"Elo tau enggak sih, apa yang loe ucapin itu hanya terjadi di mimpi gue." Jelas Tara.
"Mimpi?" Bara menunjukkan wajah seriusnya, tak lama ia meledakkan tawanya.
"Kenapa elo ketawa?" Tara nampak kesal dengan sikap Bara yang menertawakannya.
"Iya, aku enggak nyangka, kalau kamu anggap itu mimpi padahal itu terjadi." Jelas Bara.
"Seandainya salah satu dari 4 kematian terjadi dan pastinya gue udah mati. Elo bego atau emang dasarnya bodoh."
Bara tersenyum miring, nampak jelas ia tengah meremehkan Tara. Bara memiliki sebuah rahasia, dari balik sikapnya yang ramah dan periang itu memiliki sisi yang misterius. Dalam sehari bertemu dengan Tara, dia sudah mendeskripsikan dengan mudah apa yang dialami oleh Tara.
"Kau memang hebat." Gumam Bara pada langit-langit.
Tara hanya mengernyit, dia merasa bahwa selain aneh Bara juga gila. Sama seperti dirinya.
***
Malam, ini sebenarnya Tim melarangnya untuk bekerja, mengambil cuti beberapa hari setelah kejadian sabtu malam. Tim tidak ingin kejadian itu terulang kembali, apalagi kejadian dimana dapat menguatkan keinginan Tara untuk mengakhiri hidupnya.
Anggap saja, Tim sebagai sosok penyelamat, tanpa dia sadari kehadariannya juga akan menghancurkan hidup Tara.
Kali ini, Tara bekerja seperti malam-malam sebelumnya. Bedanya, dia lebih murung dan lebih banyak merunduk, bukan karena tatapan pria hidung belang, dia takut sepasang matanya menangkap sosok yang dia kenal tengah bermain dengan orang lain.
2 jam sebelum pulang, Tara yang duduk di dekat meja menangkap sosok yang dia kenal. Kali ini Mamanya, sedang melakukan blow job secara terang-terangan di salah satu meja terhalang kursi panjang dan meninggi. Pada saat itu, Tara merasa mual, seakan dia yang sedang menelan benda aneh itu.
Tara lebih memilih untuk perg dari tempat sialan itu.
Saat perjalanan pulang, tak sengaja menabrak seseorang yang tengah menikmati makanannya, hingga makanan yang dibawanya jatuh padahal baru beberapa gigitan dia makan.
"Tara? Sedang apa kamu disini?" Tanya Bara, lelaki yang ditabrak Tara.
"Bara..." Tara hanya terdiam sesaat, dia tidak tahu harus kemana, tidak memiliki tujuan. Pulang kerumah bukanlah pilihan yang tepat. Dia ingin menangis sejadi-jadinya.
Tara hanya bingung, sedangkan lelaki itu hanya melihat burgernya terjatuh, ingin memungut tapi sudah ternodai. Tanpa suara Tara memeluk lelaki itu, dia merasa butuh pelukan untuk menangis.
"Iya, menangislah! Aku tahu ini berat buat kamu." Bara menepuk pelan punggung Tara, menenangkan.
"Emangnya elo tahu apa yang gue tangisin?" Tanya Tara masih bersembunyikan dipelukan Bara.
"Aku tahu, ini juga alasan mengapa kamu memilih mengakhiri hidup kamu, kan!" Ucapan Bara membuat Tara benar-benar tak percaya.
"Sebenernya elo siapa sih? Kenapa elo tahu semua tentang gue? Padahal kita baru kenal." Tara menunjukkan wajah sembabnya karena menangis.
"Kamu juga enggak bakal percaya kalau aku bilang ke kamu siapa aku."
"Sok misterius lo." Tara mengusap air matanya, dia melihat burger yang terjatuh. Merasa tidak enak hati, akhirnya Tara memutuskan untuk menggantinya.
Restauran cepat saji berada di ujung jalan, Bara dan Tara menikmati makanan yang sudah dipesan.
Saat makan, Tara ingin sekali menanyakan tentang kebenaran. Namun melihat Bara asyik makan sehingga Tara memutuskan untuk bungkam.
"Ini pukul 2 pagi, emang kamu habis dari mana?" Bara memulai perbincangan.
Tara diam, dia tidak ingin rahasianya terbongkar. Akan lebih baik jika hanya sedikit orang yang tahu tentang dirinya, tentang keinginannya mengakhiri hidup.
"Aku tahu, kok. Kalau kamu kerja di klub malam disana," lanjut Bara sambil menunjuk klub malam yang selalu ramai pengunjung.
"Disanalah kamu menemukan alasan kuat untuk mengakhiri hidupmu. Dan disanalah juga terdapat seseorang yang bisa mewujudkan keinginanmu."
"Elo siapa sih? Malaikat? Hah! Atau semacamnya yang membuntuti karena ditugaskan oleh Tuhan agar aku tidak bunuh diri." Kesal Tara melihat sikap Bara.
"Aku hanyalah manusia yang pernah datang di masa lalumu, dan datang kembali untuk mewujudkan keinginanmu."
"Gue enggak ngerti sama elo, Bar. Gue capek hidup kayak gini, ditambah punya temen kayak elo yang selalu ngerti apa yang gue pengenin, seakan elo mata-mata-in gue."
"Iya semacam detektif." Santai Bara mengatakannya, melahap habis burger yang sudah diganti oleh Tara.
"Sebentar lagi dia datang, dia adalah kunci kematian yang sesungguhnya." Bara pergi meninggalkan Tara begitu saja.
Tak lama setelah Bara pergi, Tim datang dengan wajah khawatir. Nafasnya tersenggal karena berlari mencari seseorang. Tara.
Tim menghampiri Tara, memeluknya tanda takut kehilangan.
Dalam pelukan itu. Ucapan Bara terngiang diatas kepala Tara.
"Apakah benar apa yang diucapkan Bara? Apakah gue pernah melakukan aksi bunuh diri? Berkali-kali? Sampai akhirnya Tuhan menurunkan Tim untuk tujuan akhir gue. Jika memang benar begitu, apakah gue harus mati bersama Tim?"
Semua asumsi yang diciptakan oleh otak bermunculan. Tidak semudah itu bagi Tara menyerapnya secara mentah-mentah, tanpa menyeleksi kebenaran dari kalimat yang otak kirimkan. Walaupun dia sudah melakukan tindakan diluar nalar.
*****
Gara-gaea ketekan Publish akhirnya satu hari langsung up 3 cerita.
Ya Allah jemariku capek sudah ngetik banyak.
Yuk jangan lupa kasih suport dengan cara tinggalkan vote, komen dan share ketemen2 biar yang lainnya pada tahu ada cerita yang berfaedah yang aku buat.😌😊
Thank you udah berkenan setia menunggu cerita aku.
Borahae
💜💜💜💜💜💜💜

KAMU SEDANG MEMBACA
Cara Kematian Tara
Teen FictionAkan dijelaskan bagimana Tara telah melakukan beberapa cara untuk mengakhiri hidupnya. Sepertinya dia tak tahu bukan hanya 4 cara kematian yang sudah ia lakukan. Ternyata cara ke 5 ampuh membuatnya benar-benar menghilang, cara ke 5 itu dikenalkan ol...