05 - You Will Be Okay

3.4K 400 20
                                    

Gavian tidak mengerti kenapa ia bisa senekat itu. Berlari dari rumahnya dengan seragam yang dipakai asal-asalan menuju tempat dimana teman barunya tinggal, Shaka.

Pesan yang dikirim Shaka jam 2 dini hari baru dibaca oleh Gavi sekitar pukul 5 pagi tadi. Kekhawatiran langsung menerpanya saat itu juga, segala pikiran negatif memenuhi isi kepala. Kembali berputar pada kilas masa lalu saat membaca kalimat terakhir.

Namun, bukannya disambut oleh Jia atau sesuatu yang bisa membuatnya lebih tenang, Gavi justru berhadapan dengan seorang laki-laki muda dengan air muka yang tegas dan tak ramah sekali. Ia menelan salivanya sendiri.

"Maaf, kak. Saya Gavi, temannya Shaka. Kalau boleh tahu, Shakanya ada?" Tanya Gavi. Ia sebenarnya tidak tahu siapa orang itu, tapi otaknya langsung memberi kesimpulan bahwa laki-laki tersebut adalah kakak dari Shakaㅡyang sempat disebutkan oleh Jia tempo hari.

"Lo siapa? Seenaknya masuk rumah orang tanpa permisi." Alih-alih menjawab, Sadamㅡseseorang yang menyambut kedatangan Gavi itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Atau lo tetangga baru itu? Hebat juga tuh anak bisa punya temen." Lanjutnya.

Gavi refleks mengerutkan kening. Orang yang berdiri dihadapannya itu benar-benar kakaknya Shaka, 'kan? Ingin rasanya ia memastikan hal itu. "Maaf atas kelancangan saya masuk tanpa permisi, tapi tante Jia bilang saya boleh langsung masuk kalau ingin menjemput Shaka. Laluㅡ"

"Shaka gak ada, kamu pergi aja."

"Gak ada? Shaka kemana?"

"Gak tahu, mati kali."

Rasanya seperti tercekat, Gavi bahkan kehilangan kata-kata untuk membalas kalimat tersebut. Padahal ia yakin tidak salah kira, tapi mengapa sosok didepannya ini tidak selayaknya saudara bagi Shaka? Apa yang sudah terjadi? Apa yang tengah terjadi?

Sadam berlalu begitu saja, meninggalkan Gavi yang masih termangu ditempatnya. Hingga ia membuka handphone, menekan simbol telepon untuk memanggil seseorang, Jia. "Halo? Tante, ini Gavi. Shaka ada di rumah, Tan?" Gavi langsung melempar pertanyaan tepat setelah panggilan itu tersambung.

"Nak Gavi ... Shaka ada di Rumah Sakit sekarang. Kamu sekolah saja dulu, ya? Nanti pulangnya baru kesini."

***

Kegiatan belajar mengajar hari ini hampir selesai, tinggal menunggu bel pulang yang akan berbunyi sekitar 20 menit lagi. Tapi, Gibran masih saja belum menemukan sebab dari perbedaan sikap Gavi hari ini.

Gavi tampak lebih pendiam dari biasanya. Anak itu juga tidak menghabiskan makanan di Kantin, menjawab seperlunya, bahkan tiba-tiba jadi convo killer saat ada yang mengajaknya mengobrol. Jelas sekali ini 180° berbeda dari Gavi yang Gibran kenal.

Sejak mengenal anak itu di bangku SMP, Gavi terkenal ramah dan senang sekali membangun suasana. Ciri khas anak-anak extrovert yang tidak bisa diam dalam keheningan, itulah mengapa SMB selalu ramai sejak Gavi mendeklarasikan dirinya sebagai gitaris.

"Gav, lo lagi ada masalah apa?" Tanya Gibran. Kini mereka berdua tengah sibuk membereskan alat tulis di atas meja, guru bahasa baru saja mengakhiri pertemuan sekaligus menutup KBM hari ini. "Kalau emang gak memungkinkan, latihan hari ini diundur aja, nanti biar gue yang ngomong ke bang Hanif."

"Gib," panggil Gavian. "Tolong ya sampein izin gue ke bang Hanif, gue ada urusan lain yang lebih penting."

"Urusan apㅡ"

Belum selesai Gibran menuntaskan ucapannya, Gavian terlanjur berlari keluar kelas. Langkahnya yang terburu-buru menciptakan banyak spekulasi dalam benak Gibran. Apakah ini berkaitan dengan keluarganya? Atau mungkin kekasih? Ah, untuk yang terakhir rasanya tidak mungkin, Gavi 'kan jomblo.

Blue Butterflies [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang