DUA PULUH SEMBILAN

53 10 0
                                    

"SELAMAT pagi. Selamat datang di Nirtunggal. Dengan saya Dwiki, ada yang bisa dibantu?"

Waktu mungkin baru menunjukkan pukul sembilan pagi, tetapi hari Kenzo sudah dibuat tegang. Bagaimana tidak, di bilik pelayanan pelanggan, tempat Dwiki, customer service Nirtunggal, bekerja, Kenzo sudah mendengar hentakan suara dari telepon yang berada di telinga lelaki usia 30-an itu. Kenzo baru datang ketika Dwiki dengan sabar menanggapi pelanggan.

"Baik, Ibu. Akan kami tampung dulu keluhannya—"

Jeda membuat wajah Dwiki memucat. Bukan hanya Kenzo yang penasaran dengan percakapan Dwiki dan pelanggan, melainkan seluruh penghuni kantor juga ikut-ikutan menoleh ke bilik di pojok itu.

"Baik, Ibu. Akan segera kami selidiki. Kepada siapa saya berbicara?" Dwiki mengangguk. Ia mencatat di kertas di depannya, kemudian menutup teleponnya. Salut Kenzo dengannya. Bagaimana bisa ia setenang itu menghadapi pelanggan?

Tak lama, Dwiki keluar dari biliknya. Wajahnya pucat pasi seperti orang sakit. Rautnya panik dan takut. Dengan langkah buru-buru, ia melangkah ke arah Kenzo yang masih belum melepas tasnya.

"Ken, ada Pengusir Sepi yang namanya Andri tidak?" tanyanya.

"Ada," ujar Kenzo seraya menempatkan tasnya di kursi. "Kenapa?"

"Dia dituduh mencuri oleh pelanggannya."

Mata Kenzo membelalak. Berita itu sontak membuat satu kantor geger. Semuanya menoleh ke arah Kenzo dan Dwiki, penasaran dengan apa yang terjadi. Kenzo yakin mereka juga sama bingungnya dengan Kenzo. Aduh, bisa-bisanya.

"Coba, deh, Kenzo cek invoice Andri yang terakhir. Nama pelanggannya Ibu Tia. Katanya Andri mencuri uang dan perhiasan dari rumah Bu Tia," lanjut Dwiki.

"Berapa banyak yang hilang?"

"Uang 15 juta rupiah, dua gelang emas, dua cincin pernikahan, satu cincin emas bermata rubi, dua kalung swarovski, dan satu kalung perak. Katanya kalau hari ini tidak ada hasil, Bu Tia akan bawa kasus ini ke polisi."

Aduh! Barang yang hilang rupanya bukan main-main. Benar-benar, Andri. Harusnya Kenzo tidak meloloskannya saja. Harusnya ia tidak memberikan pemuda itu kesempatan.

"Apa saya telepon Pak Deon saja, ya, Ken?"

"Aduh, tapi Pak Deon tidak ke kantor hari ini. Ada meeting dengan investor. Sebentar, ya, Kak Dwik."

Meskipun dari luar Kenzo tampak tenang, di dalam Kenzo sebenarnya ketar-ketir. Pasalnya, Andri tidak terlihat sejak tadi pagi. Entah ada pelanggan atau tidak, Kenzo tidak tahu.

Buru-buru Kenzo membuka laptop. Ia melihat riwayat pemesanan Andri di laman web Nirtunggal. Nama pelanggan yang disebutkan Dwiki ada di sana, di paling atas. Berarti ia adalah pelanggan baru. Dari invoice-nya, Andri diminta untuk menjaga rumah di bilangan Sunter karena saat itu, keluarga Ibu Tia sedang ke luar kota. Mereka punya dua kucing peliharaan yang harus dijaga selama mereka keluar kota. Dari nama kompleksnya, sepertinya itu adalah kompleks elit dengan rumah mewah. Kenzo membaca ulasan yang ditulis oleh Ibu Tia. Ulasannya baik. Pun dengan laporan yang ditulis Andri yang baru saja dimasukkan ke dalam folder beberapa jam yang lalu.

Bagaimana caranya Kenzo tahu kalau Andri mencuri?

"Kak Dwik, Ibu Tia ada buktinya tidak? Bisa saja kita dibohongi."

Dwiki mengangguk. "Ada rekaman CCTV katanya. Tapi saya juga curiga, sih. Bisa saja rekaman CCTV itu rekaman CCTV lain."

"Kalau Ibu Tia telepon lagi, sambungkan ke aku, ya."

Dwiki hanya mengangguk dan kembali ke biliknya. Untuk sementara waktu, Kenzo mencoba menelepon Andri. Telinga dan bahunya mengempit ponsel yang masih mengeluarkan nada sambung sementara jari Kenzo sibuk di atas papan tik laptopnya. Dengan bantuan Livy, ia masuk ke laman web Nirtunggal dan menyadap kolom pesan milik Andri dan Bu Tia

Nirtunggal [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang