"Bahkan jika setelah ini kamu akan menceraikanku, aku bersedia, mas. Aku sudah mengecewakanmu." Jia berlutut tepat dihadapan Yudha, pria itu tetap berdiri tegap dan terdiam. "Aku melakukan semua ini demi Shaka, aku pikir mempertemukan dia dengan teman kecilnya bisaㅡ"
"Sejak kapan?" Yudha memotong ucapan Jia, tubuhnya kemudian bergerak dan berjongkok, dengan sebelah tangan yang ia gunakan untuk mengangkat dagu sang isteri. "Sejak kapan kamu menyembunyikan semua ini dariku, Jia? Sejak kapan?"
Tubuh wanita itu gemetar ditempatnya, ia takut membalas tatap dengan Yudha, walaupun sedari awal nada suara pria itu terdengar mengalun tanpa tekanan. Namun, Jia dapat melihatnya, sorot mata yang dipenuhi kekecewaan itu terlihat begitu jelas.
"Sembilan tahun yang lalu, saat Shaka dirawat di Rumah Sakit." Kepala Jia kembali tertunduk, menautkan kedua tangan yang sudah berkeringat karena takut. "Radi datang padaku dan mengakui bahwa dialah ... yang bertanggung jawab atas kejadian hari itu."
"Aku terpaksa menyembunyikan fakta ini karena aku takut kamu semakin marah, mas. Tidak menutup kemungkinan jika setelah kamu tahu, kamu akan menjauhkanku dari Shaka. Aku tidak mau ... Lebih daripada itu, aku tidak mau kehilangan kamu dan Shaka."
Yudha sejujurnya masih mencoba mencerna apa yang tengah terjadi sekarang. Beberapa kali melihat isterinya bertemu dengan si tetangga bernama Radi itu, Yudha tak pernah menaruh kecurigaan sama sekali. Ia tahu Jia begitu mencintainya, sama seperti cintanya yang tak pernah habis untuk wanita itu.
Hingga saat dimana Yudha secara tidak sengaja mendengar percakapan Jia dan Radi perihal Shaka, masa lalu mereka, dan kejadian mengerikan belasan tahun lalu. Yudha tak lagi bisa berpikir jernih. Sebegitu hebatnya Jia menyembunyikan dan mengatur semua ini sendirian.
"Dokter bilang, tanpa transplantasi, Shaka kemungkinan besar tidak bisa bertahan sampai satu tahun. Paru-parunya sudah rusak, mas ... Aku tidak mau menyerah, tapi melihat Shaka kesakitan setiap hari, aku juga tidak sanggup."
Dengan tangannya, Jia mencoba meraih tangan Yudha. Setelah itu, ia genggam dengan erat. Air mata terus berjatuhan. "Aku pikir, kembali mempertemukan Shaka dengan teman kecil dan ayah kandungnya adalah keputusan yang benar. Setidaknya anak itu ... bisa bahagia di akhir hidupnya."
"A-aku hanya ingin, Sha-shakaㅡ"
Ucapan Jia terhenti. Ia merasa tubuhnya menghangat seketika, Yudha mendekapnya. Suara tangis itu semakin kencang terdengar. Di dalam kamar mereka, ruangan yang menjadi saksi bisu seberapa besar cinta di antara keduanya, Yudha kembali memeluk Jia.
Seperti janjinya di atas altar 26 tahun yang lalu, Yudha akan menjaga Jia, memberikan semua cintanya pada wanita itu. Begitupula Jia. Mereka hanya terlalu gengsi untuk mengungkapkannya dan takdir terlalu pelik menekan keduanya dalam lubang kesakitan yang sama.
"Jangan menangis, Shaka pasti tidak ingin melihat wajah Bundanya sembab." Yudha melonggarkan pelukannya, ia tatap lama wajah Jia, kemudian mencium kening itu. "Semua yang sudah terjadi, biarkan saja berlalu. Kamu sudah jadi ibu dan isteri yang hebat. Maaf, aku terlambat untuk menyadarinya, Jia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Butterflies [END]
Fanfic[ Sicklit, Angst ] Gavian menikmati hidupnya yang ramai, sedangkan Shaka terbuai dalam keheningan yang tak berujung. Gavian hobi menukarkan waktu dengan kesenangan sesaat, sedangkan Shaka rela membeli waktu demi kebahagiaan yang utuh. Gavian hanya i...