"Kamu harus melepaskan sepatumu, konyol." Freen mendorong Rebecca menuju pemeriksaan keamanan, melepaskan sepatu botnya sendiri dan memasukkannya ke dalam satu kotak plastik. Rebecca mengikutinya, meletakkan sepatu conversenya dengan hati-hati di sebelah sepatu Freen.
"Satu per satu." Bisik Freen, dengan lembut mendorong Rebecca ke arah detektor metal lebar. Ragu-garu, Rebecca berjalan maju dan menunggu Freen untuk melakukan hal yang sama.
"Lihat? Tidak terlalu buruk." Freen tertawa, memegang tangan Rebecca dan menyesuaikan ransel di punggungnya. "Sekarang yang harus kita lakukan hanyalah menunggu sampai pesawat kita tiba di sini. Kita gerbang..." dia mengeluarkan tiket dari dalam sakunya. "A21. Berarti di suatu tempat di bawah sana." Dia menunjuk pada satu lorong panjang.
Tersenyum lebar, Rebecca mengikuti Freen saat mereka berjalan menuju gate mereka. Meskipun, sesuatu menarik perhatian Rebecca, dan dia melepaskan tangan Freen untuk memeriksanya.
Gadis yang lebih kecil berjalan ke depan toko oleh-oleh, langsung menuju ke rak jaket hoodie. Freen menaikkan sebelah alisnya, berjalan mengikutinya untuk melihat apa yang dia temukan.
"Lihat, PiFin." Rebecca mengangkat jaket biru dengan tulisan 'I ♥ New York' tertera. Freen mengangguk, mengakui bahwa dia telah melihat jaket itu.
"Apa aku boleh memilikinya?" Rebecca memiringkan kepalanya ke samping sedikit. "Ini warna kesukaanmu." Dia mengangguk, mencengkeram jaket itu ke dadanya dan bergerak untuk berbisik di telinga Freen. "Aku gadis kesukaanmu kan?"
Tertawa, Freen mengambil jaket itu dari tangan Rebecca dan memperhatikannya selama beberapa saat. "Kamu goofball." Dia tertawa, mendorong Rebecca menuju meja kasir dan menyerahkan jaket kembali padanya. "Serahkan ke sana."
Rebecca melirik pada Freen dengan ragu-ragu tapi gadis bermata hijau itu memberikan senyum medukung. Mengambil nafas panjang, Rebecca melangkah dan meletakkan jaket itu di meja.
"Hai." Ucap Rebecca pelan. Kasir memberinya senyum kecil dan memindai jaket. Meletakkan lengan di bahu Rebecca untuk menenangkan, Freen menyerahkan pada kasir kartu kreditnya.
"Apa aku boleh memakainya?" tanya Rebecca pelan begitu mereka berjalan keluar dari toko dengan membawa tas. Freen tertawa, mengambil tas itu dari tangan Rebecca dan membuka jaketnya. Dia membantu gadis yang lebih kecil untuk memakainya.
Rebecca tersenyum dengan bahagia mengenakan jaket hoodie, meskipun dia memilih jaket yang ukurannya dua kali lebih besar dari ukurannya. Freen berpikir kalau dia kelihatan menggemaskan dengan lengan ekstra panjang. Rebecca menggoyang lengannya beberapa kali hingga dia bisa mengeluarkan tangan dari lengan jaketnya.
"Gadis favoritku dalam warna favoritku." Goda Freen, mencondongkan tubuh dan mencium hidung Rebecca. Dia tidak memedulikan orang lain yang memandangi mereka. Dia sama sekali tidak peduli.
Dengan Rebecca, semua hal yang biasanya dia pedulikan menjadi tidak berarti. Freen cenderung terlalu bersemangat dalam segala hal. Kalau seseorang melihatnya dengan cara yang salah, dia akan panik. Tapi sekarang, dia memiliki Rebecca. Saat dia dengan Rebecca, fokusnya hanya pada Rebecca. Mereka berada dalam dunia mereka sendiri, dan tidak ada yang bisa merusaknya.
"Terima kasih, PiFin." Rebecca tersenyum dan menarik Freen dalam pelukan. "Aku menyukai ini lebih dari penerbangan terakhirku."
"Penerbangan terakhirmu?" Freen menaikkan sebelah alisnya. Rebecca mengangguk, menarik tangan Freen dan menariknya mendekat sebelum dia bisa menanyakan apapun lagi.
"Di sini." Freen menunjuk pada tanda di atas gerbang. Rebecca menepuk tangannya dan duduk di salah satu kursi hitam. Freen duduk di sampingnya, mengeluarkan ponselnya dan menyerahkan salah satu earbudnya pada Rebecca.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE - Freenbecky
FanfictionBuku kedua dalam Yellow Series Cerita ini bukan miliki saya, hanya terjemahan dan konversi dari buku berjudul Blue → camren yang ditulis oleh @txrches. Setelah perjalanan yang panjang dan lama, Freen akhirnya yakin bahwa dia dan Rebecca telah mencap...