Freen terbangun keesokan paginya dengan sedikit kebingungan saat dia tidak merasakan kehangatan tubuh pacarnya menempel di sisinya. Matanya mengerjap terbuka dan dia langsung melihat sosok kecil di seberang ruangan, merosot ke dinding.
Dia perlahan duduk, menyeka mengucek matanya dan mengerutkan keningnya kebingungan. Rebecca tertidur lelap, jurnal itu tergeletak terbuka di sampingnya. Kepalanya menunduk, menyebabkan rambut hitamnya tergerai menutupi wajahnya. Dia tampak menggemaskan, tetapi Freen terganggu oleh fakta bahwa Rebecca tidak tidur di tempat tidur.
"BB?" bisik Freen, berguling turun dari tempat tidur dan berlutut di samping pacarnya. "Becccaaaaa." Senandungnya pelan, menangkup pipi gadis itu dan menyingkirkan rambut dari wajahnya. Mata cokelat lembutnya mengerjap terbuka dan bertemu dengan matanya, kebingungan terlihat di wajahnya.
"Aku tertidur?" suara Rebecca serak. Freen menaikkan sebelah alisnya, mengangguk pelan. Rebecca langsung mengerutkan kening, duduk dan mencari-cari jurnal itu di lantai.
"Kenapa kamu berada di sini?" tanya Freen, memperhatikan saat Rebecca mengambil jurnal dan memegangnya erat. Wajah gadis yang lebih kecil membeku saat mendengar pertanyaan Freen, dan dia menggigit bibirnya dengan gugup.
"Aku..." Rebecca berhenti, menutupkan tangannya di mulutnya dan menguap. "Aku tidak mau tidur. Aku lelah dengan mimpi buruk."
Freen mengggigit bibirnya dan menghela nafas, memberikan pacarnya anggukan simpati. "Kamu butuh tidur, goofball." Dia tertawa gugup, beranjak berdiri dan membungkuk. Rebecca terkikik pelan saat Freen mengangkatnya, menggendongnya menuju tempat tidur.
"Istirahatlah sejenak, oke? Ada sesuatu yang harus kulakukan dan kemudian kita akan pergi keluar." Jelas Freen, menyerahkan selimut pada Rebecca. Gadis yang lebih kecil menatapnya dengan penasaran, tapi tetap memberikan anggukan pelan padanya.
"Aku mencintaimu." Bisik Freen, menunduk dan mencium kening Rebecca. "Aku akan berada di lantai bawah."
Rebecca meringkuk di bawah selimut, mendengarkan langkah kaki Freen menghilang dari ruangan. Sementara itu, gadis bermata hijau berjalan menuruni tangga dan menuju ke dapur.
Sekitar satu jam kemudian, Freen menyeka tangannya dan meletakkan makanan terakhir dalam keranjang piknik. Tepat saat dia melakukannya, suara langkah kecil terdengar dari anak tangga. Rebecca memasang beanienya, mengintip ke dalam dapur dan tersenyum saat dia melihat Freen.
"Apa ini?" tanya Rebecca pelan, berjalan menuju sisi Freen dan mengintip ke dalam keranjang. Dia mengerutkan keningnya dan menatap pacarnya. "Ini untuk apa?"
"Aku pikir kita akan makan siang di luar." Freen mengangkat bahunya. "Apa itu oke?"
Rebecca mengangguk dengan cepat. "Aku suka makanan." Dia cekikikan. "Kemana kita akan pergi?"
Freen mengerucutkan bibirnya dan berpikir sejenak, ingin menjelaskan sebaik yang dia bisa. "Kita akan...mengunjungi...beberapa orang yang seharusnya kamu kenal dengan cukup baik." Freen mengangguk pelan. Freen menaikkan sebelah alisnya, tapi tidak menanyakan lebih jauh.
"Ayo, goofball." Freen tertawa, menunjuk sepatu Rebecca pada gadis itu. Rebecca memakainya, mendongak pada Freen dan tertawa pelan saat gadis itu membungkuk untuk membantunya mengikat tali sepatunya.
Rebecca memiliki begitu banyak pertanyaan saat mereka berkendara. Freen mencoba yang terbaik untuk mengabaikannya, berusaha untuk mengalihkan perhatian Rebecca dengan radio. Akhirnya, mereka tiba di taman kecil. Rebecca mengangkat alisnya dengan bingung, tetapi mengikuti Freen saat gadis itu mengambil makanan mereka dan membawanya ke sebidang rumput yang hijau.
"Bukan ini." Freen tertawa pelan, menyadari kebingungan Rebecca. "Kita hanya akan makan di sini, dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki."
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE - Freenbecky
FanfictionBuku kedua dalam Yellow Series Cerita ini bukan miliki saya, hanya terjemahan dan konversi dari buku berjudul Blue → camren yang ditulis oleh @txrches. Setelah perjalanan yang panjang dan lama, Freen akhirnya yakin bahwa dia dan Rebecca telah mencap...