22 - Life, I'm Over You

3.3K 343 62
                                    

Lagu Rekomendasi
We'll Be Okay, For Today - Arash Buana

"Shaka ada di UKS sekarang, lo gak kesana?"

Rasanya sudah lama sejak kaki jenjang itu membawa Gavian bertemu dengan Shaka, merapatkan jarak antar keduanya, berbincang dengan lebih leluasa, dan akrab seperti dulu. Rasanya sudah lama sejak hatinya tertutup untuk menganggap Shaka masih menjadi bagian dalam sejarah hidupnya.

Gavian tidak mengerti, sungguh. Diantara jutaan keluarga yang berdiri bukan atas dasar ketulusan cinta, kenapa harus keluarganya yang diberi ujian kesetiaan? Kenapa harus Radi? Sosok yang selama ini ia kagumi dan ia hormati, sosok yang Gavi jadikan panutan.

Masih seperti mimpi buruk berkepanjangan, Gavi merasa ini terlalu menyakitkan untuk jadi nyata. Fakta tentang ayahnya yang pernah menyentuh wanita lain selain ibu, fakta bahwa hasil dari sentuhan itu selama ini ada dihadapannya dan jadi orang yang selalu ingin Gavi jaga yaitu Shaka.

"Kenapa, Yah?! Kenapa ayah tega ngelakuin semua ini?!"

"Gavi ..."

"Ayah mau beralasan apalagi? Karena ibu susah hamil atau karena ayah gak sabaran? Atau karena Jia itu adalah cinta pertama ayah?! Bertahun-tahun kalian menjadi suami-isteri dan di dalam otak ayah masih ada wanita lain? Ayah gak lagi bercanda, 'kan?"

"Gavi, dengar, ini memang kesalahan ayah. Kalau kamu, Julian, dan Maya gak mau maafin ayah, gapapa. Ayah gak maksa kalian buat nerima kehadiran ayah lagi. Tapi, Gavi, ayah mohon ... berikan ayah kesempatan satu kali lagi untuk memperbaiki semuanya. Apapun syaratnya, ayah pasti terima."

"Kalau Gavi minta ayah putus hubungan dari keluarga itu, bisa? Jangan pernah hubungi Jia atau Shaka lagi dan kita kembali ke rumah lama, bisa?"

Tangannya terkepal kuat tanpa sadar. Gavi jadi ingat bagaimana Radi tak mampu untuk sekadar menganggukkan kepala tanda persetujuan. Walaupun setelah itu ayah terlihat tak berhubungan lagi dengan keluarga tetangga dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan ibu.

Tapi, rasanya masih hambar. Entah karena mereka masih tinggal disana dan masih harus beradu tatap dengan Shakaㅡyang lebih sering melamun di balkon pada malam hari, Gavi tidak tahu. Bahkan sebanyak apapun ia menghebuskan asap rokok di depan Shaka, anak itu tak pernah kapok untuk datang ke balkon dan berusaha mengajaknya berbicara.

Tak terasa Gavi kini sudah berada di depan pintu ruang UKS. Ia lantas masuk ke dalam ruangan tersebut tanpa ragu. "Gavi? Ada apa? Kamu sakit?" Tanya seorang penjaga UKS. Gavi hanya tersenyum kecil, gerakan bibirnya membentuk sebuah kalimat; agak pusing.

Logikanya, Gavi akan berbaring di ranjang dekat meja penjagaㅡlebih mudah untuk ia raih jika benar-benar ingin berbaring dan meredakan pusing. Namun, Gavi justru melangkah menuju ranjang lain yang jaraknya terpisah 2 ranjang lain. Dibalik tirai yang menutup itu, ia tahu siapa orang didalamnya.

Perlahan tirai tersebut ia buka sedikit. Sosok Shaka langsung tertangkap oleh penglihatannya. Anak itu masih membuka mata saat Gavi datang, senyum menghias bibirnya yang bergetar menggigil disertai suara embusan napas berat.

"Gavi ... kepalanya pusing lagi?" Dengan suara yang teramat pelan, Shaka berucap. Dibalik masker oksigen yang dikenakannya, embun tebal tampak terlihat. "Gavi udah minum obat? Gavi istirahatㅡ"

"Kenapa gak pulang?"

Shaka kembali tersenyum, ia menggeleng pelan. Kemudian matanya terpejam kuat saat sensasi seperti ditekan kuat terasa menghimpit paru-parunya, tubuhnya sudah bermandikan keringat, tapi obat yang ia telan tadi tak kunjung memberikan reaksi.

Blue Butterflies [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang