sedikit tentang?

771 59 1
                                    

Sore ini Raka merasa senang sekali temen temen, bagaimana tidak seharian ini ia tidak boleh keluar wilayah mansion bahkan sore ini jika ia tidak merengek sampai membuat orang di sekitarnya merasa terganggu mungkin saat ini anak itu masih di dalam area mansion dengan keadaan mati kebosanan.

Raka itu anak yang tidak suka mendrama jika 'tidak tidak', jika 'iya iya', karna apa! Dia memang tidak pandai melakukannya, saat ini Raka sedang berjalan jalan di taman dekan dengan mansion. Anak itu sedari tadi tidak berhenti menatap penjual cilok, mau beli tapi gk punya uang mau minta Erik, tentu saja tidak akan boleh.

Huh sungguh ia tidak usah menahannya kembali, ia menarik tangan Erik yang sedang menggandengnya.
"Kenapa" saat tiba tiba mereka berhenti mendadak
"Mau itu" tunjuk anak itu pada penjual cilok, Erik mengikuti arah telunjuk Raka
"Udah tau kan jawabannya"

"CK Eriiiikkk plisss" ia menunjukkan puppy eyes nya.
"No, itu gak sehat" ah tidak bisa, ia harus mendapatkannya apalagi saat tatapan anak itu jatuh pada seorang pemuda yang sedang memakan ciloknya begitu enak.
Erik menarik paksa kakanya agar tidak tergoda oleh makanan kaki lima itu,
"Erikkk ayo beli" rengek nya dengan ia yang berusaha mempertahankan tubuhnya agar tidak tertarik.
"Kaka janjinya apa tadi sebelum kesini"

"Ayoo beli itu" rengek itu sekali lagi.
"Kalau masih ngerengek kayak gini kita pulang"

"Gak mau,, mau itu"
"Kakakkkk" Erik menggertak giginya karna kesal.
"Yaudah disini sampe Erik beliin itu" ia duduk di tepi trotoar sambil menenggelamkan tangannya agar tidak di tarik maupun di gendong.

Huh jika begini jadinya ia tak akan mengizinkan kakanya untuk keluar mansion dulu, bukannya apa ia tak mengizinkan, imun Rafa itu lemah ditambah anak itu susah minum obat maupun vitamin.

"Aku beliin tapi setelah makan itu pulang nanti minum vitamin nya" tidak ada pilihan lain selain menuruti, Raka itu kepala batu, kemauannya tidak terturuti maka akan ngambek seperti kemaren.

"Beneran"
"HM"
"Ayo beliiii" saking senangnya ia berlari menuju penjual itu di ikuti Erik di belakang sambil menggelengkan kepala.

"Mamang sepuluh ribu pake sambel saos yang ban-
"Lima ribu cilok nya aja sambel satu sendok gak pake saos kecapnya yang banyak" ucapannya terterobos oleh Erik, Raka itu lebih suka saos yang banyak dari pada kecapnya gk bisa gk bisa harus di rubah belum sempat melayangkan protes ucapan Erik membuat ia mengurungkan niatnya.

"Mau gak, kalau gak mau gak jadi beli" anak itu memberengut kesal. Hah udahlah apa boleh buat yang penting ia bisa merasakan yang namanya cilok, oh ia ngomong ngomong ini baru pertama kali Raka mencoba makanan itu.

"Ini den" Erik memberikan uang lima puluh ribu sedangkan Raka langsung ngacir ke bangku dekat taman.
"Eh ini den kembaliannya"
"Buat mamang aja" ia lalu mengikuti kakanya,
"Makasih Aden gantengg"

Sedangkan di bangku taman.
"Pelan pelan makannya gak ada yang minta" dan hanya di anggap angin oleh Raka,
Tiba tiba ada sesuatu yang terlintas di pikiran Erik, ia lalu menoleh pada kakanya yang masih asik dengan ciloknya itu, terkekeh sebab makannya seperti anak lima tahun karna kecapnya kemana mana, mengambil selembar tisu kering dari saku celananya lalu menghapus kan noda hitam di bibir kakanya,

"Makannya kayak anak SD"
"Biarin" ia masa bodoh yang terpenting ciloknya enakkk bangett, setelah selesai memakannya anak itu menyerahkan plastik bekas ke Erik, saat akan mengelap kan tangannya yang kotor ke pakaian adiknya, Erik langsung mencengkalnya lalu membersihkan dengan tisu basah.

"Kebiasaan, aku baru ganti baju kalau kotor lagi aku ganti lagi nanti"

"Kaka aku mau tanya sesuatu"
"Kenapa harus tanya dulu biasanya gak pake nanya langsung nanya"

"Ya gak papa mumpung kita lagi berdua aja"
"Erik aneh, yaudah mau nanya apa eh tapi itu ada bakso ayo beli dulu nanti aja nanyanya"
"Kaka gak usah mengalihkan pembicaraan, aku tau Kaka mau menghindar dari ini lagi"

Terdiam hening beberapa saat Sampai Erik berucap.
"Mau sampai kapan, apa belum cukup delapan tahun terakhir ini" tanpa terasa tangan Raka mengepal ingatannya pada masa lalu seakan memenuhi memori nya, matanya yang semula berbunga kini menjadi kilatan yang tajam siap untuk menerkam semuanya, terkadang jika orang yang tidak terlalu mengenal Raka sendiri ia akan berpikir kalau Raka memiliki kepribadian ganda.

"Satu tahun di balas dengan delapan tahun apakah itu-
"Raka mau pulang" ia hendak pergi andai saja tangannya tidak di cengkal, sampai membuat anak itu terduduk lagi.
"Kali ini gak aku biarin pertanyaan aku terhindar lagi, Kaka selalu seperti ini apa di dalam lubuk hati Kaka-
"Kau tidak usah membandingkan hati ku dengan orang lain karna kau tidak berada di posisi ku saat itu"
"Ok, aku paham kau di posisi itu tapi apakah-
"Tidak usah mempertanyakan masa lalu lagi karna sampai kapanpun perkataan, perbuatan, kejadian, itu masih membekas di memory dan hati ini"

Erik tetap menggenggam tangan Raka supaya bisa mengontrol emosi anak itu jika lepas, ya satu hal yang jangan pernah kalian lupakan kalau Raka akan sangat sensitif dengan pertanyaan yang menyangkut kejadian masa lalu.
Trauma itu belum juga sembuh sampai sekarang, tapi beruntungnya Raka pandai menyembunyikan situasi saat ia kambuh. Fitri dan Erik tidak ada yang menyadari itu.

"Apakah di sini tidak ada sama sekali nama salah satu dari mereka" ia menunjuk dada Kiri Raka.
"Heh lucu sekali kau menanyakan itu, setelah apa yang mereka perbuat apakah aku harus masih menyimpan nama nya, kenangannya, kebersamaan dengan nya, no I really hate them forever"

Raka melangkah pergi saat cekalan itu mengendur, namun perkataan Erik membuat langkahnya terhenti.
"Mereka kesini"
"Heh sudah kuduga kau tidak mungkin mengikuti ku sampai Indonesia jika tidak memiliki niat tertentu"
"Aku tau dan aku menunggu kau yang mengucapkannya padaku, katakan pada mereka Samapi kapan pun aku tidak akan pernah Sudi menetap mereka lagi bahkan kukunya saja aku merasa muak" lalu pergi meninggalkan Erik yang menatap punggung itu menjauh.

"Aku tau kau tidak mungkin tidak mengetahui, heh salah jika mereka menganggap mu dulu bukan keturunan Greyson" ia terkekeh sendiri.

Sedangkan di tempat lain...

"Kalian dengar sendiri bukan"
Hiks
Hiks
Hiks
Sedangkan pria itu memejamkan matanya mengingat kejadian yang sudah berlalu yang ingin benar benar ia lupakan.

"Pergi kau mengganggu kami"
"Papa tapi Kaka pengen ikut main"

"Kau hanya orang asing yang menumpang di tempat ini"
"Mama Kaka juga pengen itu"
"Ini untuk Sherly dan Erik kau sudah besar makanan ini untuk mereka"
"Punya Erik muat Kaka aja mama"

"No sayang ini khusus buat kamu"

"Papa aku bareng ke taman ya di sana aku mau ketemu temen aku"
"Pergilah sendiri kakimu masih berfungsi"

"Papa Kaka juga pengen mainan robot itu kayak Erik"
"Itu mahal jika beli lagi habis uang saya buat membelikan kamu"
"Nanti kita main sama sama"
"Gk usah nanti mainan kamu tidak kalau aku pegang"

"KALAU KAMU GAK SUKA SHERLY JANGAN BUAT DIA JATUH DARI SEPEDA"
Hiks
Hiks

"Aku benci kalian semua, aku benci aku benciiii"

Bersambung...

Surprise gimana gimana makin kepo gak sama kejadian masa lalu itu.

Yok yok komen yang banyak..

See you the next part>

RAKA GREYSON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang