01 - First Impression

10.8K 584 44
                                    

Sebagai makhluk individu, manusia memang memiliki kecenderungan untuk lebih memerhatikan dirinya dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Sedangkan sebagai makhluk sosial, manusia berusaha untuk dapat menyatu dan meneguhkan keberadaannya agar tidak tersisih dari lingkungan sosialnya.

Persentuhan diri sebagai makhluk individu dan makhluk sosial ini menjadi salah satu tanda terjadinya komunikasi. Terbentuknya irisan antara makhluk individu dan makhluk sosial menciptakan suatu proses yang kemudian jamak dipahami sebagai komunikasi antarmanusia.

Arshaka Wiratama atau biasa dipanggil Shaka itu hanyalah anak laki-laki berusia 17 tahun yang tidak pernah tertarik pada apapun mengenai bersosialisasi dan berkomunikasi. Selain pada manusia, hanya kaktus seukuran telapak tangan yang ia jadikan lawan bicara selama ini.

Ia bukanlah anti sosialㅡseperti praduga orang lain tentangnya, begitu pikirnya. Shaka hanya terlalu individual di dalam dunia yang memaksanya untuk bercengkrama dengan sesama. Beralibi jika setiap manusia membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup.

Melalui jendela dari dalam kamar, Shaka mengitip. Ia melihat rumah disampingnya itu tampak ramai sekali. Ada beberapa pria bertubuh besar tengah mengangkat kotak-kotak masuk ke dalam rumah. Shaka mengernyit, menyadari ternyata ia sekarang memiliki tetangga baru. Lantas, selanjutnya apa? Haruskah ia turun ke bawah dan menawarkan bantuan?

Ia terkekeh, jelas saja itu hal yang tidak mungkin terjadi.

"Shaka?"

Suara dari arah pintu menginterupsi Shaka untuk memutar tubuhnya. Ia melihat sang ibu, Jia, tengah berdiri disana dengan celemek yang penuh sisa tepung. "Tutup jendelanya, dek. Angin sore ini lumayan dingin," ucapnya seraya mendekat.

Jia mengangkat tangan, mengusap lembut surai legam milik Shaka. Lantas bergerak perlahan turun menyentuh area wajah, membenarkan letak selang berdiameter sekitar 3,3 milimeter di bawah hidung mancung puteranya yang sedikit bergeser.

"Malam ini ada sambutan untuk tetangga baru, ya?" Shaka bertanya, Jia kemudian mengangguk. "Aku boleh di kamar aja gak, Bun?" Pintanya. Shaka berusaha memasang wajah memelasnya, walaupun percuma, Jia tidak semudah itu untuk dirayu.

Wanita yang mengikat rambutnya agak berantakan itu kemudian menggeleng cepat. "No, no. You need to welcome them, sweety. Katanya mereka punya putera yang seumuran sama kamu," ucap Jia, ia mengecup singkat kening Shaka sebelum berniat kembali ke dapur.

***

Ada ribuan bahkan jutaan parafrasa di dunia ini yang sebagian besarnya masih sulit Gavian Biantara pahami. Salah satunya adalah perbedaan dari kata introvert dan anti sosial, bukankah keduanya memiliki definisi yang mirip? Mereka sama-sama senang menghindari manusia dan keharusan untuk bersosialisasi.

Sayangnya, Gavian terlahir dengan tulisan social butterfly yang tercetak jelas didadanya. Ia tak akan paham atau mengerti bagaimana orang-orang itu bertahan hidup selama ini. Karena bagi Gavian, kehadiran 'orang lain' adalah aspek terpenting dalam hidup. Ia tidak bisa menghadapi peliknya dunia sendirian.

Selepas membereskan barang-barangnyaㅡyang tetap saja masih berantakan khas anak cowok pada umumnya, Gaviㅡsapaan akrab bagi Gavian itu lantas melangkah turun ke lantai dasar. Sudah ada 3 orang disana. Maya dan Radi sebagai sepasang suami isteri, lalu sang adik, Julian.

"Acara makan malam ini harus banget ya, Bu?"

Maya menoleh, ia baru saja selesai mengunci pintu rumah. Agenda malam ini akan mereka isi dengan makan malam di rumah tetangga sebelah. Entah sudah menjadi budaya atau aturan tak tertulis di lingkungan ini, tapi sambutan sederhana seperti ini memang perlu dilakukan, apalagi oleh tetangga yang rumahnya paling dekat.

Blue Butterflies [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang