Freen menggulir layar ponselnya tanpa tujuan saat Rebecca dan wolf tertidur di pangkuannya. Rebecca menyandarkan kepalanya pada paha Freen, dan sisa tubuh kecilnya meringkuk membentuk bola diatas karpet di kamar mandi mereka.
Freen menunduk menatap gadis yang lebih kecil, memperhatikan saat dadanya naik dan turun perlahan. Rebecca yang tertidur adalah salah satu hal paling menggemaskan yang pernah dia lihat. Gadis yang lebih kecil itu akan sedikit mengerutkan hidungnya setiap dia bermimpi, dan itu tidak pernah gagal membuat Freen tersenyum.
Gadis bermata indah itu hampir tertidur juga, dengan kepalanya sedikit menunduk. Tepat saat matanya akan memejam, dia terkejut saat Rebecca terkesiap dan seluruh badannya terangkat ke atas.
Wolf terbangun, bergegas turun dari pangkuan Freen dan dengan kikuk menemukan tempat persembunyiannya dibalik kandangnya. Rebecca gemetaran, membawa tangannya ke wajahnya. Freen langsung beringsut mendekat untuk menggoyang tubuh pacarnya.
"Hei,hei, ini aku." Ucap Freen lembut, mengeluskan tangannya naik turun pada lengan Rebecca dan mencoba membuat gadis yang lebih kecil itu menatapnya. "Kamu oke...itu hanyalah mimpi."
"PiFin?" bisik Rebecca, memindahkan tangannya dari wajahnya.
"Aku bersamamu." Freen mengangguk, tapi menyadari mata Rebecca fokus pada hal lain. Sebelum gadis bermata hijau itu bisa merespon, Rebecca merangkak melintasi ruangan dan mengintip ke belakang kandang.
"Aku minta maaf." Gumam Rebecca, meremas matanya menutup dan menarik nafas dalam. Wolf beringsut lebih jauh ke sudut, jelas masih takut dari keributan yang tiba-tiba.
Gemetaran, Rebecca menyandarkan diri ke belakang pada dinding dan menenggelamkan kepalanya di tangannya. Freen berpindah untuk menarik gadis yang lebih kecil lebih dekat padanya.
"A-aku menakutinya." Gumam Rebecca, menyeka matanya frustrasi.
"Hei." Freen menggelangkan kepala dan menahan pergelangan tangan Rebecca agar menghentikan gerakannya. "Dia akan baik-baik saja." Angguknya. Dia menatap mata Rebecca dan menyeka air mata gadis itu dengan ibu jarinya. "Kamulah yang kukhawatirkan sekarang."
"Aku?" dia menyatukan alisnya.
"Iya, kamu." Freen mengangguk dan perlahan berdiri, membantu Rebecca untuk berdiri juga. "Mimpi buruknya semakin buruk kan?" Rebecca hanya mengangguk pelan. Untuk beberapa alasan, gadis yang lebih kecil merasa malu.
"Ayo rebahan." Ucap Freen pelan, menuntun Rebecca keluar menuju lorong dan memastikan pintu kamar mandi tertutup di belakang mereka untuk memberi Wolf privasi. Begitu mereka menjejakkan kaki di kamar tidur, Rebecca menenggelamkan diri di bawah selimut. Freen menghela nafas.
Gadis bermata hijau duduk di pinggir tempat tidur, mengelus punggung pacarnya membentuk lingkaran untuk menenangkannya. Tanpa diminta, dia mulai bernyanyi pelan.
I walked across an empty land (aku berjalan melintasi tanah kosong)
I knew the pathway like the back of my hand (aku mengenal jalan setapaknya seperti punggung tanganku sendiri)
I felt the earth beneath my feet (aku merasakan bumi di bawah kakiku)
Sat by the river and it made me complete ( duduk di tepi sungai dan itu membuatku lengkap)
Oh simple thing where have you gone? (oh, hal sederhana, kemana kamu pergi?)
I'm getting old and I need someone to rely on (aku semakin tua dan butuuh seseorang untuk diandalkan)
So tell me when you're gonna let me in (jadi, beritahu aku kapan kamu akan mengizinkanku masuk)
I'm getting tired and I need somewhere to begin (aku mulai kelelahan dan aku butuh tempat untuk memulai)
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE - Freenbecky
FanfictionBuku kedua dalam Yellow Series Cerita ini bukan miliki saya, hanya terjemahan dan konversi dari buku berjudul Blue → camren yang ditulis oleh @txrches. Setelah perjalanan yang panjang dan lama, Freen akhirnya yakin bahwa dia dan Rebecca telah mencap...