sandaran

733 54 0
                                    

Angin malam berhembus dengan amat kencang menembus permukaan kulit yang tak terlapisi jaket maupun selimut, ingatannya kembali mengingat kejadian sore tadi di taman, apakah sekarang sudah saatnya, dulu ia sudah memprediksi ini akan terjadi karna tidak mungkin hanya beralasan mengikutinya.

Terkekeh sejenak memandang langit malam yang bertabur bintang yang begitu indah. Memejamkan matanya membiarkan sungai kecil itu mengalir di pipinya. Apakah setelah semua yang mereka lakukan padanya ia akan memaafkannya, memegang di dalam lubuk hatinya masih tersimpan rasa rindu, masih tersimpan rasa sayang seorang anak pada orang tuanya,

Delapan tahun berlalu dengan kenyamanan dengan pikiran yang tidak di paksa, ia nyaman berjauhan dengan mereka. Sudah ia prediksi sebulan ini mereka akan datang, tapi kedatangan mereka untuk menghancurkan kembali atau untuk meminta maaf, demi tuhan sampai kapan pun cacian, fitnah, pengabaian, hinaan, serta saat dia akan di ujung tanduk penyesalan seumur hidup pun mereka tidak memperdulikannya.

Jangan memaksa Raka untuk memaafkan mereka karna sampai kapan pun mereka semua yang terlibat tidak akan pernah ia maafkan, andai saja dulu mereka merespon saat ia mengadu tentang kejadian,, mungkin ia masih bisa memberikan kata maaf walau hanya dari mulut.

"Kaka ayo masuk" tepukan di bahunya menyadarkan nya dalam kelamunan, menoleh sedikit lalu kembali menatap langit malam yang indah itu.
"Udara semakin dingin, lagi pun Kaka baru sembuh" bujuk Erik dengan pelan, setelah kejadian sore tadi suasana hati Raka sangat buruk, anak ini butuh sandaran untuk menangis namun gengsinya terlalu tinggi.
"Kamu aja"
"Kalau Kaka masih disini dan gak mau ikut masuk jangan harap tiga hari lagi ikut kemah" tidak ada pilihan lain selain mengancam nya,

Berdecak kesal lalu mendahului Erik memasuki mansion, berjalan menuju kamarnya lalu merebahkan tubuhnya dengan memainkan ponsel, namun belum sempat terbuka layar kunci nya handphone itu sudah berpindah tangan.

Erik menyimpan handphone itu di saku celananya lalu memeluk kakanya walau sempat berontak di awal.
"Lepasss"

"Aku tau Kaka sedih, nangis aja Kaka masih punya Erik"
"Siapa juga yang mau nangis,lepas gak ungkep ini"

"Yaudah kalau gak mau nangis tapi biarkan seperti ini sebentar"
"Erik bau lepas iihhh gak bisa nafas ungkep" rengek Raka .

"Gak ya Erik baru mandi, lagian aku kangen dengan Kaka ku ini, akhir akhir ini kakak sensitif an"
"Lagian siapa suruh bikin orang kesel terus"
"Itu untuk kebaikan Kaka" lalu hening keduanya sama sama menikmati pelukan satu sama lain,Raka yang awalnya menolak akhirnya membalas pelukan itu dengan erat.

"Erik sayang sama Raka kan?"
Pertanyaan itu membuat Erik menunduk kan kepalanya,

"Kenapa tanya gitu, jelas lahh! Erik sayangggg banget sama Kaka kecil ku yang imut ini" ia terkekeh melihat wajah Raka cemberut.

"Mana ada kecil, Erik sendiri yang kebesaran"
"Gak tuh Kaka yang terlalu pendek buktinya Erik Harus nunduk meluk Kaka"
"Itu sebabnya Raka gak di akui, bahkan Samapi mengalami kejadian yang paling mengerikan sekalipun tidak ada yang memperdulikannya"

"Kenapa jadi melenceng ke pembahasan, ini faktor gen Kaka-
"Buktinya itu kata mereka karna Raka beda sendiri gak ada yang mau sama Raka, begitupun Erik sendiri kamu kesini nyusul Kaka cuman kasihan kan gak ada kata sayang yang kamu ucapkan di hati kamu hanya ada kata sayang di mulutmu" ia menenggelamkan wajah nya pada dada bidang Erik dengan nyaman.

Erik masih mencerna ucapan kakanya, bukan begitu tujuannya menyusul Kaka nya kesini, ia memang sangat sayang dengan kakanya bukan hanya di mulut melainkan hatinya mengatakan ia sangat menyayangi kakanya.
"Biarkan seperti ini dulu sebelum Erik tinggalin Raka" lanjut anak itu
"Erik gak akan pernah ninggalin Kaka, Erik sayang dengan kaka sangatt,, bukan dari mulut saja melainkan hati ini juga mengatakannya jadi Kaka jangan pernah berpikir Erik gak sayang sama Kaka".

"HM Raka percaya"
Dengan hati hati Erik Harus bisa membuka hati Raka kembali untuk keluarganya, jika tidak di akhiri sampai mati pun hati anak itu tidak bisa terbuka, dan menutup telinga akan penjelasan dari orang sekitar dengan kejadian masa lalu.

Tak lama kemudian suara dengkuran halus terdengar dari Raka, pelukannya pun tak seerat tadi, dengan hati hati Erik memindahkan kepala anak itu pada bantal dan menyelimutinya sebatas dada, mengatur suhu AC supaya tidak kepanasan maupun kedinginan dan menanyakan lampu tidur, menyiumi wajah kakanya sebelum akhirnya keluar dari kamar itu.

Seseorang melihat itu dengan wajah yang tersenyum lalu kembali berlalu menuju kamarnya.
"Tuhan biarkan anak itu bahagia terus, jangan jadikan kejadian masa lalu terulang kembali" itu adalah Fitri, ia melihat semua kejadian dari taman mansion sampai pembicaraan di dalam kamar Raka tadi, bukan apa Karana sejak pulang dari taman dekat mansion keduanya sama sama berperang dingin.

Fitri kembali keluar dari kamarnya setelah mendapat pesan dari Tante nya,
Ia berjalan menuju salah satu kamar tamu.

"Kenapa aunty memanggilku kemari"
"Aunty cuman mau kasih tau kalau Elden dan Darson akan menyusul ke Indonesia"
"Apakah kalian serius ingin menemuinya sekarang maksudku tidak menunggu sampai Raka sendiri yang bilang-
"Delapan tahun! Masih mau menunggu, aku ibunya, aku yang melahirkannya aku yang menyusuinya apakah harus menunggu waktu hanya untuk menemui anakku" matanya berembun siap menumpahkan air mata. Fitri hanya bisa memutar bola mata itu.

"Jika aunty lupa aku bisa mengingatkan, kalian yang menanam kalian sendiri yang memanen, dan ini adalah hasil dari panen kalian yang setiap hanya memberi pupuk kebencian yang tertanam di hati Raka"
Ujar Fitri dengan nada sinis, Leonard hanya memandangi keponakannya itu datar.

"Ya aunty memang salah tapi, seseorang di dunia ini tidak ada yang sempurna"

"Tetapi gelas yang sudah pecah tidak mungkin bisa di satukan kembali"

"Bisa dengan cara menempelkannya dengan lem"

"Dan gelas yang sudah di lem itu masih membekas retakannya"

"Dan aunty akan berusaha meski harus mempertaruhkan nyawa aunty untuk menempelkan retakan itu Samapi retakan itu tidak terlihat"

"Itu tidak akan mungkin bisa-

"Cukup kalian tidak ada yang mau mengalah, dan untuk kau Fitri kau sudah melewati batas mu pada orang tua, berdebat dan tidak mau mengalah"

"Dan kau mah, kau yang sudah menjadi ibu seharusnya tidak memperpanjang masalah atau debat ini, jangan kekanakan kau sudah dewasa, seharusnya kau belajar dari kejadian masa lalu untuk selalu mengalah, renungi kesalahan kalian disini"

Lalu Leonard pergi ke kamar Raka untuk melihat anak itu, ya akhir akhir ini ia menyelinap ke kamar anaknya walau hanya sekedar mencium atau membetulkan selimut yang terjatuh.

Bersambung...

Bismillah ya temen temen semoga aku Istiqomah buat update Tiap hari.

See you the next part>

RAKA GREYSON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang