waktu untuk kembali menatap Bu Nata yang berdiri di belakang suaminya.
Pergelangan tangan si manis digenggam erat oleh yang lebih tua seraya menyeretnya masuk ke dalam rumah. Luna meringis, tetapi tidak berani melawan. Dia hampir tersungkur di tangga saat Malvian menariknya kelewat cepat yang mana membuat lelaki itu menoleh sekali sebelum kembali berjalan dengan langkah lebih lambat.
"An," bisik Luna saat dirinya dipaksa masuk ke dalam kamar. "Dengerin dul-"
"Tinggal patuh, apa susahnya?"
"An!" Panggilan Luna teredam bunyi benturan kayu yang cukup keras sebab Malvian membanting pintu putih di depannya. Gadis itu tersentak, tetapi ia cukup sadar diri untuk tidak melawan sebab yang lebih tua sudah memperingati berkali-kali agar Luna tidak keluar seorang diri setelah kiriman foto waktu itu diterimanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mi Cherry Honey ✔
RomanceLuna tumbuh di lingkungan yang sama dengan Malvian. Sejak kecil, gadis itu selalu membawa serta nama sang sahabat dalam tiap lembar kehidupan. Keduanya kerap kali berbagi kisah dan berkeluh kesah sampai rasanya tidak ada rahasia di antara mereka. La...