LIMA BELAS

54 11 0
                                    

KENZO tidak punya waktu untuk bersedih lama-lama. Sebelum ia memejamkan mata pada pukul satu dini hari itu, seorang pelanggan mengirimkannya pesan singkat. Bu Hani ingin Kenzo datang ke rumahnya pada pukul tiga pagi. Hanya Kenzo yang bisa ibu itu hubungi karena Kenzolah satu-satunya orang yang masih bangun. Kenzo langsung menjawab iya tanpa pikir panjang, kemudian Bu Hani memberikannya alamat lengkapnya. Akibatnya Kenzo hanya tidur dua jam sebelum ia bergegas menuju rumah pelanggannya di bilangan Jakarta Utara. Dini hari itu, Kenzo meluncur ke rumah Bu Hani.

Sebenarnya Kenzo cemas bukan main. Jalanan Jakarta lengang pada malam hari. Tindak kriminal rawan dilakukan, apalagi yang berbentuk perampokan dan begal. Makanya Kenzo mengebut. Angin dingin menerpa wajahnya karena hal itu. Meskipun sudah pakai jaket jin, Kenzo masih tetap kedinginan. Di mana-mana orang yang tinggal di Jakarta itu pasti kepanasan, tetapi Kenzo malah merasakan sebaliknya.

Kenzo sampai di rumah nomor 15 itu. Ia melihat jendela dapurnya terbuka, tetapi pintunya tertutup. Dengan ragu, ia mengetuk pintu itu.

"Permisi. Bu Hani, ini saya Kenzo dari Nirtunggal," katanya pelan. Kenzo takut mengganggu tetangga yang lain kalau dia bicara keras-keras.

Kenzo dapat mendengar Bu Hani tergopoh-gopoh keluar untuk membukakan Kenzo pintu. Meskipun gaya ibu ini terkesan gesit, ia mampu membukakan pintu sepelan mungkin.

"Jangan berisik, bayi saya masih tidur," kata Bu Hani sambil meletakkan telunjuknya di depan mulutnya.

Kenzo berjingkat masuk menuruti perkataan Bu Hani. Seperti maling saja. Di luar dugaannya, ruang tamu dan dapur Bu Hani terang benderang. Suara api terdengar dari dapurnya. Harum santan tercium dari sana. Kenzo juga mencium harum-harum lain seperti harum telur goreng dan harum kecap manis.

"Jadi begini, Mas Ken. Sebelumnya saya minta maaf sudah mengganggu waktu tidur kamu. Tapi, saya butuh bantuan. Hari ini saya ada pesanan nasi uduk katering untuk lima puluh porsi. Selain itu saya juga harus jualan nasi uduk dan gorengan pagi-pagi. Saya minta tolong bantuannya, ya? Tidak apa-apa, kan, Mas Ken?"

"Bantuan seperti apa, Bu?" tanya Kenzo polos.

Kenzo diajak ke dapur Bu Hani. Ibu dengan celemek merah itu membawa Kenzo ke meja dapur di mana di sana terdapat mangkuk-mangkuk berisi bahan makanan untuk membuat risoles mayo. Ada kulit risol yang sudah matang, telur, daging sapi asap, keju, mayones, adonan tepung cair, dan tepung roti. Diam-diam Kenzo tersenyum melihat kumpulan bahan-bahan itu. Lupa sudah ia dengan Senandika yang tidak menerima lamaran relawannya. Risoles mayo adalah makanan yang sehari-hari ia buat dulu. Sudah khatam Kenzo dengan cara pembuatannya.

"Mas Ken tahu cara buat risoles mayo?" tanya Bu Hani.

"Tahu, Bu."

"Nah, ini tolong dibuat, ya. Totalnya ada seratus buah. Nanti yang goreng biar saya saja. Saya masih harus urus lauk-pauk untuk nasi uduk."

"Siap, Bu."

Maka mulailah Kenzo menyusun bahan-bahan risoles mayo menjadi satu buah risoles mayo utuh. Pertama-tama kulit risolesnya ia bentangkan di atas talenan. Di tengahnya ia letakkan daging sapi asap, dua potong telur, dan taburan keju. Setelah semua bahan tersusun, ia menuangkan mayones secukupnya. Dilipatnya kulit risoles tadi sedemikian rupa hingga membentuk tabung, kemudian ia ceburkan ke dalam adonan tepung cair, lalu ke dalam adonan tepung roti. Satu risoles mayo siap goreng yang sudah jadi Kenzo letakkan di dalam wadah.

"Begini, Bu? Kekecilan tidak?"

Bu Hani menoleh dari wajannya yang kini penuh kering tempe. "Nah! Bagus segitu ukurannya. Buat sampai seratus, ya, Mas Ken."

Kenzo mengiakan. Tangannya bekerja secara otomatis ketika ia membuat risoles kedua, ketiga, dan seterusnya. Ia tersenyum bagaimana familiarnya tangan itu ketika menyentuh kulit risoles. Bagaimana ia kenal gerakan menyusun dan menggulung risoles-risoles itu karena dulu Bunda pernah memintanya membantu di dapur.

Nirtunggal [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang