DUA PULUH TIGA

62 12 0
                                    

KENZO tidak bisa tidur malam itu karena memikirkan Keira. Bisa-bisanya ia tidak melakukan apa-apa ketika Ibu Keira tiba-tiba datang dan mengonfrontasi anaknya. Kata-kata yang dikeluarkan ibu itu tidak pantas, apalagi diucapkan di hadapan umum. Kenzo sendiri malu mendengar kata-kata itu keluar dari mulut seorang ibu. Bunda tidak pernah memperlakukannya seperti itu. Sejauh yang Kenzo ingat, Mawar pun tidak pernah berkata seperti itu. Mungkin reaksi Kenzo yang memilih untuk membeku di tempat berawal dari konfrontasinya dengan Papa. Papa membuatnya membeku di tempat. Mungkin itu juga yang Keira alami. Lidah kelu dan ketidakmampuan dirinya untuk berbicara.

Kenzo tidak pernah mengira keluarga Keira seberantakan itu. Rindang dan Aryo mungkin sukses besar. Rindang punya jabatan dan gaji besar dan Aryo memiliki perusahaan besar. Namun, mereka tampak tidak bisa membela Keira. Keira diharuskan membela dirinya sendiri. Mungkin mereka juga takut. Rindang pasti tidak ingin mengecewakan ibunya. Ia sendiri mungkin takut menjadi durhaka bila membela adiknya. Posisi Aryo mungkin sama dengan Kenzo. Aryo mungkin saja dianggap orang asing di keluarga yang tidak berhak untuk ikut campur persoalan keluarga inti. Jadi ia hanya bisa manut ketika Keira memintanya untuk membawa ibu mertuanya keluar. Mungkin jika Kenzo berada di posisi Aryo, Kenzo juga akan melakukan hal yang sama.

Bagaimana kabar Keira sekarang?

Kenzo tidak tahu. Kenzo mengirimkannya pesan sejak tadi. Pukul sepuluh malam, ketika ia tiba di kamar kosnya, Kenzo buru-buru menyambar ponsel dan mengirimkan pesan singkat untuk Keira. Ia bertanya apakah gadis itu baik-baik saja. Namun, sampai sekarang tidak ada balasan. Ingin rasanya Kenzo menelepon gadis itu, khawatir terjadi apa-apa dengannya. Namun, di sisi lain, Kenzo juga tidak ingin mengganggunya. Kenzo takut Keira tidak ingin membicarakan hal ini. Mungkin diri gadis itu juga masih syok.

Namun, Kenzo menjadi tidak tenang. Mau berapa kali pun Kenzo mengirimkan pesan padanya, Keira tidak akan membalas. Itulah yang kadang membuat Kenzo repot memikirkan nasib gadis itu.

Kalau aku di sini terus dan menunggu balasan pesannya, aku tidak akan tahu kabarnya, batin Kenzo. Maka malam itu juga, belum ada dua jam Kenzo menyentuh kasur, Kenzo langsung tancap gas menuju Menteng.

Kenzo menyambar jaket jin dan kunci motornya. Ia kemudian memasukkan ponsel dan dompet ke saku jaketnya. Detik berikutnya, pemuda itu sudah menembus angin malam Jakarta yang dingin menusuk. Malam ini cuacanya merah. Bau hujan yang bercampur dengan tanah mulai tercium. Akan makin dingin tengah malam ini. Jalanan mulai sepi, mobil dan motor yang melintas bahkan bisa dihitung jari. Jakarta memang kota yang tidak pernah tidur, tetapi rasanya janggal juga bila tengah malam diisi lampu sorot mobil dan motor yang melintas.

Di lobi depan apartemen, Kenzo menghentikan langkahnya. Ia ragu, haruskah ia ke atas? Bisa saja Keira sudah tidur. Atau mungkin saja Keira tidur di tempat temannya. Bagaimana kalau nanti situasinya canggung?

Namun, firasatnya kali ini membuatnya menggeleng kuat-kuat. Keira bertindak tidak seperti biasanya. Memang ia habis pentas, tetapi gelagatnya lain. Bukan seperti Maya, tetapi seperti Keira yang lain.

Dengan dada berdebar, Kenzo menekan tombol angka 9 di lift. Ia berjalan sampai unit nomor 909, kemudian menggantungkan tangannya di daun pintu.

Kenzo tak lantas mengetuk juga membuka pintu. Pemuda itu mengernyit, menajamkan pendengarannya dengan menempelkan telinganya ke pintu.

Isakan terdengar dari sana.

"Kei? Kamu di dalam?"

Pertanyaan itu sebenarnya bodoh. Namun, tetap saja Kenzo tanyakan.

"Kei, ini aku Kenzo. Buka pintunya, Kei," ujar Kenzo seraya mengetuk pintu.

Keira terdengar tidak mengindahkan suara Kenzo. Isakannya masih terdengar agak jauh. Dugaan Kenzo, Keira berada di kasurnya.

Nirtunggal [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang