diam lebih baik

869 59 2
                                    

Pagi hari yang begitu menyejukkan, keadaan taman yang begitu segar karna kemarin malam memang turun hujan, bahkan embun di pagi ini sangat terasa sejuk, Raka anak itu memejamkan matanya menikmati suasana pagi yang begitu menenangkan.

Ia sedang duduk di kursi taman depan mansion sambil bersandar,

jangan lupakan plaster demam yg masih tertempel di dahinya karna memang ia masih demam namun tidak setinggi kemarin, huh sebenarnya ia merasa jenuh sekali berada di mansion tanpa ada kegiatan, inget temen temen Raka anaknya hiperaktif sekali diam sebentar saja ia akan langsung bosan, namun sekarang ia terlalu malas untuk adu bacot kepada semua orang.

Lama dalam dunianya sendiri, sampai tak sadar kalau Erik sudah berada di sampingnya dengan semangkuk buah buahan dan segelas susu.
"Buka mulutnya" titah Erik, mendengar suara adiknya Raka membuka matanya, alisnya menukik lucu menatap sendok yang di sodorkan Erik berisi buah, kepalanya menggeleng menolak untuk memakannya.

"Perutku penuh untuk menampung itu" ia kembali memejamkan matanya dan tak menghiraukan adiknya yang menghela nafas,
"Kaka belum sarapan, kalau tidak mau nasi dan bubur setidaknya buah masuk ke perutmu supaya bisa minum obatnya" bujuknya tapi jawaban dari Raka hanya menggelengkan kepalanya, membuat Erik pasrah dan bertanya,

"Ok,Kaka mau apa biar perutmu itu terisi"

"Aku tidak ingin makan Erik mengertilah setidaknya jika aku bilang tidak berarti tidak, bisa paham bahasa manusia tidak sih" jawab Raka emosi lalu bangkit dari duduknya, sungguh ingin hati bersantai menikmati udara sejuk dan segar di pagi hari namun terganggu oleh Erik yang memaksanya sedari tadi, kalian jangan lupa Raka termasuk sensitif jika sudah sakit.

Lagi dan lagi Erik menghela nafas dan memejamkan matanya guna mengendalikan emosi, ia bangkit dan menyusul kakanya yang entah mau menuju ke mana, namun keduanya sekarang tercegat oleh Leonard yang sedari tadi memperhatikan keduanya yang ribut di taman.
"Ada apa boy, kenapa kalian ribut" tanya nya seolah tak tahu menahu, ia memperhatikan kedua anaknya menunggu jawaban.

Raka lagi lagi mendengus kesal huh sungguh pagi yang buruk pikirnya,
"Tanya pada anak anda sendiri" ia kemudian hendak melangkah menjauh jika saja tangannya tak di tahan oleh papanya itu.
"Papa bertanya dengan mu, dan apa itu 'anda' hey your language boy" Raka menepis kasar tangan yang mencengkal pergelangan tangannya.

"Kaca disini banyak, atau perlu saya bawakan kaca supaya bisa berkaca terlebih dahulu?" Sinisnya lalu kembali melangkah namun lagi lagi usaha itu gagal, ia berjengkit ketika tubuhnya terasa melayang,
"Erik bawa buah dan susu itu ke taman belakang" titahnya dan langsung di turuti Erik,
Bisa saja dia menggendong sambil membawa buah itu namun jika saja Raka tidak berontak di gendongan koalanya, berjalan menyusul Erik tanpa memperdulikan pemberontakan dari Raka.

"Turunin, bangsat turunin gue anjing" kesal? Tentu saja dari mana anaknya mendapat semua kata umpatan itu, dulu ia selalu menjaga segala tutur kata dari anak anaknya tapi sekarang, cukup penantian selama delapan tahun itu membuat ia menyesal selama seumur hidupnya.

Sedikit mengendurkan gendongannya membuat Raka dengan spontan mengalunkan tangannya supaya tidak jatuh, menatap mata dari orang yang selama ini ia hindari selama bertahun tahun. Bohong jika dia tidak rindu dengan tatapan itu, namun semua tatapan itu kini telah berubah, dari yang dulu dingin dan tajam sekarang hanya tatapan penyesalan yang terlihat.

"Tidak jadi turun!"

Kepala Raka spontan menggeleng tanpa sadar, bahkan tatapan polos itu membuat siapa saja yang melihat merasa gemas sendiri,
"Good boy"
Cup
Cup
Cup

Leonard mengecup kedua pipi dan kening anaknya dengan lembut, membuat Raka mengerjap beberapa saat, mengabaikan tatapan polos Raka Leonard melangkahkan kakinya menuju taman belakang yang disana ada sebuah meja dan kursi jangan lupakan semangkuk buah segar dan susu hangat terpampang apik,
Mendudukkan perlahan dengan Raka yang masih berada di gendongannya. Anak itu menyandarkan kepalanya pada dada bidang Leonard, mungkin sudah merasa capek di tambah badannya masih panas dan lemas.

"How have you been for the last eight years boy?"

"Seperti yang anda lihat sendiri" cuek nya terlalu malas menanggapi matanya menatap lurus ke depan.

"Don't you miss papa?"

"Apakah anda masih pantas di dirindukan setelah kejadian itu" skakmat bibir Leonard terasa kelu untuk melanjutkan pembicaraan, Raka mulai berubah jawabannya simpel namun mampu membuat orang lain mati kutu.

"Is there no more sorry for that?"

Kali lini Raka yang terdiam, sungguh ia masih ragu untuk membuka hati, ia takut kecewa untuk yang kedua kalinya tiba tiba bayangan delapan tahun lalu terlintas di kepalanya, air matanya kembali turun dengan deras tanpa tau malu. Dan punggung nya bergetar menahan Isak tangis itu,
"Hey why are you crying baby boy, look at papa" menggelengkan kepalanya dan menyembunyikan wajahnya pada dada bidang orang di depannya itu, menangis dengan sesegukan sungguh jika mengingat delapan tahun lalu air matanya selalu keluar tanpa di sadari.

Leonard pasrah ia menenangkan anaknya dengan mengelus punggung itu sampai di rasa Raka mulai bisa mengendalikan emosinya sendiri,
"Look at me" mengangkat dagu Raka dan terlihatlah wajah sembab penuh air mata hidung yang memerah dan pipi yang di banjiri air.
"Papa tidak memaksa mu, itu kehendak mu sayang,Feel at ease now HM"

"Yes," memejamkan mata sejenak kemudian menatap manik hitam itu dengan mata yang kosong.
""Raka will try"

Leonard tersenyum hangat memberikan Raka segelas susu kedelai hangat, Raka termasuk tidak terlalu menyukai susu sapi karna katanya amis, meskipun sudah di kemas sekalipun.

"Saya masih kenyang" kembali menyandarkan kepala namun di tahan oleh Leonard,
"Kau belum sarapan apapun setidaknya jika tidak mau makan nasi atau buah, minum segelas susu hangat ini untuk mengisi perutnya supaya bisa minum obat dan cepat sembuh Raka,"

Pasrah saja Raka itu menghabiskan susu itu tanpa sisa, lagian benar juga kata orang ini di tambah energi Raka untuk debut masih belum full, setelah menghabiskan susunya Leonard memberikan sendok yang sudah di geruskan obat.

"Buka mulutnya"
Pahit

Itulah yang sekarang menyebar di mulutnya mengahbis kan segelas air putih lalu memejamkan matanya guna menghalau rasa pusing yang menyerang tiba tiba, Leonard bangkit dari duduknya lalu membuka satu persatu kancing piyama yang di pakai Raka, anak itu kaget dan menahan tangan Leonard yang hendak menyingkap baju nya.

"Papa mau ngapain" aktivitas Leonard terhenti.

"Ulangi"

"Apanya yang di ulangi" alisnya menukik bingung hei dia bukan cenayang yang bisa mengerti bahasa isyarat, pendek, dsbg.

"Raka menyebut apa tadi?"

"Apa"

"Huh, lupakan"

Kembali menyingkap baju Raka walau sedikit kesusahan karna anak itu menahannya, malu lah anjir buka buka Aurora di luar rumah lagi.
Menghiraukan Raka yang merengek Leonard meletakan kepala anaknya di bahu lebarnya serta menepuk nepuk pelan punggung itu menghadap sinar matahari. Ia menjemur anaknya karna mengingat matahari pagi sangat bagus untuk kesehatan.

Bersambung...

Hello guys i'm come back, gimana kabar kalian. Sehat? Sehatlah gak boleh sakit sakit. Aku cuman mau kasih wejangan sedikit, kalau selesai baca per chapter mohon klik tanda bintang di bagian bawah, karna apa! Vote merupakan sebuah apresiasi dari pembaca ke penulis nya cerita tersebut,

Hanya klik tombol bintang itu tidak bayar Lo guys, udah baca tidak berpikir untuk kelanjutan cerita berikutnya dan tidak kasih vote lagi.

Ingat "vote merupakan bentuk apresiasi dari pembaca ke penulis"

See you the next part>

RAKA GREYSON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang