"Ayo, PiFin." Rebecca merengek, mengulurkan tangannya dan mencoba menarik Freen ke dalam kamar mandi. Gadis berambut hitam itu hanya menggigit bibirnya dan tidak bergerak.
"Kamu harus mandi." Freen menarik tangannya dan menggelengkan kepalanya. "Aku akan berada di seberang lorong saat kamu selesai."
Rebecca memajukan bibir bawah dan menggelengkan kepalanya, yang menyebabkan gumpalan kecil tepung jatuh ke lantai di sekitar kakinya. Freen menunduk melihat tangannya sendiri, yang nyaris seputih hantu dari tepung putih.
"Kamu juga kacau." Ucap Rebecca lembut, mengulurkan tangannya dan mengambil tangan Freen sekali lagi. "Tolong?" dia mendongak dengan penuh harap, beradu pandang dengan Freen.
"Becca, Ak-," mulai Freen, tapi dia kehilangan kata-katanya saat Rebecca melangkah mendekat dan menarik ujung bajunya.
"Ini hanyalah mandi." Rebecca menggelengkan kepalanya dan melilitkan ujung kemeja Freen di sekitar jarinya. "Kamu harus bebersih." Ucapnya lembut. Mendongak menatap gadis yang lebih tua meminta persetujuan, perlahan Rebecca mulai mengangkat baju Freen ke atas. "Aku mencintaimu. Jangan takut."
Merasakan nafasnya tercekat di tenggorokan, Freen menemukan dirinya menjadi semakin gugup. Gugup? Gugup untuk apa? Dia merutuk dirinya dalam hati. Itu adalah Rebecca. Dia tidak harusnya merasa setakut ini untuk...terbuka.
Dengan tarikan nafas dalam, dia melangkah ke dalam kamar mandi dan menutup pintu di belakang mereka. Rebecca menganggap ini sebagai tanda untuk melanjutkan, dan dia mengangkat baju Freen. Gadis berambut gelap mengangkat tangannya ke atas dan membiarkan Rebecca melepaskan pakaian itu dari tubuhhya.
Suasana hening selama beberapa saat ketika Rebecca menelusurkan matanya pada sosok Freen, membiasakan diri dengan kulit Freen yang baru saja terekspos. Freen menahan nafasnya.
"Cantik." Gumam Rebecca, memberikan Freen senyum malu-malu sebelum mengulurkan tangan untuk menyisirkan jemarinya di rambut gadis itu.
Freen mengeluarkan nafas dengan perlahan, mulai lebih tenang. Ini adalah Rebecca. Dia sudah mengekspos dirinya sendiri pada gadis itu secara emosional. Ini hanyalah langkah selanjutnya, ini sama sekali tidak berbahaya.
"Ini." bisik Freen, dengan lembut menarik hoodie Rebecca. "Tidak apa-apa kan?" tanyanya dengan gugup sebelum menggigit bibirnya. Menatap gadis yang lebih kecil, dia menarik dengan lembut pakaian itu.
"Iya." Rebecca terkikik pelan, menyadari kecemasan Freen. Dia mengangkat lengannya saat Freen menarik bahan berat itu melewati kepalanya dan membiarkannya jatuh ke lantai. Begitu tubuhnya terekspos, Rebecca berputar pada cermin dan menggerakkan tangannya di atas tulang selangkanya.
"Aku bersih." Ucap Rebecca pelan, memperhatikan tubuhnya di cermin. Dia menelusurkan jemarinya di bahunya, hampir seperti dia kagum pada kulitnya sendiri. Freen semakin kebingungan.
"Aku kira tujuan utama mandi adalah agar bersih." Freen tertawa dengan gugup, tidak yakin apa maksud Rebecca. Gadis yang lebih kecil hanya menggelengkan kepalanya, meraih tangan Freen dan meletakkannya pada daerah pertemuan bahu dan tulang selangkanya.
"Tidak seperti itu." Rebecca menggoyang kepalanya pelan. "Kulitku. Tidak ada memar. Aku tidak terluka." Dia perlahan menggerakkan tangan Freen ke bahunya.
Gadis bermata indah itu mempelajari kulit Rebecca beberapa saat sebelum mengangguk pelan. Dia dipenuhi dengan campuran kekaguman dan kemarahan. Kemarahan karena ada yang pernah menyakiti Rebecca.
"Dan aku berniat memastikan kamu akan tetap seperti ini." ucap Freen lembut setelah beberapa menit dalam keheningan. Dia mengangkat tangannya dan mengeluskannya pada lengan Rebecca, lalu menautkan jemari mereka. "Kamu aman sekarang. Tidak akan ada yang bisa menyentuhmu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE - Freenbecky
FanfictionBuku kedua dalam Yellow Series Cerita ini bukan miliki saya, hanya terjemahan dan konversi dari buku berjudul Blue → camren yang ditulis oleh @txrches. Setelah perjalanan yang panjang dan lama, Freen akhirnya yakin bahwa dia dan Rebecca telah mencap...