Dua helai kain merah muda berdansa pelan mengikuti gerak angin dari luar jendela, menghantarkan embusan tipis udara hangat yang sebelumnya telah melanglang buana untuk singgah di ruangan nyaris hampa. Sang empu tempat melemparkan jas hitam yang sejak tadi membungkus tubuh ke atas kursi rias sebelum menyapa kasur dengan raganya.
Luna; perempuan yang kembali menginjakkan kaki di kamar merah muda dengan pintu berhias bunga tulip, menatap langit-langit dengan pikiran yang berjelajah jauh entah ke mana. Tidak ada sosok yang dia cari di sana. Tidak ada yang menyambutnya.
Rumah nyaris terlihat seperti bangunan tak berpenghuni dengan keheningan menggantung di tiap pilar kokohnya. Hanya ada penjaga di luar dan beberapa kiriman Ayah yang selama ini memantau Luna, tetapi Malvian tidak terlihat, seperti ditelan lubang hitam. Padahal si manis sudah mencari ke segala penjuru sampai ruang kerjanya.
Perempuan itu kembali bangkit untuk menghapus riasan sembari menunggu Malvian pulang, tetapi selembar kertas kusut yang tergeletak di atas nakas tampaknya berhasil menarik perhatian ketika hendak meletakkan jam tangan di sana.
"Uh, benda ape ni?" tanya perempuan itu mengikuti nada dan bahasa kartun yang dia tonton selama di rumah Paman. Jemari berhiaskan cincin pernikahan mulai bekerja sebagaimana mestinya dan membuat sang empu berhasil menemukan deretan huruf yang membentuk kalimat tertulis di sana.
Baris demi baris tersapu oleh pandangan Luna. Mulanya garis wajah si manis tampak datar saat pertama mencerna isi surat. Lalu pelan-pelan kening mulai berkerut sampai mulut menganga lebar. Tangannya langsung menjambak pelan surai kemerahan dengan lidah kelu dan sulit untuk mengeluarkan suara.
Lantas ruang obrolan bersama Malvian menjadi tujuan Luna saat ini. Berulang kali pesannya dikirim, tetapi centang satu yang muncul sama sekali tidak membantu menemukan posisi lelaki itu. Dia kelimpungan, nomornya mungkin sudah diblokir. Maka Luna bawa langkah berat menuju kamar yang lebih tua meski beberapa kali terhuyung sebab menabrak perabotan saat berlari.
Pintu tidak dikunci. Luna sendiri tidak mengerti apakah kamar ini akan menjadi solusi sampai akhirnya dia menemukan laptop Malvian yang tersimpan rapi di pojok lemari. Benda itu dibukanya sambil merapalkan doa agar informasi sekecil apa pun bisa dia temui. Namun, sial, layar itu menampilkan sandi yang harus dia tebak untuk dapat mengaksesnya.
Bagaimana Luna tahu angka berapa yang Malvian sematkan sebagai kunci? Dia telah mencoba memasukkan tanggal lahir lelaki itu, tetapi system menendangnya keluar tanpa memberikan izin. Lalu hari pernikahan mereka menjadi pilihan si manis saat ini, dengan jemari yang bergetar ia ketikkan angka demi angka sebelum menekan enter dan berharap kali ini akan berhasil. Namun, kekecewakan kembali diterima saat system masih tidak menyetujui.
Keringat dingin mulai bercucuran di dahi. Jantungnya memompa darah kelewat cepat sampai si manis bergetar dan sulit berpikir. Sekali lagi angka itu dimasukkan, apabila salah, maka dia harus menunggu 24 jam untuk bisa mengaksesnya lagi. Luna tidak punya waktu sebanyak itu, dia ingin segera masuk ke sana dan berharap menemukan whattsap berisi informasi seperti terakhir kali, meski itu terdengar lancang, tetapi hanya dengan cara demikian dia bisa mengetahui posisi sang suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mi Cherry Honey ✔
RomanceLuna tumbuh di lingkungan yang sama dengan Malvian. Sejak kecil, gadis itu selalu membawa serta nama sang sahabat dalam tiap lembar kehidupan. Keduanya kerap kali berbagi kisah dan berkeluh kesah sampai rasanya tidak ada rahasia di antara mereka. La...