17 - Forgetting You (2)

2.4K 286 56
                                    

[ ⚠ ]
Flashback.

Detik demi detik, hari ke hari, ada banyak hal baru yang Shaka rasakan. Semuanya menyenangkan, sungguh, kini ada banyak cerita manis di antara lembaran-lembaran hidupnyaㅡyang sebelumnya hanya terisi rasa sakit.

Sejak kehadiran Gavian, Shaka merasa bahwa dirinya semakin hidup. Ia yang selama ini selalu menghindar dari orang lain, sedikit demi sedikit mulai berubah. Tak ada lagi Shaka yang jutek, tak ada lagi Shaka yang murung. Kini hanya ada Shaka yang ceria dan senang menyebarkan kebahagiaan, semua itu berkat Gavian.

Hari-hari yang Shaka lewati selama di Rumah Sakit kini semakin berwarna. Saat Jia tidak ada; pulang ke rumah, ada Gavian yang akan datang untuk menemani. Walaupun hanya permainan kecil sembari duduk di atas ranjangㅡtidak bisa bermain bola seperti anak-anak lain, tapi keduanya tetap menikmati momen tersebut.

Namun, sebanyak apapun tawa yang menggema di dalam ruangan dingin itu, fakta bahwa mereka hanyalah anak-anak istimewa tidak bisa dipungkiri. Tertawa tak menjadikan Shaka terhindar dari rasa sesak yang seringkali menghimpit dadanya saat malam tiba.

Begitupula dengan Gavian. Tertawa tak membuatnya terhindar dari rasa sakit kepala yang luar biasa hebat. Sialnya lagi, penyakit itu selalu kambuh di timing yang tak pernah tepat, di hadapan Shaka. Padahal Gavian berusaha sekuat tenaga untuk tak menunjukkan sisi lemahnya.

"Iyan, darahnya kok gak mau berhenti?" Shaka sudah menangis. Mimisan yang menimpa Gavian seperti ini memang bukan pertama kali terjadi, apalagi sudah berbulan-bulan lamanya mereka saling mengenal. Tapi, tetap saja, Shaka tidak akan pernah terbiasa dengan pemandangan ini.

"Arsha panggilin kakak suster, ya ..."

Tanpa menunggu persetujuan dari Gavian, Shaka lantas beranjak untuk memanggil bantuan. Kepanikan membuat anak itu sedikit melupakan pantangan untuk dirinya sendiri agar tidak berlari. Tapi, Shaka hanya berjalan cepat. Seharusnya itu tidak apa-apa, 'kan?

Ketakutan dalam diri Shaka semakin bertambah saat ia menemukan Gavian sudah tak sadarkan diri di atas rumput, dengan darah yang memenuhi area wajahnya. Perawat yang tadi ia panggil pun lantas mengangkat tubuh itu, membawa sahabatnya untuk segera diberi penanganan.

***

Entah sudah berapa menit berlalu, Shaka tidak tahu. Ia masih setia menunggu, duduk di lantai sembari memeluk lutut seorang diri. Pintu kamar rawat Gavian masih tertutup rapat, belum ada tanda-tanda terbuka dalam waktu dekat. Hatinya semakin cemas, Shaka terus menangis dalam diamnya.

"Arsha, ya?"

Kepalanya mendongak, menatap seorang pria yang sudah berjongkok dihadapannya. "Saya Radi, ayahnya Gavi."

Ayah? Ah, Shaka sekarang mengingatnya. Pria ini yang selalu menjemput Gavian ketika terlalu asyik bermain di kamarnya, pria ini yang beberapa kali mentraktir susu stroberi untuknya, pria ini juga yang seringkali membuat Shaka menaruh rasa iri pada Gavian.

Perhatian, sikap lembut, dan semua hal yang dilakukan Radi pada Gavi, semuanya selalu sukses membuat Shaka iri. Ia juga ingin diperlakukan seperti itu oleh ayah Yudha, ia juga ingin merasakan hal yang sama. Tapi, bagimana bisa? Ayah bahkan belum menunjukkan batang hidungnya sejak Shaka tinggal di Rumah Sakit.

Blue Butterflies [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang