Obsidian cokelat terang yang bersembunyi di bawah bulu mata menangkap bayangan perempuan di dalam cermin. Tubuh Luna seperti taman penuh bunga bermekaran, ada merah yang menggelora, biru melambangkan palung laut tenang, ungu cantik seperti lavender. Semua keindahan itu tercetak di atas kulit keemasan yang mengkilap sebab jejak basah sehabis mandi belum dia keringkan.
Jemari lentik yang semalam dihisap habis oleh Malvian kini mulai menelusuri tiap senti dari jejak gigitan lelaki itu. Mulanya telunjuk Luna berlabuh di leher yang meninggalkan bekas kebiruan, lalu perlahan mulai kembali diseret menuju dada melewati warna merah dan ungu bak ladang bunga di taman kerajaan.
Ada rasa geli yang merayap di perutnya ketika mengingat kegiatan mereka semalam. Malvian brutal, tetapi tetap berusaha untuk tidak hilang kendali. Luna dibuat kehabisan suara untuk menjerit, berkali-kali, di semua tempat dalam kamar beraroma mawar itu. Mungkin bulan pun meminta awan untuk menutupi eksistensinya sebab terlalu malu melihat pergumulan mereka.
Langkah yang diayunkan perempuan itu kelewat pelan dan tertahan, mungkin bagian inti dari tubuhnya masih merasakan sesak yang semalam. Luna bawa tungkainya menuju ranjang dan mengambil catatan tertempel pada gelas susu di atas nakas.
[Luna, maaf karena aku harus meninggalkanmu sendiri. Ada hal penting yang harus aku selesaikan di kantor. Jangan turun dari ranjang dan habiskan sarapanmu. Aku akan segera kembali]
Wanita itu menggeleng geli. Mengapresiasi usaha Malvian dalam merawatnya meskipun dia tetap mengabaikan catatan itu. Luna ingin sesuatu yang segar untuk dikunyah, apel merah dalam kulkas dapur menjadi pilihan utamanya saat itu, maka dengan langkah yang kecil Luna seret kembali tungkainya keluar dari kamar.
Pagi ini diawali dengan sempurna, setidaknya sampai Luna menghentikan langkah di depan laptop kerja Malvian yang terang layarnya mampu menyilaukan mata. Dia mendekat, perlahan, lalu seluruh tubuhnya melemas sampai membuat gelas di tangan berserakan ke lantai.
Ruang obrolan dari nomor tak dikenal mengirim foto selfie Malvian bersama Dipa lengkap dengan pertanyaan bagaimana jika Luna tau kalau kalian pernah berkencan?
Malvian? Dipa? Berkencan? Kapan?!
"Luna?!"
Belum selesai keterkejutan si manis perihal fakta baru yang dia ketahui, Malvian sudah main teriak saja di belakangnya dengan seruan nama gadis itu.
"Jelasin." Singkat titah itu dikeluarkan Luna selaras dengan tubuhnya yang berbalik ke arah sang pendatang.
Merah padam muka Malvian menyambut tatapan yang dilayangkan si manis seraya terus merajut langkah untuk mengambil laptop di atas meja. "Apa?" Dia menyalak, menutup benda itu dengan kasar sampai menimbulkan bunyi yang keras. "Siapa yang menyuruh kamu buka laptopku?"
"Udah salah, malah balik menyerang. Kenapa malah kamu yang marah?" Darah di kaki Luna tidak lagi menimbulkan perih meski pecahan gelas masih menancap di dagingnya, sebab nyeri di hati lebih mendominasi dan sakitnya berkali lipat. "Jelasin!" mintanya lagi seraya meremat sisian baju tidur yang dikenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mi Cherry Honey ✔
RomanceLuna tumbuh di lingkungan yang sama dengan Malvian. Sejak kecil, gadis itu selalu membawa serta nama sang sahabat dalam tiap lembar kehidupan. Keduanya kerap kali berbagi kisah dan berkeluh kesah sampai rasanya tidak ada rahasia di antara mereka. La...