TIGA BELAS

61 13 0
                                    

KAKI Kenzo bergoyang-goyang heboh di bawah kursi. Matanya menatap jam dinding birunya itu. Di tangannya, ia memegang plastik bungkus setangkai mawar dan coklat dengan erat. Sampai remuk plastik dan coklatnya itu dipegangnya. Kenzo sudah berpakaian rapi, memakai kemeja biru langit polos dan celana chino krem kebanggaannya. Rambutnya ia sisir rapi, ia tata dengan gel rambut agar belahannya tetap di pinggir kiri. Tak lupa parfum ia semprotkan di beberapa titik nadinya. Jam tangan juga sudah melingkar di pergelangan tangannya yang kurus itu. Meskipun sudah rapi dan wangi, dahinya tetap berpeluh-peluh.

Sudah berapa lama kakinya bergoyang seperti tukang jahit?

Kenzo melirik lagi jam dindingnya. Pertunjukan monolog itu dimulai pada pukul tujuh, lagi-lagi di Teater Kecil TIM. Sekarang pukul empat lebih lima belas dan Kenzo menimbang-nimbang. Jika ia berangkat sekarang, ia akan sampai lebih awal. Mau apa dia di sana menunggu satu jam atau mungkin lebih? Kalau ia berangkat pukul lima, jalanan pasti macet parah. Hari Jumat jam pulang kerja mungkin bisa dinobatkan sebagai hari dengan lalu lintas paling padat di Jakarta.

Namun, Kenzo juga masih menimbang-nimbang apakah ia benar-benar akan datang ke pertunjukan monolog Keira atau tidak. Semalam, membeli tiket monolog itu via daring rasanya begitu impulsif. Kenzo merasa dirinya tidak sadar ketika mentransfer uang sejumlah Rp150.000 ke rekening Sanggar Teater Senandika. Belum lagi di malam yang sama ia buru-buru ke toko bunga Mas Sofyan untuk membeli setangkai mawar dan ke minimarket terdekat untuk membeli coklat. Untungnya tidak ada yang mencuri coklat itu walaupun Kenzo meletakkannya di kulkas bersama kos.

Jika Kenzo tidak datang, sia-sia jadinya apa yang sudah ia beli. Tiket, coklat, dan bunga mawar mungkin akan terbuang. Kecuali coklat yang mungkin bisa Kenzo habiskan dalam hitungan menit saja. Tapi tiket dan sebatang mawar? Harganya tidak main-main!

Jadi akhirnya, pada pukul lima, Kenzo bergegas mengambil tas selempang dan kunci motornya, kemudian bergegas menuju Taman Ismail Marzuki. Di jalan, Kenzo berusaha menghalau semua kemungkinan buruk yang bisa ia pikirkan. Bagaimana kalau nanti Keira jual mahal padanya? Bagaimana kalau nanti Keira menganggapnya orang aneh? Bagaimana kalau nanti Keira tidak menerima mawar dan coklat lagi? Aduh, kenapa ia harus menuruti perkataan Mona untuk memberikan mawar dan coklat pada Keira? Itu terlihat murahan sekali! Terlalu klise. Bukan gaya Kenzo memberikan barang-barang kepada orang lain yang baru ia kenal.

Kenzo berusaha untuk menyiapkan muka badaknya kalau-kalau Keira menolaknya mentah-mentah. Atau membuatnya malu. Tidak apa-apa, Ken, batinnya, lagipula siapa kamu tiba-tiba datang ke hidupnya?

Sesuai dugaan, Kenzo tiba di Teater Kecil TIM pada pukul setengah tujuh. Lobi Teater Kecil sudah ramai dengan pengunjung yang hendak membeli dan menukar tiket. Karena meja tiket hanya ada satu, Kenzo mengantri di paling belakang. Ia mengeluarkan ponselnya kemudian membuka surel dari Sanggar Teater Senandika yang berisi bukti pembelian tiket. Lalu, Kenzo menunggu.

Makin lama berdiri di antrian, makin dekat ia dengan meja tiket, makin dekat ia dengan ruang pertunjukan, makin bertalu-talu jantungnya. Kenzo tidak paham mengapa ia jadi segugup ini bertemu orang asing. Padahal dirinya bekerja sehari-hari dengan orang asing. Semua pelanggannya orang asing yang Kenzo tidak tahu mereka siapa. Seharusnya Keira juga sama.

Namun, badan Kenzo justru memutuskan untuk melakukan hal yang berbeda. Keringat dingin mengucur dari dahinya. Ketika ia pegang lengannya, lengannya terasa dingin dan panas, bercampur jadi satu. Matanya jelalatan ke mana-mana, tidak tahu juga Kenzo mencari apa. Ia terus-terusan menggigit bibirnya.

Oke, tenang, Ken. Cuma menonton monolog. Tidak perlu panik dan gugup bertemu Keira nanti, katanya menenangkan diri. Dalam diam, ia menarik napas dalam. Dadanya naik turun seiring ia menarik napas. Begitu Kenzo sampai di depan meja tiket, pemuda itu menghembuskan napasnya perlahan.

Nirtunggal [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang