Villa

5 1 0
                                    

Tara terbangun di ranjang rumah sakit, dia ingat betul kalau Tim sudah membawanya pergi dan harusnya berada di villa di Bandung.

Mengapa aku masih ada disini?

Tim tidak ada diruangan. "Tim?" Suaranya lirih, dia mencati keberadaan lelaki yang seharusnya menemaninya. Semakin ia berpikir semakin terasa sakit kepalanya. Dia tidak tahu mengapa semua nampak nyata dan ilusi bersahutan-sahutan menguasai kewarasan Tara.

"Tara!" Panggil seseorang dari luar, suara Tim. Gadis itu membuang selimut dan menarik infus dan oksigen  yang terpasang ditubuhnya berjalan keluar mengikuti sumber suara.

"Tim! Kamu dimana?"

"Tara!" Tidak ada jawaban, hanya panggilan nama yang terdengar dari Tim.

Sempoyongan Tara berjalan menaiki tangga, suara itu masih memanggil namanya. Sehingga ia harus mengikuti suara itu, dia tidak may kehilangan Tim, satu-satunya orang yang mampu mengeluarkan dirinya dari duka dan luka.

"Tim! Kamu dimana? Aku takut?" Tara mencoba berteriak sebisa mungkin.

Akhirnya ia membuka pintu, Tara berada di atap gedung rumah sakit. Tidak terlalu tinggi tapi siapa saja yang terjun sudah pasti mati.

Tara melihat Tim berdiri diteli gedung.

"Tim! Ngapain kamu disana?" Tanya Tara berjalan mendekat, Tim semakin berjalan keujung.

"Bahaya Tim! Ayo turun kesini!" Sebisa mungkin Tara mencari kata tepat untuk Turun, bukan terjun.

Tim tersenyum dan membentangkan kedua tangannya.

"Tim! Jangan!" Tara berusah beraih tangan Tim sayangnya lelaki itu lebih dulu terjun dan Tara juga memilih untuk terjun.

"TIIIMMMMM!!" Teriak Tara wajah penuh keringat.

Tim juga terbangun dan memeluk Tara, menenangkan.

"Tim! Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!" Ucap Tara ketakutan.

Sinar matahari menerobos masuk kesela-sel gorden. Tim tidak tahu apa yang membuat Tara ketakutan sampai ia berteriak dan memeluknya erat, memohon agar tidak meninggalkannya.

"Aku tidak akan meninggalkanmu, tidak akan." Lirih Tim.

Ketika Tim dikamar mandi, Tara melihat ponselnya menyala diatas nakas, nama Bara dan kedua orang tuanya muncul. Yang jadi heran, kenapa Bara menelpon? Pandangan Tara fokus pada pesan yang disampaikan.

"Apa kamu bermimpi tentang kematian lagi?" Tanya Bara lewat pesan singkatnya.

"Jika iya, bahaya!" Tara membaca. Dia membaca secara detail pesan yang dikirim Bara melalui wattshap.

Karena kurang puas hanya baca saja, Tara menelpon Bara di luar, berjalan sempoyongan karena kedua kakinya diinjak-injak dan ditendang Rani CS masih terasa sakitnya.

"Hallo! Bara!" Tidak peduli saat ini jam 8 pagi, artinya Bara dikelas.

"Iya! Loe dimana?" Tanya Bara.

"Disuatu tempat." Jawab Tara tidak memberitahu.

"Apa maksud loe dengan bahaya?" Tanya Tara langsung pada intinya.

"Aku ada dibelakang sekolah, bermimpi akan ada yang mati disini. Gantung diri."

"Terus apa hubungannya dengan mimpi gue?" Tara bingung sebab yang dia lihat Tim bukan gantung diri, tapi terjun ke atap.

"Setiap kali loe tersakiti, setiap kali loe bermimpi tentang kematian yang menimpa orang lain, itu adalah kematian loe yang sesungguhnya. Sebelumnya loe santai membicarakan kematian, tapi setelah ini untuk memikirkan kematian itu, loe akan merasa cemas dan takut secara berlebihan. Sebab yang loe mimpiin adalah Tim." Bara menjelaskan.

Cara Kematian TaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang