Chapter 1: Anak Yang Terbuang

104 9 5
                                    

7 hari setelah tragedi Sayembara Manunggal, Alam Mimpi.

Srikandi, Puspa, Athar, Adnan, Agni, serta Rahaf, berdiri bingung dalam lambung gua. Hanya temaram sinar kunang-kunang hijau yang memberi pencahayaan di sana.

"Terimakasih sudah datang, para Bocah Takdir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terimakasih sudah datang, para Bocah Takdir." Siluet seseorang dalam balutan jubah hitam legam dan muka yang tak tampak, muncul di tengah gua. Sosok dalam posisi duduk bersila tersebut memancing para pendekar dengan tekanan energinya.

Srikandi dan yang lain menoleh cepat. Walau mengerti sosok misterius di hadapan mereka memiliki kekuatan besar, mereka tak merasakan ancaman.

"Wahai perwakilan Bocah Takdir sekalian, semua berjalan sebagaimana yang leluhur Manunggal perkirakan." Sosok yang sebenarnya berwajah harimau jingga, bangkit berdiri. "Untuk sejenak dan atas kekuasaan-Nya, alam akan memihak kepada ketamakan. Garis keturunan yang memimpin Manunggal akan terputus dan tergantikan oleh manusia haus kuasa. Kesengsaraan yang dikhawatirkan, akan datang dengan kulit keindahan palsu. Ketika kesengsaraan melanda negeri, maka Purnama Merah pun menggantikan sang surya."

Athar dan yang lain menyimak sosok misterius. Dalam mimpi yang terasa amat nyata, mereka tak terkejut melihat wajah harimau dari sosok berjubah tersebut.

Sang Pertapa Harimau berdiri di hadapan Srikandi. "Sebelum Purnama Merah membawa malam tanpa ujung, temukan reinkarnasi Ksatria Manunggal! Bantu dia menumpas para Asura yang masih berdiam di sarang mereka!"

Ia menjentikkan jari, membuat panorama gelap gua dengan secuil cahaya kunang-kunang hijau berganti jadi kota yang hancur lebur penuh kobaran api. Mayat-mayat PM dan SM pun bergelimpangan, disertai jerit ketakutan lautan manusia. Tak hanya itu, berbagai jenis Makhluk Hitam pemangsa serta sosok-sosok raksasa menyerupai naga, gurita, ular, garuda, dan beberapa lainnya, terus menghancurkan kota. "Jika para Asura hidup sampai Purnama Merah tiba, maka ini yang Manunggal terima."

***

1 hari setelah tragedi Sayembara Manunggal, Kaki Gunung Djati, Kadipaten Sunyoto.

Wanita sepuh berpostur bungkuk dalam balut busana kebaya khas nenek-nenek jaman penjajahan, berdiri di ambang pintu yang terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wanita sepuh berpostur bungkuk dalam balut busana kebaya khas nenek-nenek jaman penjajahan, berdiri di ambang pintu yang terbuka. Netra sosok beruban itu tertuju pada langit mendung di angkasa. Dengan suara yang agak parau, ia bergumam, "Takdir menghanyutkanmu seolah kau dibuang dan dilupakan setelah melakukan pencapaian luar biasa. Malang sekali nasibmu, Nak."

Kisah Negeri Manunggal 2: Pemburu AsuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang