11 - Blue Butterflies

2.8K 330 45
                                    

Lagu Rekomendasi
Every Moment of You - Shin Giwon Piano

Sepuluh hari berlalu begitu saja, tanpa terasa. Walaupun bagi Shakaㅡyang hampir setiap hari melihat kalendar dan menghitung sudah berapa lama ia mendekam di Rumah Sakit, kehidupan ini terasa berjalan lambat.

Setelah sampai di rumah, Shaka langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia sangat merindukan kamarnya, ruangan yang menjadi saksi pahit manis takdirnya selama ini. Walaupun tak lama setelah itu, pikirannya mulai mengawang seiring tatapannya yang terfokus pada plafon kamar.

Seandainya ia pergi nanti, apa yang akan terjadi pada kamar ini nantinya? Apakah Jia akan membiarkan semua barang milik Shaka tetap berada ditempatnya, atau justru hilang tanpa jejak karena dibakar oleh Ayah dan kakak-kakaknya?

Memikirkan hal sekecil itu saja membuat dadanya mendadak terasa nyeri. Katanya ini adalah respon yang wajar, sebab otak memberi sinyal yang cukup kuat bagi tubuh. Itulah mengapa Jia mewanti-wanti Shaka untuk tidak terlalu banyak pikiran, tidak overthinking.

Selama perjalanan pulang, Jia mengatakan jika Gavian juga sudah pulang ke rumah dua hari yang lalu. Tapi, kemungkinan anak itu masih harus istirahat dan belum masuk sekolah. Mendengar hal tersebut membuat perasaan Shaka sedikit sedih.

Bahkan setelah keluar dari Rumah Sakit pun Shaka maupun Gavi belum memiliki kesempatan untuk bertemu. Walaupun terdengar aneh, tapi rasanya memang cukup hampa. Shaka merindukan presensi Gavi, sosok yang beberapa kali ketahuan melempari jendelanya dengan kerikil.

Tuk!

Baru saja Shaka mengatakan dalam hati bahwa ia merindukan sosok Gavian, bunyi jendela yang diketuk oleh batu terdengar. Ia lantas bangkit dari posisinya, berjalan perlahan, kemudian tersenyum kala membuka pintu balkon dan mendapati Gavi sudah berdiri tempatnya.

"Congrats! Akhirnya lo keluar juga dari RS."

Shaka hanya menanggapi dengan senyuman. Sejujurnya ia tak memiliki banyak tenaga saat ini. Selain karena Shaka baru sampai rumah beberapa menit yang lalu, kondisi tubuhnya yang belum sepenuhnya pulih selalu merengek minta diistirahatkan.

"Gav, gimana kabar lo? Dokter bilang apa soal kondisi lo?"

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ekspresi wajah Gavi seketika berubah dan Shaka menyadari hal itu. Walaupun tidak mengatakannya secara gamblang dan jujur, tapi Shaka tahu jika Gavi menyembunyikan sesuatu yang penting darinya.

Tubuh itu terlihat lebih kurus dari terakhir kali Shaka lihat, suara Gavi juga terdengar lebih serak. Sejujurnya ia khawatir, takut dan cemas yang berkumpul menjadi satu. Tapi, Shaka masih berusaha positive thinking. Bahkan jika sesuatu yang tidak baik tengah menimpa Gavi, ia hanya perlu menjadi orang yang selalu ada apapun kondisi sahabatnya.

"Gak usah khawatir, Sha. Dokter bilang gue cuma perlu jaga pola tidur, pola makan, sama rutin olahraga." Gavi sedikit meregangkan kedua tangannya, "Mungkin bisa kali nanti kita berjemur berdua. Lo rutin jemur badan pagi-pagi tiap weekend, kan?"

Gavi benar. Shaka memang selama ini sering menghabiskan pagi hari di waktu weekend atau tanggal merah untuk berjemur. Duduk sendirian dan membiarkan cahaya hangat dari matahari mengenai tubuhnya. Terkadang ada Jia yang ikut nimbrung.

Vitamin D yang terkandung dalam sinar matahari katanya bagus untuk meningkatkan kekebalan tubuh, sistem imun, dan mencegah tubuh dari infeksi-infeksi. Apalagi untuk penderita masalah autoimun seperti Shaka, agenda berjemur seharusnya dilaksanakan lebih rutin lagi.

Blue Butterflies [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang