MimpiBuruk

9 1 0
                                    

Berkali-kali mimpi buruk, aku sepertinya terbiasa menerimanya tapi jika mimpi itu menyangkut Tim, sungguh aku tidak terima. Jika memang ada yang pergi, bukanlah Tim, aku pun rela menggantikannya. Bukankah dari awal memang aku yang memohon kematianku. Sayangnya Tuhan tidak mengijinkannya.

Mimpi kehilangan Tim sangat menakutkan, aku sampai menggigil kedinginan. Tim yang tidur di sofa terbangun dan segera sadarkan.

"Tim, dingin." Keluhku merangkul tubuhku sendiri.

Ia menyentuh dahi, panas tapi aku merasa tubuhku menggigil kedinginan.

"Kita kerumah sakit, ya?"

Aku menarik tangannya. Menggeleng.

"Kamu panas banget, Tara!"

"Jangan bawa kerumah sakit. Sia-sia." Lirihku.

Tim panik, dia langsung membuka bajunya, ingat betul waktu kecil ia pernah demam dan ibunya menyuruh ayah melepas kaosnya dan memeluknya. Sentuhan kulit akan menghilangkan demam.

"Maafin aku, Tara!" Tim melepas baju atasanku, tersisa hanya dalaman dan celana panjang.

Tim memelukku dari belakang, mengembuskan napasnya ke kepala bagian belakang. Rasa hangat yang aneh merasuk dinaluri.

"Jangan tinggalkan aku, Tim."

"Tidak akan."

Pelukan pertama yang sangat intim diantara kami. Jika setan berbisik, aku dan Tim tidak bisa berbuat apa-apa jika nafsu menguasai. Namun ku yakin, Tim tidak akan tergoda sekalipun aku telanjang didepannya. Dia mencintaiku, cinta yang tulus, bersifat tidak merusak melainkan menjaga.

Dalam semalam tidak lagi mimpi buruk, tidur yang seharusnya memang berada di pelukan Tim. Hingga pagi menunjukkan sinarnya. Aku terbangun di pelukan lelaki itu. Sangat nyaman.

Diam-diam aku mengeratkan pegangan pada lengannya yang kekar. Tim suka olahraga jadi badannya atletis. Lalu jemari tak segan memenuhi ruas jari Tim. Aku tersenyum seolah-olah pengantin baru yang sudah melakukan malam pertama.

"Kamu sudah bangun?" Tim menggeliat, tidak berganti posisi sejak semalam, lengannya kujadikan bantal. Aku yakin dia merasa kesemutan.

"Iya."

Tim akan bangun tapi kutahan.

"Tetaplah begini." Kini aku balik badan dan menghadap pada wajahnya. Matanya masih sipit. Belum siap menerima sinar matahari.

"Kamu terpesona dengan bentuk tubuhku? Hmm?"

"Bisa dibilang begitu." Aku beranikan menyentuh perut bidannya.

"Jangan lama-lama."

"Kenapa?"

"Nanti ada yang berdiri. Jika setan sudah berbisik, aku pun tidak mengendalikan diri."

Aku angkat tangan tapi untuk memeluk lelaki itu.

"Aku mencintaimu." Akhirnya mengakui secara terang-terangan. Tanpa rasa malu dan gengsi.

"Aku juga mencintaimu." Jawab Tim dia mengecup kepalaku.

Kami masih tenang berada di bawah selimut dalam keadaan setengah telanjang. Dalam keadaan masih waras dan pertahankan akal sehat. Bahkan kami memainkan jari jemari, tersenyum dengan pikiran masing-masing.

"Kamu hebat, Tim. Bisa menahannya sejauh ini." Kagumku.

"Rasanya hampir mati menahannya." Katanya. Aku tertawa ringan.

"Kita terlahir dari keluarga berantakan, jangan sampai aku hancurkan masa depan kita hanya dengan kepuasan sesaat." Jelasku.

"Kalaupun aku mau, hari ini aku langsung bawa kamu ke KUA. Agar kita bisa bebas melakukannya." Tim mulai goda lagi.

Cara Kematian TaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang