TIGA PULUH SATU

51 11 0
                                    

SEBELUM mengetuk pintu, Kenzo terlebih dahulu menarik napas. Ia tahu betul Keira akan marah. Ia tahu betul Keira akan mengamuk lagi. Tahu betul dirinya bahwa gadis itu mungkin akan mengusirnya terang-terangan, mungkin akan berteriak-teriak mengagetkan tetangganya yang lain. Namun, Kenzo bukan pengecut. Papa tidak mengajarkan Kenzo menjadi laki-laki pengecut. Kenzo tahu Kenzo yang salah, maka dari itu Kenzo datang ke apartemen Keira untuk berbicara.

Tabiat Keira ketika gadis itu marah adalah menarik diri. Termasuk dari Kenzo. Dan kali ini, Keira tidak membalas pesannya selama lima hari. Bukan tanpa alasan Kenzo datang ke apartemennya. Alasannya apa lagi kalau bukan karena tidak bisa dihubungi?

Setelah mantap dan yakin, Kenzo mengetuk pintu, kemudian menunggu. Tidak ada jawaban dari dalam. Kenzo coba sekali lagi. Masih tidak ada jawaban. Bahkan sepertinya tidak ada suara apa pun dari dalam sana. Kenzo tidak mendengar suara langkah kaki Keira, juga suara lain yang menunjukkan bahwa gadis itu masih hidup. Tidurkah ia?

"Kei," panggil pemuda itu. "Ini aku."

Masih belum dijawab juga. Apa jangan-jangan gadis ini sedang latihan? Hari ini hari Minggu. Senandika latihan pada pagi hari di hari Minggu. Namun, kalau gadis itu sedang berada di rumah Bang Jo, seharusnya sandal dan sepatunya tidak ada. Kebalikannya, sepatu dan sandal Keira masih tersimpan rapi di rak sepatu di depan kamar.

"Kei, aku tahu kamu di dalam," sahut Kenzo lagi.

Masih belum ada jawaban juga. Benar-benar Keira. Semarah itukah ia dengan Kenzo?

"Keira," panggilnya lagi. Suara Kenzo melembut kali ini. Ia tahu keras kepalanya Keira tidak akan bisa dilawan dengan keras kepala juga. Salah satu harus ada yang mengalah.

"Kei, aku mau bicara sama kamu," pancing Kenzo lagi.

Keira masih tidak keluar. Masa iya Kenzo harus mendobrak pintu kamarnya? Bisa-bisa Kenzo dilaporkan polisi oleh Keira. Alih-alih mendobrak, Kenzo mengetuk sekali lagi. Sebisa mungkin ia coba agar ketukannya lembut dan halus.

Benar saja, pada ketukan ketiga, tiba-tiba pintu terbuka. Keira keluar dari sana, berdiri di ambang pintu dengan wajah tertekuk. Ia masih memakai baju tidur lusuhnya. Celana panjang gombrong dengan kaos putih tipis yang juga kebesaran. Rambut panjangnya awut-awutan, entah sudah berapa lama tidak disisir. Untungnya gadis itu tidak memegang rokok.

"Apa?" tanyanya galak.

Namun, setelah dibukakan pintu dan Keira muncul dari sana, lidah Kenzo malah kelu. Apa yang akan dibicarakannya tadi? Mengapa ia mendadak lupa?

"Cepat, Ken. Aku ada latihan," ujar Keira lagi. Intonasinya meninggi.

"Maaf." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Kenzo. "Aku minta maaf soal yang kemarin."

"Oke." Ditutupnya lagi pintu itu oleh Keira.

Namun, Kenzo tidak kalah cepat. Dengan tangannya, ia menahan pintu apartemen Keira agar tidak tertutup. "Kei, tunggu dulu! Aku mau jelaskan. Aku punya penjelasan."

"Penjelasan apa lagi? Aku paham, kok. Kamu sibuk sama pekerjaanmu. Banyak tanggung jawabmu di Nirtunggal sehingga tidak bisa meluangkan waktu untukku barang sedetik," kata Keira sinis.

"Kei, aku juga tidak menyangka kalau aku akan sesibuk itu di Nirtunggal. Aku juga tidak tahu kalau ternyata ada Pengusir Sepi yang mencuri di rumah pelanggan. Aku yang harus mengurus semuanya sekarang. Ganti rugi, mediasi dengan korban, bantu Pak Deon cari karyawan baru. Aku bisa apa?"

"Ya sudah. Sudah selesai, kan, masalahnya? Kamu sibuk. Titik. Aku sadar, kok, semenjak kamu naik jabatan, kamu jadi tidak punya waktu untukku lagi. Pesanku lama kamu balas. Aku sadar betapa menyulitkannya jadi pemegang kepentingan di Nirtunggal. Aku sadar memang cuma kamu, kok, yang boleh sibuk. Cuma kamu yang boleh punya pekerjaan penting. Sementara aku, pekerjaanku tidak penting. Cuma mengatur anak-anak latihan, tidak susah. Itu, kan, yang ada di pikiranmu?"

Nirtunggal [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang