DUA PULUH DUA

1K 117 13
                                    

Freen bangun keesokan paginya dengan selimut yang sudah hilang dari atas tubuhnya. Ini adalah hal yang biasa terjadi dengan Rebecca, tapi saat dia berguling untuk menarik kembali selimut dari gadis yang lebih kecil, dia menyadari hanya ada dia diatas kasur.

Dia duduk dengan cepat, menjadi semakin bingung saat dia melihat selimut di sudut ruangan, dikaitkan ke salah satu laci meja riasnya dan disampirkan ke dinding. Hal itu menciptakan semacam benteng. Dan pelakunya mengeluarkan dua kaki kecil dari baliknya.

Freen dalam diam berguling dari kasur, yang mengejutkan Rebecca. Gadis bermata cokelat itu duduk dari dalam bentengnya, mendorong salah satu selimutnya ke samping dan menatap pacarnya.

"Kenapa kamu di bawah sana?" tanya Freen, memiringkan kepalanya ke samping. Rebecca menggigit bibirnya.

"Apa kamu mimpi buruk lagi?" Freen berlutut di samping Rebecca. Gadis yang lebih kecil hanya mengangguk, entah kenapa merasa bersalah karena dia mengganggu Freen.

"Dan kamu membangun benteng...?" Freen menaikkan sebelah alisnya.

"Supaya hal buruk menjauh." Gumam Rebecca pelan. Freen mengangguk.

"Kalau begitu mendekatlah." Dia tersenyum. Rebecca kebingungan, tapi beringsut ke samping dan membiarkan Freen merangkak masuk ke dalam benteng di sampingnya. Gadis bermata hijau membaringkan kepalanya di salah satu bantal yang dibawa Rebecca dan mengulurkan lengankan.

"Ingat, obatnya tidak akan langsung bekerja." Freen memberi isyarat pada Rebecca untuk berbaring di sampingnya. Gadis bermata cokelat menghela nafas pelan dan berbaring di samping Freen, yang langsung menariknya mendekat ke tubuhnya.

"Kamu kedengaran lelah." Catat Freen, sedikit berputar hingga dia bisa mengeluskan jemarinya pada lengan Rebecca. "Cobalah untuk tidur sedikit lagi. Aku akan berada di sini saat kamu bangun."

Mengangguk pelan, Rebecca menguap dan mengulurkan tangannya untuk menemukan lengan baju Freen. Berpegang pada gadis yang lebih tua, dia membiarkan kantuk menguasainya.

Sekitar satu jam lebih kemudian, Freen merasakan Rebecca bergerak di sampingnya. Dia mengulurkan tangan, mengelus rambut pacarnya saat mata cokelat karamel Rebecca perlahan terbuka. Awalnya, butuh beberapa saat baginya untuk menyadari dimana dia berada, tapi dia tersenyum lembut saat dia melihat Freen.

"Pagi." Bisik Freen, menyeka matanya. Dia berhasil kembali tidur juga.

"Selamat pagi." Rebecca tersenyum lebar. Dia menguap, bangkit duduk dan menarik Freen agar melakukan hal yang sama.

"Orang l,-" ucapan Freen terputus saat Rebecca mencium bibirnya, menariknya ke dalam ciuman dalam dan lapar. Freen terkejut saat Rebecca mendorongnya ke belakang, merangkak naik ke atasnya dan menyelipkan lidahnya ke dalam mulutnya. Gelombang euforia mengalir deras ke seluruh tubuh Freen dan dia harus memutus ciuman itu untuk mengatur napas.

Rebecca duduk, dihiasi senyuman konyol yang sama seperti yang selalu dimilikinya. "Selamat pagi." Dia tersenyum lebar, merangkak turun dari atas tubuh Freen dan keluar dari benteng sebelum Freen bahkan bisa memproses apa yang baru saja terjadi.

Saat Rebecca melewati lorong dengan tenang untuk pergi ke dapur, Freen berbaring di dalam benteng mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Rebecca tidak pernah begitu...bergairah sebelumnya. Ini hal baru.

Freen duduk, menyisirkan tangan di rambutnya dan mencoba menenangkan detak jantungnya. Setelah dia tenang, dia mendorong dirinya sendiri untuk keluar dari benteng dan menuju lantai bawah.

"Tacos?"

"Tidak, Becky. Ini sarapan. Tacos untuk makan malam."

"Sereal untuk makan siang."

BLUE - FreenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang