DUA PULUH SEMBILAN

916 108 9
                                    

"Sekarang, Patricia." pria itu menggeram, jari-jarinya mengepal di bagian depan bajunya. " Hari ini juga, atau tidak. Kau dengar aku?"

Rebecca mengangguk panik, dengan hati-hati berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pamannya. Ketika pamannya melepaskannya, dia tersandung beberapa langkah ke belakang dan mengulurkan tangan untuk merapikan bajunya.

"Akan kulakukan." Dia mengangguk dengan cepat, membersihkan tenggorokannya dan menatap pria di depannya dengan takut-takut.

"Aku tahu akan kau lakukan." Ucapnya, suaranya menggera, rendah. "Keluar."

"Baik." Bisik Rebecca. Gadis kecil itu memperbaiki posisi ransel di bahunya sebelum berlari keluar rumah. Hari ini. Hari inilah harinya.

Okey, jadi nyaris interaksi apapun dengan Freen akan membuatnya gugup. Tapi sekarang... ini berbeda.

Dia mengingatnya dengan sangat jelas. Pamannya pulang kemarin malam, berucap tidak jelas dan mengayunkan botol kosongnya padanya. "Aku tidak akan bekerja dengan Chankimha sialan itu." Teriaknya, membuat Rebecca panik. Apa maksud pamannya?

Dan kemudian dia melihat perubahan pada pamannya. Seakan pamannya kelihatan lebih tenang. Saat itulah dia berbalik pada Rebecca, memberitahukan rencana sempurnanya.

"Kamu akan membuat mereka membenci kita." Dia tertawa pahit. "Kamu akan membuat putrinya membenci kita."

Rebecca awalnya bingung, dan entah kenapa panik. Ketakutannya semakin besar saat pamannya menuntutnya agar dia melakukan sesuatu... APAPUN, untuk membuat Freen membencinya. Cukup benci hingga membuatnya pulang dan mengadu pada ayahnya.

Dan kemudian pamannya akan membangga-banggakan Patricia keponakan kecilnya yang sempurna. Cukup untuk membuat ayah Freen muak. Dan kemudian, pamannya akan memiliki pekerjaan itu sendirian.

Rebecca berpikir sangat konyoll karena pamannya menjadikan keponakannya sendiri sebagai senjata. Tapi tentu saja, dia belajar untuk tidak meremehkannya.

Jadi sekarang, beberapa jam setelah berangkat ke sekolah, Rebecca berdiri dengan gugup di depan kafetaria. Dia sudah merencanakan ini sebaik yang dia bisa. Yang harus dia lakukan adalah mengambil ponsel Freen dan mengacau selama beberapa saat. Itu tidak akan menyebabkan terlalu banyak kerugian kan?

Tapi dia harus membuat ini kelihatan terpercaya. Dia tidak boleh mengacau. Kalau dia tidak melakukannya dengan benar, Rebecca tahu ini tidak akan berakhir dengan baik untuknya.

Tapi ayolah, lihat dia. Dia adalah Freen Chankimha. Dan dia cantik. Dan Rebecca tidak bisa menyanggah fakta itu, bahkan jika dia seharusnya jatuh cinta pada Scott. Yang nyatanya tidak dia cintai.

Setelah mendebat akan melakukan apa cukup lama, Rebecca menarik nafas dalam dan bergerak masuk ke kafetaria. Lakukan saja Armstrong. Dia pernah ikut kelas teater. Dia bisa berperan.

"Aku tidak tertarik pada laki-laki seperti itu."

Rebecca berhenti saat dia mendengar kalimat itu terucap dari mulut Freen. Tidak ada satupun dari gadis-gadis di meja itu menyadari keberadaannya.

"Atau mungkin kamu sama sekali tidak tertarik pada laki-laki." Seru Rebecca.

Dia pernah mendengar rumor itu. Hell, semua orang pernah dengar. Dia tidak yakin apakah mereka benar, tapi dia sedang bermain peran. Dia harus membuat Freen membencinya. Dia tidak bisa mengambil risiko.

Mata Rebecca mendarat pada ponsel Freen dan dia dengan cepat mengambilnya, tepat saat para gadis itu mendongak. Mata mereka bertemu sekilas, dan Rebecca merasakan dadanya terasa sesak. Dia tidak bisa melihat Freen, jadi dia segera mengalihkan pandangannya ke ponsel gadis itu yang tidak terkunci.

BLUE - FreenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang