EMPAT BELAS

60 12 0
                                    

KENZO menunduk di mejanya. Laptop yang berada di depannya terbuka dan masih menyala. Dokumen kosong tertera di sana, belum tersentuh ketikan apa pun hari itu. Rekan-rekannya yang lain tampak tidak menggubrisnya. Beberapa sesekali mengajak berbicara hanya untuk memastikan bahwa ia tidak tiba-tiba mati di tengah-tengah bekerja. Bu Gaya baru saja bertanya perihal laporan pelanggannya yang lain, apakah sudah dimasukkan ke dalam folder atau belum. Livy juga mengajaknya bicara perihal masukkannya terhadap tampilan aplikasi yang baru. Kenzo tahu Livy hanya basa-basi saja. Yang lain menawarkannya makanan ringan. Bianca dan Mario membawa biskuit coklat, Mona sengaja membeli gorengan di depan kantor untuk dimakan bersama. Gifran tiba-tiba saja menawarkan Kenzo untuk memesan kopi susu meskipun Kenzo menolak ajakan itu. Mereka tahu jika Kenzo sedang tidak beres dan mereka akan berusaha sebisa mereka untuk menampakkan kepedulian mereka dengan cara yang halus.

Bagaimana tidak, sudah beberapa minggu semenjak Kenzo menonton monolog itu, ia tiba-tiba saja menjadi orang paling muram sedunia. Ia masih tetap menerima pelanggan dan masih tetap menulis laporan pelanggannya itu, tetapi tingkahnya sama sekali berbeda dari biasanya.

Seharusnya ia senang karena setidaknya Keira meladeninya saat ia pertama kali mendekatinya. Bukankah itu yang ia inginkan? Bercengkerama dengan Keira meskipun sebentar saja. Paling tidak mawar dan coklatnya diterima oleh gadis itu. Namun, yang membuat Kenzo sendu adalah betapa memalukannya pertemuan pertama mereka. Kenzo gemetar, tangannya dingin, dan suaranya seperti tikus. Kenzo saja sampai mengernyit mengingat pertemuannya itu. Jika saja Kenzo bisa menghapus memori menggelikan itu, Kenzo akan ambil otaknya dari tengkoraknya dan mencucinya dengan deterjen sampai sebersih mungkin. Namun, sepertinya otaknya memutuskan untuk membuat memori itu menjadi memori inti Kenzo.

Kenzo tidak berbohong ketika ia berkata bahwa pertemuan dan percakapannya dengan Keira itu berjalan lancar dan baik-baik saja karena memang seharusnya begitu. Seperti percakapan normal yang biasa saja. Namun, jika Kenzo bisa mengulang kembali, Kenzo akan mengulang kembali.

Masalahnya, bagaimana caranya?

Kenzo tahu, di zaman yang serba digital seperti sekarang ini, ia bisa saja menghubungi Keira lewat media sosialnya. Toh, Kenzo sendiri tahu nama akun gadis itu. Tapi, mana mungkin Keira mengetahui bahwa yang menghubunginya adalah Kenzo yang pernah memberikannya mawar dan coklat saat pentas monolog kemarin? Ada berapa banyak nama Kenzo yang pernah memberikan hal serupa? Lagipula, apakah Kenzo masih berani mengingat Keira berlaku baik ke semua orang? Kenzo mungkin hanya butiran debu yang lalu lalang dalam hidupnya, sebutir kerikil yang tidak diperhatikan oleh Keira. Kemudian, bagaimana kalau gadis itu sudah punya pacar? Gadis secantik itu mana mungkin belum punya pasangan. Daya tariknya adalah parasnya, begitu yang Mona katakan. Pasti banyak juga lelaki yang mengejar gadis itu.

Mengapa Kenzo harus jatuh hati pada artis papan atas seperti Keira yang jelas-jelas sulit dimiliki?

"Kak Kenzo."

Kemunculan Mona yang tiba-tiba membuat Kenzo terkesiap. Ia mendongak dan menegakkan tubuhnya. Kenzo menarik napas panjang, menutup wajahnya yang terlihat mengantuk itu.

"Ya? Kenapa, Mon?"

Mona menyodorkan mangkuk berisi gorengan yang tadi pagi ia beli. "Gorengannya sisa satu dan tidak ada yang mau. Kak Kenzo mau?"

Untungnya gorengan yang tersisa adalah comro. Kenzo mengambil comro dingin itu dari mangkuk, tak lupa dengan cabai rawit hijaunya. "Terima kasih, ya, Mon."

"Santai. Oh iya, Kak. Aku punya kabar baik," ujar Mona.

"Apa itu?" tanya Kenzo dengan mulut penuh comro. Rupanya isian oncomnya sudah lumayan pedas. Tapi, cabai rawit hijau kecil bukan masalah bagi Kenzo.

Nirtunggal [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang