12 - Shaka's Home

3.2K 342 13
                                    

Lagu Rekomendasi
If Depression Gets The Best of Me - Zevia

Shaka's POV

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku terdiam tanpa melakukan apapun, menatap jauh ke langit-langit kamar dengan tubuh yang sepenuhnya merebah di atas permukaan lantai yang dingin. Keringat mulai berlomba keluar, semuanya terasa sakit.

Aku menarik diri untuk bangkit. Sedikit cahaya yang masuk melalui celah jendela setidaknya memberikan pencahayaan bagi ruangan iniㅡyang masih dalam keadaan gelap sejak semalam. Sepertinya memang tidak ada yang datang untuk memastikan apakah aku masih hidup atau tidak.

Selepas menarik dan menghembuskan napas kasar, tubuhku yang terasa sakit di berbagai sisi itu akhirnya kupaksakan untuk berdiri. Berjalan tertatih menuju kamar mandi. Aku ingin membersihkan diri, rasanya tidak nyaman karena tangan dan pakaianku penuh dengan sisa darah.

***

"Ya ampun, den! Sini biar saya saja yang masak."

Spatula yang semula ada ditanganku, kini sudah berpindah tempat. Aku hanya diam saat mbak mengambil alih pekerjaan yang kumulai, memasak untuk sarapan. Tolong jangan remehkan aku, walaupun gerakanku cukup lambat, tapi aku juga pandai memasak.

Ini memang bukan kali pertama terjadi. Menyiapkan sarapan untuk keluarga beberapa kali kulakukan bersama Bunda, mungkin bedanya kali ini aku memulainya sendirian. Aku tidak sempat mengecek, tapi aku tahu Bunda masih perlu banyak waktu untuk istirahat.

Daripada berdiri seperti patung, aku akhirnya memutuskan melakukan hal lain. Kali ini mbak tidak melarang, lagipula membuat bubur tidak semelelahkan itu. Aku tidak membuat banyak, setidaknya cukup untuk Bunda seorang.

***

"Den Shaka yakin cuma sarapan pake roti?" Mbak kembali melempar pertanyaan yang sama untuk ketiga kalinya. Aku hanya berdehem pelan seraya mengikat tali sepatu. Aku akan berangkat sekolah hari ini. "Ini juga masih jam 6. Apa gak kepagian, den?"

Aku hanya tersenyum dan menggeleng pelan. Setelah selesai dengan atribut terakhir, ku tepuk celana beberapa kali sesaat setelah bangkit dari posisi duduk. Kusampirkan tas di pundak kiri, kemudian menyalami mbak dengan tangan kanan. "Aku berangkat dulu, ya."

Aku tahu mbak berat melepasku berangkat hari ini, apalagi setelah melihat tubuhku yang masih terasa lemas. Tapi, berulang kali kucoba meyakinkan padanya jika aku baik-baik saja. Walaupun beban di pundak masih beratㅡsebab ada tas oksigen konsentrator yang turut kubawa.

Beberapa langkah sebelum keluar dari pintu utama, aku melihat seseorang turun dari tangga dengan piyama yang masih melekat ditubuhnya, itu kak Sadam. Aku refleks menundukkan kepala, bahkan setelah kakak keduaku itu kini sudah berdiri tak jauh dihadapanku.

Aku berusaha untuk tenang. Hingga akhirnya aku memberanikan diri mengangkat pandangan. Kak Sadam menatapku tajam, wajah penuh kebencian itu tak juga hilang, bahkan rasanya semakin kentara. Aku mencengkram tangan kuat-kuat sebelum membuka suara.

"Maaf karena aku masih hidup, kak," ucapku, sebelum kuputuskan untuk berjalan cepat mendahuluinya. Aku tidak tahu apa yang kak Sadam katakan selanjutnya, yang ada di pikiranku saat ini hanyalah ... bagaimana caranya aku bisa segera tiba di sekolah.

Blue Butterflies [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang