{ ° ^ ° }

637 46 5
                                    

Sebelum lanjut,,,,

aku boleh minta tolong gak sama kalian, pliss kasih vote and komenan kalian tentang cerita ini, kalau gak mau komen setidaknya kasih vote lah, apa sesusah itu sih buat mencet tanda bintang di pojok kiri bawah, pencet vote gak keluar biaya dan tenaga kalian kok, kalian cuman baca kok gak di suruh mikir untuk alur selanjutnya, terkadang ini yang buat penulis untuk malas melanjutkan ceritanya karna tidak ada dukungan dan apresiasi dari para pembacanya.

Maaf jika kata kata aku kurang mengenakkan untuk kalian, aku faham tulisan aku masih amburadul dan belum pinter bikin alur yang menarik seperti penulis penulis lainnya, untuk itu, oleh karena itu, aku minta komen dari kalian tentang bagaimana penulisan aku, bagaimana tanda baca aku, dan bagaimana alur cerita ku membosankan? Atau kurang menarik? Aku cuman ingin tanggapan dan masukan dari kalian teman teman, and terima kasih.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
. Happy reading
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kosong tatapan Raka menyurat kekosongan, mata yang semula memancarkan keceriaan, memancarkan kebahagiaan kini sudah di gantikan dengan mata yang seakan tak ada kehidupan. Posisi anak itu terbaring di atas brankar dengan mata yang terbuka namun tersirat kekosongan.

Ceklek.

Pintu terbuka dari luar, dan terlihatlah Erik memasuki ruangan serba putih itu dengan pandangan sulit di artikan, tes..

Tak sadar setitik butir bening keluar dari pelupuk matanya, namun dengan cepat ia menghapusnya dan berjalan ke arah kakanya dengan menampilkan senyuman yang manis. Meletakkan beberapa buah yang memang dia bawa untuk Raka, anak itu meskipun susah sekali makan namun sangat menyukai buah buahan, dan ia membelinya karna Raka seharian kemarin belum juga makan, dan tidak juga bisa di paksa karna memang melihat kondisi nya seperti itu. Penyakit yang selama ini Erik dan om naufal perbaiki kembali lagi,

Duduk di kursi samping brankar ia meraih tangan kakanya yang rada begitu dingin, anak itu setelah kejadian kemarin, tidak mau di infus, tidak mau makan, dan tidak mau minum obat. Huh agak susah jadi sebagai asupannya om Naufal memberikan vitamin sekaligus memasukkan obat yang memang di butuhkan Raka dalam bentuk cairan melewati suntikan saat anak itu tidur, dan Raka baru bisa tertidur pada pukul 12 malam.

"Ini Erik, Kaka mau makan" tanya Erik dengan lembut untuk mengalihkan perhatian anak itu dari objek di depannya yang sepertinya lebih menarik. Namun, respon Raka masih sama diam tanpa menoleh maupun menjawab.

Erik menghembuskan nafasnya, ia tidak tidur dari semalam memikirkan bagaimana kondisi Raka kedepannya,
"Lihat Erik bawa buah kesukaan Kaka loh, yakin gak mau HM"

"Kaka tau tadi Erik ketemu orang aneh, masa dia yang nabrak Erik tapi malah Erik yang harus tanggung jawab"

"Kemarin Erik ketemu Bara katanya dia mau ajak Kaka ke mall besok, trus-

Ceklek..

Pintu terbuka dari luar dan terlihatlah Delton yang sedang menenteng paper bag, berjalan ke arah Erik dan Raka, ia meletakkan paper bag itu di sofa dan melangkah menuju ranjang Raka, tangannya terulur mengelus pucuk rambut anak itu, mendekatkan wajahnya dan mencium kening Raka dengan lama,

Cup
"Miss you so much, baby boy" bisiknya di telinga sang adik
Menjauhkan wajahnya dan menatap adik nya yang sedang memejamkan matanya, ia menoleh ke Erik yang juga menatapnya.

"Bagaimana?" Tanyanya, meskipun hanya sekata namun Erik masih bisa memahami, ia sudah hapal dengan Kaka nya satu ini yang begitu irit akan bicara. Kepala Erik menggeleng tangannya masih menggenggam tangan Kaka nya itu. Delton menghembuskan nafasnya, ia hendak mengangkat Raka ke gendongan nya namun tangannya di cegah oleh Erik,

"Kaka mau apa"

"Membawanya ke taman" lalu setelah itu langsung menggendong adiknya, ia tau Raka hanya memejamkan mata, tak ada pemberontakan ataupun perlawanan dari anak itu, Raka menaruh wajahnya di ceruk leher kakanya, anak itu mendengar pembicaraan singkat Anata Delton dan Erik, ia hanya malas membuka suara ataupun menanggapi ocehan Erik tadi. Jika di bilang rindu ia rindu namun..

Delton membawanya berjalan ke arah kursi taman dan mendudukkan bokongnya di sana, posisinya masih sama Raka berada di pelukannya seperti menggendong bayi koala, Erik! Ia dia di suruh ke ruang om Naufal entah ada apa, masih sama sama diam, melonggarkan sedikit pelukannya pada adiknya ia melihat wajah Raka dengan jelas masih terisi kekosongan di sana huh, tangannya bergerak membuka dua kancing atas piyama rumah sakit itu dengan pelan, lalu menarik lengannya sampai sebatas lengan atas dan mengubah posisi Raka menjadi duduk di depan menyandarkan kepalanya pada dada bidangnya.

Tangannya bergerak mengelus pelan suraian hitam itu,
"Kenapa seperti ini" setelah lama terdiam akhirnya Raka membuka suaranya, membuat Delton sedikit senang karna adiknya mau buka suara,

"Kau butuh berjemur pagi boy" tangannya tak henti untuk mengelus rambut adiknya dengan lembut.

"Hm" jawab Raka, ia rada malas untuk membuka suara lagi, itupun bertanya karna tidak betah untuk menyimpan keheranannya dengan apa yang di lakukan oleh sang kakak.

"Kaka minta maaf" akhirnya kata kata yang ia nantikan selama ini keluar juga dari salah satu mereka, Raka diam menunggu kelanjutan ucapan sang Kaka.

"Kaka tau Kaka salah, seharusnya Kaka tak diam saja melihat mu dulu"

"Andai waktu bisa di ulang Kaka ingin memperbaiki semuanya, tapi sayang semua sudah terjadi, kau boleh hukum Kaka sepuasmu kau mau pukul Kaka mau tendang Kaka sepuasmu, tapi Kaka mohon sayang, jangan hukum Kaka dengan melanjutkan kerinduan ini dari jauh lagi"

"Terdengar lebay, namun setelah kau pergi, rasanya hidup Kaka semakin berantakan, maaf untuk semuanya, Kaka minta maaf" kepalanya menunduk dan di letakkan di kepala adiknya yang memandang lurus kedepan, setetes bening keluar dari pelupuk Raka.

"Apa Raka salah kalau ingin hidup tenang tanpa bayang bayang dulu"

"Apa Raka salah untuk mengejar kebahagiaan Raka tanpa ada bayang bayang kejadian dulu"

"Apa Raka salah kalau ingin melupakan masa kelam Raka"

"Raka ingin hidup layaknya anak anak normal, anda tau setelah kejadian itu Raka stres Raka hampir depresi, bahkan setelah kak Fitri dan Erik membawa Raka ke indo hampir menghabiskan satu tahun untuk aku kak Fitri dan Erik supaya menghilangkan, menghancurkan, masa kelam itu, bayang bayang jahat itu"

"Dan setelah Raka sembuh, tujuh tahun setelah proses penyembuhan, dan sekarang dengan entengnya kalian datang dengan kata 'maaf', padahal kalian yang menorehkan luka, kalian yang membuat luka, dan kalian sumber luka terdalam ini, Raka ingin benci tapi gak di bolehin sama Erik heh lucu ya" suara Raka begitu lirih setiap mengucapkan kalimat per kalimat yang ada di hatinya, kalimat yang ingin ia utarakan sejak kedatangan mereka pertama kali.

Delton terdiam, segitu terlukanya kah adiknya (iyelah oon Lo jadi Kaka bukan ngebela dulu malah diem aja pas adek Lo di caci, di maki, di pukul, ihhh gedek gue ame Lo)

(Yee kan gue khilaf Kaka author).

Karna tak mau memperpanjang lagi, Delton menggendong adiknya koala, lalu membawanya masuk, bukannya tak mau melanjutkan nya tapi kondisi Raka sedang menurun dan ia tak mau adiknya kembali drop karna ulahnya, karna kata om Naufal adiknya tak boleh banyak pikiran lagi. Kalau tidak akan memicu depresi nya datang kembali.

"Heh, aku tau ini akan di anggap omong kosong saja" Raka tersenyum miris di gendongan kakanya, mengeratkan pelukannya pada leher sang Kaka lalu memendamkan wajahnya di ceruk leher sang anak.

Bersambung...

Gimana gimana, ayo ayo bantu komen yang banyak, maaf jika ucapan aku di awal tadi terlalu kasar, atau ada yang masuk hati kalian. 🙏

Sorry and the next part>

RAKA GREYSON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang