The Half

54 7 0
                                    

Poster Spider Man yang masih utuh tertempel di atas kepala tempat tidur menjadi saksi atas suasana tak terdefinisi yang sedang dialami oleh Luna dan Malvian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Poster Spider Man yang masih utuh tertempel di atas kepala tempat tidur menjadi saksi atas suasana tak terdefinisi yang sedang dialami oleh Luna dan Malvian. Semua hiasan serta tata letak di kamar itu masih sama sejak bertahun-tahun lalu. Sederhana memang kelihatannya, tetapi berhasil membawa kembali kenangan masa kecil mereka yang sejatinya memang tidak akan pernah terhapus.

Udara sejuk dari pepohonan di luar masuk tanpa permisi membelai kulit dua anak itu. Yang lebih tua merebahkan diri di atas kasur, sementara sosok satu lagi masih betah memandangi suaminya sehabis diberi obat di seluruh luka babak belur.

"Di kantor ada masalah, ya?" Luna yang pertama kali membuka suara, menghancurkan keheningan yang menggantung di antara mereka sebab kejadian yang baru saja dialami.

"Ada yang ngeklaim kalau produk kita plagiat. Launching terpaksa diundur untuk mengurus itu."

Gadis itu mengangguk paham dan memilih untuk mengakhiri topik tadi. "Masih sakit?" Adalah pertanyaan terbodoh yang bisa Luna lemparkan sebab dirinya sendiri bingung harus berkata apa lagi.

Tanya dibalas senyum tipis. Malvian topang kepalanya dengan tangan kanan dan menghadap pada Luna yang masih setia menemani. "Enggak." Sama bodohnya jawaban itu diberi, berhasil membuat setan di sudut kamar terkikik geli.

Sobek di sudut bibir membuat jemari Luna ingin menyentuhnya, perlahan, tanpa tekanan. "Ini?" tanya si manis seraya menyeret telunjuk menuju pelipis kanan yang juga terluka, lalu turun pada dagu si tampan, dan menghentikan tangannya ketika sudah tiba dalam genggaman Malvian. "Kamu mau ke dokter?"

"Nggak usah, Luna," balasnya lembut. "Nanti sembuh sendiri. Sebelum Bunda pulang, kita harus pergi, ya. Tolong, jangan katakan apa pun pada Bunda."

"Kenapa?"

"Nanti Bunda sedih."

"Kalau aku enggak datang, kamu bakal ngomongin ini ke aku?"

Pertanyaan itu lantas membuat senyum di bibir Malvian memudar. Sebagai gantinya, dia bawa tangan Luna menuju bibir dan mengecup pelan pergelangan dalam si manis. "Enggak. Mungkin aku akan bilang harus ke luar kota beberapa hari. Setidaknya sampai luka ini kering."

Jawaban itu menghasilkan cebik di bibir berisi milik si manis. "Kenapa begitu?" tanya Luna dengan intonasi kelewat sedih. "Kamu nggak percaya sama aku? Tapi, janjinya kalau ada apa-apa harus cerita."

Benar, Malvian mungkin akan menghancurkan satu lagi janji yang sudah terucap di depan Luna jika dia benar-benar pergi. Namun, bukannya itu lebih baik daripada si manis semakin tahu tentang kehidupan yang selama ini berusaha ia tutupi?

"Kamu sering dipukuli begini?" Mungkin ini sebabnya saat masih belia, Malvian terkadang tidak mau ditemui. Anak itu akan menghilang selama beberapa hari dan kembali dengan bekas luka beralasan habis tawuran demi harga diri. "Apa karena ini kamu suka main kasar?"

Mi Cherry Honey ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang