Rebecca mengerutkan alisnya. Ini tidak kelihatan bagus. Dia berputar-putar di depan cermin dan mendengus.
"Kamu tidak cantik." Dia menyatakan, menarik gaun warna navy-nya melalui kepala dan melemparkannya ke samping. Matanya tertuju pada gaun berwarna kuning pastel yang tergantung di lemari, tapi dia memaksakan dirinya untuk tidak melihatnya. Itu sangat cerah. Itu tidak normal. Freen menginginkannya untuk normal.
Setelah Freen pergi keesokan harinya, Rebecca langsung mengunci dirinya di dalam kamar dan mulai berlatih. Berlatih menjadi normal.
Nam bilang pasangan 'normal' pergi ke pesta. Jadi Rebecca harus menjadi normal. Itulah yang akan Freen inginkan.
Gadis yang lebih kecil berjalan kembali ke lemari. Dia tidak mau mengenakan gaun, putusnya. Tidak apa-apa. Orang normal juga mengenakan rok.
Rebecca mengambil rok ungu favoritnya dari lemari dan mengenakannya. Dia tersenyum senang pada pantulannya di cermin, puas dengan tampilannya. Setelah menemukan atasan putih berumbai untuk dipakai juga, Rebecca memperhatikan dirinya sendiri di cermin. Dia kelihatan normal.
Untungnya, dia sudah memperhatikan Freen menata rambutnya cukup sering untuk mengetahui apa yang harus dia lakukan. Dia bergerak menyeberangi lorong dan menemukan botol spray pink yang gadis itu selalu gunakan. Rebecca membaliknya di tangannya, mengerutkan keningnya saat dia menyadari tidak tahu bagaimana menggunakannya.
Beberapa saat kemudian, dia terbatuk dan tersedak memuntahkan zat yang berbau busuk ke dalam westafel. Well, setidaknya dia sudah tahu bagaimana cara menggunakannya.
Setelah menyeka wajahnya dengan handuk, Rebecca menyemprotkan produk itu ke rambutnya beberapa kali dan meletakkan botol itu. Dia mempelajari pantulannya dengan seksama sembari menyisirkan jemarinya di rambutnya beberapa kali.
Yang tersisa hanyalah makeup. Ini adalah bagian yang dia tidak yakin. Dia ingat Freen menggunakan tas hitam di lemari. Rebecca berjongkok, mengambil tas makeup dan menumpahkan semua isinya ke atas meja.
Gadis yang lebih kecil langsung mengambil wadah warna-warni, berjuang untuk membuka tutupnya. Namun, dia tidak tahu kekuatannya sendiri, karena begitu dia akhirnya berhasil membuka tutupnya, jepit rambutnya beterbangan di lantai ubin.
"Shhh."bisik Rebecca, menunduk dan mulai mengumpulkan benda kecil itu kembali. Saat dia berdiri dengan segenggam penuh jepit rambut, dia hampir terjatuh saat dia berhadapan dengan Noey.
"Kamu sedang apa?" gadis yang lebih tua bertanya, menaikkan sebelah alisnya pada penampilan Rebecca.
"Aku..." Rebecca menggelengkan kepalanya, menumpahkan jepit rambut kembali ke dalam wadah kecil. "Aku bersiap-siap."
"Untuk apa?" tanya Noey. Rebecca memberi isyarat pada pakaiannya dan tersenyum.
"Pesta." dia senandung, berbalik kembali ke westafel dan mempelajari produk makeup yang dia letakkan di meja. "Aku dan PiFin akan pergi."
"Apa Freen tahu tentang ini?" Noey tertawa lembut, berjalan melewati Rebecca dan duduk di ujung bathtub. Rebecca mengerutkan alisnya dan mengangkat bahu.
"Dia akan tahu saat dia pulang." Rebecca cekikikan dan mengangkat kuas makeup. Memiringkan kepalanya ke samping, gadis yang lebih kecil bertambah bingung.
"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan." Rebecca mengaku, berbalik pada Noey dan menunjukkan kuas itu. Gadis lainnya tertawa, berdiri dan menggoyangkan kepalanya.
"Kamu tidak menggunakan itu duluan." Dia mengambil kuas dari tangan Rebecca dan meletakkannya kembali ke meja. "Kamu tidak butuh banyak riasan."
"Tapi aku harus menjadi cantik." Rebecca menaikkan alisnya dengan memohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE - Freenbecky
Hayran KurguBuku kedua dalam Yellow Series Cerita ini bukan miliki saya, hanya terjemahan dan konversi dari buku berjudul Blue → camren yang ditulis oleh @txrches. Setelah perjalanan yang panjang dan lama, Freen akhirnya yakin bahwa dia dan Rebecca telah mencap...