Chapter 76 : Jeda

8 4 7
                                    

Bram, Zain, Puspa, Adnan, dan Raden Irawan tegang melihat tornado api yang lenyap. Nihilnya aura lawan tak jadi landasan mereka bernapas lega. Selain deru napas dan gelombang laut nan berkecamuk, semuanya senyap. Mereka siap dengan kemungkinan terburuk; kembali menyergap sang Utusan Asura.

Srikandi masih diam dalam posisi semedi. Zain yang mengapung di laut, merekahkan senyum setelah tak ada yang tersisa dari amukan api yang mendidihkan air sekitar.

"Dia tewas?" tanya Bram ragu.

"Kita menang?" Adnan masih waspada.

Zain menarik napas lega. "Kita berhasil!"

Semuanya tersenyum kecuali Agni yang malah murung. Mereka bersorak gembira, sementara Agni mengumpat kesal. Ia kecewa berat, tak punya kesempatan mencicipi daging manusia naga.

Dalam perayaan kemenangan, mata mereka tertuju pada Srikandi. Mereka memandang gadis bersurai biru yang mulai berdiri. Permukaan air di sekitar Srikandi mendadak membeku - dalam radius dua puluh meter.

Hal itu membuat Zain terjebak oleh es batu. "Kandi, kita berhasil. Dia sudah ma ...." Zain tak melanjutkan kalimat. Ia terdiam menganga melihat wajah Srikandi. "Ningrum?" sebutnya lirih.

Bram terpana. "S-siapa dia?"

"Dia, Kak Srikandi?" terka Adnan mengerutkan kening.

Puspa mengenal betul wajah perempuan berambut biru. Paras rupawan yang membuat Prabu Dananjaya terpana, sekaligus menyerahkan cinta seutuhnya. Wajah Srikandi, benar-benar mirip dengan wajah Ningrum.

Tubuhku terasa jauh lebih ringan. Aliran tenaga dalamku lebih deras dari sebelumnya. Apa aku berhasil? Srikandi menarik napas panjang. "Kalian berhasil mengalahkan Utusan Asura itu, ya?"

Srikandi mengerutkan dahi. Ia tak mengerti mengapa semua mata di sana menatapnya begitu. "Apa kalian merasakan tekanan sukmaku yang berbeda? Atau ...."

"Kalian Bocah Takdir yang diramalkan?" Suara serak sekaligus ganda, menggema di angkasa.

Zain dan yang lain balik badan menghadap sumber suara. Detik itu juga, mereka merasakan tekanan penuh intimidasi. Mata mereka terbuka lebar mendapati seonggok kepala naga raksasa mencuat keluar dari dasar laut.

Srikandi bergumam, "Putri Kembang Kruna ...." Ia membentangkan kedua tangan, membuat air laut di sekitarnya berbentuk trisula air raksasa. "Dia Asura Penguasa Samudera Utara!"

Raden Irawan dan yang lain melangkah mundur menjadikan Srikandi sebagai titik kumpul. "Bagaimana bisa? Bukankah harusnya Asura tak bisa keluar dari gerbang candi sebelum Purnama Merah!"

Srikandi menjawab, "Itu bukan tubuh aslinya."

Zain menambah, "Itu hanya sebagian kecil energinya, yang menguasai salah satu raga pemuja Asura."

Adnan mengambil kuda-kuda siaga. "Kalau ini cuma kepingan sukma yang merasuki wadah, kenapa tekanannya mirip Asura belalang waktu itu!"

"Kita harus bagaimana?" Bram panik.

"Wah, wah, wah! Aku lagi-lagi datang di waktu yang salah, ya! Hahahaha!" Cepot muncul di belakang mereka.

"Terkutuk!" Raden Irawan melotot menatap lawan yang baru datang.

"Dengarkan aku karena kita tak punya waktu," ucapnya saat sang naga membuka mulut mengumpulkan energi bertekanan gelap. "Ni'mal dan semua yang ada di pulau apung sudah aku amankan." Ia mengangkat kedua tangan tinggi.

"Apa kalian mau pergi dari sini?" tanya Cepot.

"Grrraaaaakkkh!" Sang naga menyemburkan sinar laser hitam dari mulutnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah Negeri Manunggal 2: Pemburu AsuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang