TIGA PULUH

53 10 0
                                    

KENZO dan Deon menghabiskan sepanjang sore untuk menginterogasi Andri. Bukan menginterogasi, lebih tepatnya menanyakan apa alasannya melakukan hal tersebut. Andri terhitung masih baru bekerja di Nirtunggal. Pelanggannya saja baru tiga orang. Namun, justru hal inilah yang membuat Kenzo tidak habis pikir. Bisa-bisanya ia terpikir untuk mencuri di rumah pelanggannya. Jika Bu Tia adalah pelanggan ketiganya, apakah pelanggan-pelanggan sebelumnya juga ikut jadi korban dan tidak melapor? Satu kasus saja sudah membuat nama Nirtunggal jelek, bagaimana tiga kasus?

"Dua pelangganmu sebelum Bu Tia kamu curi juga tidak barangnya?" tanya Deon. Rahangnya merapat menahan amarah. "Ken, coba cek dua pelanggan Andri sebelum Bu Tia itu siapa?"

Kenzo menarik laptopnya, melihat laporan pelanggan milik Andri. "Pelanggan pertamanya dia ini memintanya untuk jaga pasien di rumah sakit. Sepertinya kerabatnya yang memesan. Ulasannya bagus. Kemudian pelanggan kedua ini bantu beres-beres rumah setelah pindahan. Ulasannnya dapat bintang tiga karena katanya ada barang yang hilang."

"Pelanggan keduamu kamu curi juga barangnya?"

Andri mengangguk. Wajahnya masih sedatar tadi.

"Apa yang kamu curi?"

"Dompet. Dompetnya saya jual, uangnya saya ambil."

"Kartu-kartunya kamu ambil juga?"

Andri menggeleng. "Tidak ada kartu di sana. Hanya uang tunai 500 ribu."

"Kenapa kamu tega berbuat seperti itu? Mereka itu orang-orang yang butuh bantuan kamu."

"Karena saya butuh uang cepat, Pak," ujar Andri ciut. "Saya punya utang dan kemarin itu sebenarnya sudah lewat tenggat waktu. Makanya saya curi."

"Kalau kamu butuh uang, bilangnya ke saya. Jangan malah mencuri punya pelangganmu. Mereka orang asing yang tidak tahu apa-apa. Coba sekarang saya tanya, gajimu masuk tidak?"

Andri lagi-lagi mengangguk. Pemuda itu sepenuhnya menunduk, takut menatap Deon, bahkan takut untuk menatap Kenzo. Diam-diam, Kenzo memperhatikan ubin di lantai satu yang belum disapu. Ujung sepatunya saling mengetuk seolah berusaha untuk mendistraksi diri. Kenzo mencoba memusatkan perhatian, tetapi pikirannya teralihkan oleh semut yang saling menabrak di ubin.

"Kamu tahu apa akibat yang kamu timbulkan karena ulahmu ini? Gara-gara kamu Nirtunggal jadi jelek namanya. Sara dan Bu Tia tidak mau take down utas Twitternya. Kenzo harus ganti rugi gara-gara kamu. Kamu tahu kalau tadi kamu direkam oleh Sara? Rekamannya sudah diunggah ke Twitter pribadinya. Gara-gara kamu, semuanya hilang kepercayaan dengan perusahaan ini. Bukan cuma calon pelanggan, kesepakatan saya dengan investor yang akan mendanai Nirtunggal langsung hangus karena membaca utas Twitter tadi. Besar, loh, pengaruhmu, Ndri. Bukan hanya satu dua orang yang kepercayaannya padamu kamu hancurkan, nyaris seluruh orang yang hidupnya bergantung dengan Nirtunggal kamu hancurkan kepercayaannya. Saya masih bisa terima kalau kamu menghancurkan kepercayaan saya atau Kenzo, tapi ini orang lain di luar pihak Nirtunggal juga."

"Saya mohon maaf, Pak. Tolong jangan laporkan saya ke polisi," kata Andri memohon.

"Seharusnya kamu minta maaf ke Bu Tia dan keluarganya, jangan ke saya. Saya tidak akan melaporkan ini ke polisi, tapi saya akan memutuskan hubungan kerja denganmu."

Dari yang tadinya Andri menunduk, sekarang ia mendongak. Matanya membulat dan mulutnya membentuk huruf O. Sejujurnya, hal itu cukup membuat Kenzo tercengang. Selama satu tahun hidupnya di Nirtunggal, baru kali ini bosnya memecat orang.

"Pak, tolong jangan pecat saya juga. Saya tidak tahu harus bagaimana membayar utang."

Deon berdiri dari kursinya. Ia kemudian berjalan menuju pintu depan, membukanya lebar-lebar, dan berdiri di sana seperti menyuruh Andri keluar. "Tidak bisa, Ndri. Kesalahanmu sudah sangat fatal."

Nirtunggal [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang